Bakso Nano-Nano 5
by: yanz
-Dendy POV-
Baru sampai parkiran, memarkir motor aku dapat merasakan atmosfer yang mengganggu di sini.
Semua mata tertuju padaku dengan bisik-bisik tetangga kini mulai terdengar slalu di telinga, hingga menusuk di hatiku -_-
Gak heran, secara foto aku mencium Nathan malam itu terpampang jelas di mading, aku cuek saja menjalani koridor yang terasa makin panjang tanpa perduli bisik-bisik mengganggu itu. Lumayan sih, baru masuk sekolah udah populer. Aku suka.
Hanya saja, Aku lihat Nathan dengan wajah marah mendatangiku, hidungnya seolah berasap kaya banteng gila yang siap menanduk bringas sang matador.. Uuh.. dan mencengram kerahku, "Liat apa yang lu perbuat? Lu mencoreng nama baik gue tau gak!!" teriaknya menyemburku sambil memperlihatkan foto yang sudah menempel kesana-kemari.
"Rempong.. Tinggal buang aja foto-fotonya.. Gitu aja repot.."
"Gak sesimple itu bego!!" teriaknya lagi. Aku menepis tangannya dengan wajah datar.
"Aku sedang gak mood berkelahi, nih aku copotin posternya.. Kau juga harusnya lepasin sebelum guru-guru liat."
Dia yang mendengar kata guru langsung membantuku melepasi poster itu dengan bringas, dia masih menatapku dengan mata galaknya tapi aku cuek saja. Aku rasa sih foto ini cuma disekitar mading, sekolah juga masih jam 7 kurang, mungkin para guru belum liat. Aman saja..
Hingga pada saat kami merobek-robek poster itu tangan kami tanpa sengaja bertemu, aku menahan dentuman keras di dadaku, nyaris tersenyum namun Nathan kembali meledak, "Eh homo! Cari-cari kesempatan lu megang gue hah?"
Buuukk
Aku terbungkuk saat merasakan tendangan hebat mengenai ulu hatiku, kepalaku pusing, perutku mual, rasanya aku akan ambruk.
Aku jatuh berlutut sambil meremas lantai, beberapa orang memandangiku iba ada juga yang seperti senang melihatku kesakitan. Tapi aku tak mau tinggal diam, "Nathan.." lirihku sambil berusaha meraih kakinya namun..
Buuuk!
Satu tendangan lagi menghantam wajahku, beberapa temannya mendorongku, meludahiku atau mencaciku. Aku hanya diam rasanya ruangan berputar-putar, batinku menggigil ingin membalas semua ini, gigiku bergemeretakan karena geram. Tapi aku tak ingin berkelahi, aku memutuskan diam dan merangkak menjauh..
"Dasar homo.. Brantas homo!!" teriak genk Nathan yang disertai sorakan teman-teman yang lain.
Aku berlari semakin jauh hingga suara-suara jahat itu menghilang.
---
Berkali-kali aku mencuci wajahku dan bibirku yang berdarah, aku tersengal mengatur nafas karena tendangan di perutku tadi sangat sakit. Aku berkumur dan kembali mencuci muka.
Plakkk!!
Aku berbalik setelah merasakan ada yang memukul keras bokongku, aku terkejut melihat dua sosok itu. Bagas dan Anto tersenyum nakal menatapku, "Eh homo, ngapain lu ngeliatin kami gitu hah? Lu nantang? Atau lu horny liat kami?" ucapnya nyolot.
Aku berusaha menghindari perkelahian di sekolah namun mereka kembali mendorongku ke washtafel.
"Nyantai aja dong homo, gak usah panik gitu.. Kita cuma mau ngasih lu service doang.. Lu pasti suka," Bagas meremas penisku membuatku terlonjak kaget, aku mendorongnya keras dengan wajah memerah.
Aku berlari, saat akan meraih pintu mereka kembali menarik tubuhku, mendorongku ke dinding dan menatapku tajam, "Ngelawan lu ya? Punya nyawa berapa hah lu?" teriak Bagas.
Buukkk!
