// 11 //

519 26 3
                                    

"If you open your eyes, you'll see something is wrong."

- Simple Plan, Crazy

***

Louis

Aku merasakan sensasi energi aneh dalam tubuhku saat aku berdiri di atas panggung. Aku tidak meminum Red Bull, kok. Aku tidak menyuntikkan apapun di tubuhku untuk memompa energiku, kok. Tidak, aku tidak melakukan apapun untuk memompa energiku naik ke ubun-ubun kepalaku hingga sakit. Tidak. No. Nein. Non.

Menemukan Eleanor tidak ada di belakang panggung ataupun di kursi penonton. Menemukan tanganku tanpa belenggu tangan dingin Eleanor yang ketakutan akan serbuan flash dari kamera paparazzi. Itulah yang aku sebut kebeba-san. Aku mengenakan kaus putih dengan logo Vans dan lengannya berwarna merah yang diberikan oleh tim Vans siang ini. Akhirnya, warna kesayanganku bertanggung jawab untuk ikut andil mewakilkan perasaanku malam ini.

Di sisi lain, Harry, terlihat sangat sehat dan bugar dengan kaus hitamnya dan celana jins skinny yang ketat serta sepatu bot favoritnya. Ia juga mengenakan ban-dana di atas kepalanya untuk tatanan rambutnya yang semakin lebat tak karuan. Sungguh menyiksa sekali menahan mataku yang terus berjalan-jalan menyusuri tubuhnya.

Sungguh menyiksa sekali menahan perasaan aneh di perutku saat ia melang-kah dengan riangnya bak anak kecil seraya menyanyi.

Sungguh menyiksa sekali menahan gumpalan di area sensitifku saat ia mem-bunuhku dengan menyanyikan nada-nada rendah.

Sungguh menyiksa, sungguh membunuh.

Mengoyakku sangat dalam.

Eleanor

Sekitar jam delapan malam, aku keluar dari hotel dan pergi ke klub dengan tulisan neon "Perseus" (entah bagaimana cara bacanya) berwarna ungu yang sangat menyakitkan mata. Saat tepat melangkahkan kakiku ke pintu masuk, aku mende-ngar seseorang memanggilku dengan suara ringan nan kekanak-kanakan yang sangat khas. Aku menoleh untuk mencari sumber suaranya. Aku mendapati tiga cewek berambut pirang yang berbadan montok serta seorang cowok yang sangat tinggi dari mereka semua dengan rambut cokelat cepak yang sangat indah. Oh, itu mereka teman-teman lamaku!

Aku berlari menghampiri mereka dan menghambur ke pelukan mereka bertiga. Aaaahh, Xavier, Navaeh, dan Isobel! Dengan semangat mereka menyambut-ku dan balas memelukku.

"Oh Eleanor, kau tambah cantik!," kata Navaeh seraya membuatku pirouette. "Lihat dirimu oooh!"

Aku tersenyum malu. Mereka bertiga adalah sahabat dekatku saat SMA dan mereka semua bersaudara. Mereka sangat cantik dan tampan dengan rambut biru dan rambut cokelat yang ditata rapi. Mereka dipindahkan ke New Zealand karena suami Isobel dipekerjakan di New Zealand dan lucunya, mereka bertiga tetap ingin bersama! Awww!

Seraya masih tertawa terbahak-bahak, kami berempat melangkah masuk ke dalam klub Perseus bersama seraya menggandeng tangan satu sama lain.

Louis

Aku tak tahan lagi dengan siksaan-siksaan tubuhku, tepat saat istirahat dimana Liam berinteraksi dengan para penonton, kuraih pergelangan tangan Harry yang saat itu tengah menggunakan sihir pesonanya untuk penonton. Kutarik dengan pelan menuju tempat tergelap di belakang layar besar yang tengah mati.

Mata hijau Harry yang besar menatapku bingung. Kumatikan mikrofonku dan kumatikan mikrofon Harry.

"Apa yang akan kau lakukan, Lou?," tanya Harry. Mata hijaunya masih mencari-cari petunjuk di wajahku.

Kujawab dengan senyuman dan kutempelkan dengan lembut bibirku ke bibirnya yang merona merah jambu dan segar. Aku merasakan tangan Harry yang besar mencari-cari tanganku.

Puas dengan penjelajahannya, ia langsung saja mengaitkan jari-jarinya yang lurus dan menyenangkan itu ke sela-sela jariku. Ia mendekatkan tubuhnya padaku.

Aku memiringkan kepala, mempersilahkan dengan ramah mulut Harry yang melumat bibirku dengan sangat hati-hati dan tulus. Aku membiarkan lidahnya menyentuh langit-langit mulutku dan dengan lihainya (dan setengah kurang ajar) bergulat dengan lidahku.

Jari-jari Harry yang berkaitan dengan jariku meremas-remas jariku dengan keras. Lalu, ia mengusap-usap jempolnya, memberikan sensasi surga.

Tiba-tiba saja, kami melepaskan diri dan membuka mata kami seakan ditam-par oleh waktu keparat untuk kembali ke bumi.

Kami berdua tertawa seraya dengan sibuknya mengelap sisa-sisa ludah kami dengan punggung tangan kami.

Dengan mata hijau, obat favoritku yang masih menelusuri wajahku, ia terse-nyum dan berkata, "aku merindukanmu, Lou".

Aku, masih mengutuk wajah maluku dan rona merah di pipiku. Aku berkata, "aku juga merindukanmu, Haz. Dan rindu itu membuatku sakit beberapa hari."

Harry tersenyum. "Aku keluar duluan, oke?"

Aku mengangguk. Harry berjalan keluar dari belakang layar, masih dengan rona merah muda di wajahnya. Ia menoleh padaku dan melempar senyum terma-nisnya yang membuat gairah aneh itu keluar lagi.

Saat Harry sudah lenyap, aku tertawa puas telah memberi makanan apa yang diinginkan oleh tubuhku.

A k h i r n y a.

Eleanor

Entahlah, semuanya mengabur.

Yang kuingat adalah ketika aku, Navaeh, dan Isobel berdansa berempat dengan gaya-gaya erotis yang membuat cowok-cowok mulai mendekati kami dan menggoda-goda kami. Kami tak menggubrisnya. Kami malah tertawa-tawa, masih menari seraya meneguk habis Gin dari gelas kecil kami. Kira-kira sudah beberapa gelas kecil yang kami habiskan. Lalu, Xavier bergabung dengan kami. Tak puas dengan tantangan menghabiskan beberapa gelas Gin seraya menari, Xavier malah menantang kami menghabiskan Tequila menggunakan beer bong. Ternyata, tanta-ngan ini malah membuat magnet perhatian di seisi klub.

Yang jelas, aku tak kuat untuk menghabiskan beer bong dan aku harus dihu-kum.

Hukumannya sangat mudah: aku tinggal menghampiri Xavier yang duduk di sofa panjang hitam - dengan pandangan semua orang yang mengikutiku dan terus menyorak-nyorakiku, aku duduk di pangkuannya dan melepas jaket kulitku. Lalu, aku melepas kaus hitamku - diiringi sorakan para seisi klub. Aku menempelkan bibirku ke bibir Xavier yang tertutup rapat. Xavier masih terkejut dengan ciuman yang kudaratkan di bibirnya. Aku malah terus menggodanya dengan lidah, meng-gesek-gesekkan dadaku yang mengenakan push-up bra Victoria's Secret berwarna biru gelap ke dadanya. Akhirnya, ia melunak dan memiringkan kepalanya, mem-persilahkan lidahku berdansa dengan lidahnya.

Snap.

Whir.  

***

PLEASE COMMENT + VOTE!! It means a lot to us thanks xx

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 18, 2014 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Regardez-Le Mourir (Larry Stylinson)Where stories live. Discover now