Aku kembali tertunduk saat merasakan hantaman kuat itu merajam perutku, aku ingin muntah rasanya. Sakit sekali memar disekitar situ diserang terus menerus.
Aku terengah-engah dengan mulut terbuka, Anto menarik daguku, "Manis ya bibir lu.. Boleh juga umm.." aku tersentak saat dia mengulum bibirku, aku berusaha mendorong dadanya, menggeleng-gelengkan wajah tapi dia mencengram daguku membuatku terpaksa pasrah akan ciuman itu.
mereka menggerayangiku, Anto menciumi leherku dan menggigitnya sedangkan Bagas melucuti pakaianku, "Aaaaargghh lepasin!! Anjing kaliaan aaartgghh.." aku berusaha memberontak tapi mereka berdua yang memiliki tubuh kekar tak mampu kulawan.
"Eh homo, gak usah munafik lo!" teriak Anto kemudian menjilat dan menggigit kupingku, aku menggeliat. Bagas menyeringai licik saat melihat penisku yang mulai mengembang.
"Dasar homo, sensitif amat lu haha.. Cowok kok cantik.. Banci lu!"
Sumpah, sekarang emosiku akan meledak, aku tak pernah rela diejek banci, "Lepasss!! Aaaarrrgghh!!!" aku menendang dan meninju mereka bringas, aku benturkan kepala mereka ke dinding.
"Cuiih.. Munafik.. Lu pada yang homo!" teriakku sambil meninggalkan mereka.
Aku tak habis pikir, minggu pertamaku di sekolah baru ternyata begitu berat. Aku pikir aku kuat, aku mampu tak perduli dengan hinaan mereka tapi bully ini membuatku hilang kesabaran.
Membongkar kedok ternyata tak semudah yang aku bayangkan, batinku tertekan, mereka membullyku dari fisik maupun hinaan.
Bahkan cowok yang aku taksir, tega memukuliku. Mana hati nurani manusia... Lihat saja nanti, aku akan balas mereka yang semena-mena denganku.
Aku tidak lemah!!!
Aku memasuki kelas, masih tersenyum tegar supaya tak ada yang membuatku terlihat ciut. Aku duduk di bangkuku, melirik Nathan sesekali, merasakan getaran hebat di dadaku membuatku melayang apalagi menghirup aroma tubuhnya yang begitu segar.
Aku meletakkan tangan di meja dan pipi, duduk mengarah padanya, "Andai kau milikku.." desisku dengan senyuman, dia menoleh aku semakin melebarkan senyuman hingga mataku tak terlihat.
"Cih.."
"Nathan, ada kapuk di kepalamu.." aku berusaha mengusap rambutnya tapi dia menepis tanganku kasar.
"Gak usah cari kesempatan!" ucapnya dingin.
"Gak ada salahnya usaha.." ucapku sambil tersenyum. Aku tak akan menyerah Nathan, sekali aku mencintai seseorang maka aku harus mendapatkannya. Karena tak ada orang lain yang mampu membuatku sekacau ini, setelah 'dia' cinta lamaku.
Dari pintu kelas terlihat duo mesum itu berlari tersengal-sengal, "Woi hati-hati guys sama Dendy! Liat nih kami berdua babak belur nyaris dia perkosa, untung kami bisa membela diri."
Aku menyipitkan mata, sial berani-beraninya mereka memfitnahku, "Bohong!! Justru mereka yang nyaris memperkosaku!!!"
Nathan yang ada di sampingku tersenyum, "Hahaha alasan gila, Bagas dan Anto itu normal.. Ngapain mereka merkosa lu! Paling lu nekat kan memperlakukan mereka kaya lu memperlakukan gue waktu itu."
"Gak Than! Kau harus percaya aku!! Aku gak kaya gitu!"
"Habis lu.." desis Nathan.
-------
"Apa surat panggilan?!!" teriak Tante Deby dengan mata melotot. Ya akibat fitnah tadi aku nyaris dikeluarkan dari sekolah dan diberikan surat panggilan, tega sekali Nathan melaporkanku pada kepala sekolah dengan tuduhan pelecehan sexual dan pemukulan. Aku meradang, kepalaku mendidih rasanya. But I still love him, shit! Kenapa aku harus mencintai orang yang jelas-jelas menyakitiku!
Aku duduk santai di sofa, "Yoa.. Mending tante datengin tuh maunya sekolah.."
Tante Deby langsung menjewer kupingku, "Kamu ya gak ada habis-habisnya bikin ulah!!" teriaknya geram.
Aku menepis tangannya kasar, "Suka-suka aku dong.. Gak mau datang juga gak papa.. Pusing, jangan ganggu aku." aku melangkahkan kaki ke kamar.
Tante Deby berjingkrak geram melihat tingkahku. Dia adalah adik orang tuaku, awalnya aku tinggal bersama kakakku tapi begitu mendapat kabar kakek yang meninggal memberikan harta warisan aku langsung datang untuk mengambil hakku.
Tapi sepertinya butuh perjuangan keras, tante Deby sangatlah serakah. Dia tak mau memberikan satu rumah pun yang layak kami tinggali. Padahal si kakek memiliki harta warisan melimpah yang gak akan habis 7 turunan, sayangnya aku dan kakak turunan ke 8. -_-
Aku usaha mati-matian menyusup ke keluarga songong ini, tak perduli harga diriku diinjak aku tetap masuk ke rumah yang harusnya jadi hak aku dan kakakku. Aku anggap saja rumah ini milikku sendiri, aku tak sanggup hidup miskin jadi aku nekat walaupun rada tertekan berada di sini. Sedangkan kakaku sendiri dia tak perduli dengan harta.
Ada juga dua anak Tante Deby kalau pulang sekolah itu bawelnya luar biasa, si Bella yang seangkatan denganku dan Mas Josh yang kelas 3 SMA. aku seperti cinderella saja yang disuruh-suruh setiap hari dan juga diomeli. Sayangnya aku tak pernah perduli. Aku hidup seenaknya seperti mauku disini.
Kamarku sepi, aku nyalakan TV pun tak ada tayangan yang seru. Aku berguling-guling haah benar-benar suntuk.
Andai ada kakakku sekarang pasti kami sedang seru bercanda atau memasak bersama, aku merindukan suara lembutnya, sosok hangatnya dan juga 'sentuhannya'
Tapi dia tak sejalan denganku.. Sudahlah.. Lagi pula dia tega memukuliku saat itu, aku benci dia. Aku tak mau lagi menemuinya. Dia pasti tak menyayangiku sehingga tak mau menuruti apa mauku. Aku kan butuh uang yang banyak untuk memenuhi semua kebutuhanku.
Tapi aku tetap merindukannya, ingin aku bisa segera mendapatkan hakku dan membawa kakakku bersama di rumah besar ini. Dan kami kembali bahagia seperti dulu. Tapi tunggu waktu tepat dulu, aku tak akan menemui kakak sebelum misiku selesai.
Tapi disisi lain aku juga merindukan Nathan, aku meriang seolah kaya orang sakau karena tak melihatnya sebentar saja. Apa aku harus mencarinya? Ah biasanya sore hari dia nongkrong di taman.
First step, Aku masuk saja ke kamar Mas Josh, terus mengambil sepatu rodanya untuk bermain di taman.
Sore itu aku ke taman pusat kota yang biasanya digunakan anak muda buat JJS (jalan-jalan santai), Taman yang asri, ada banyak bunga, rumput hijau dan pepohonan yang biasanya digunakan para pasangan yang ingin mojok.
Dipinggir jalan ada banyak pedangan yang menjual berbagai jenis cemilan dan pernak-pernik, jika pagi dan sore tempat ini dipenuhi orang-orang yang jogging, bersepeda, sepatu roda skeatboard, pacaran maupun tamasya.
aku sendiri memakai pakaian yang cukup casual dengan parfum segar dan jaket karena aku takut kulitku hitam.
Beberapa mata terpesona saat aku dan sepatu rodaku lewat bagaikan melayang.
Aku menikmati pemandangan disini, banyak yang indah buat cuci mata. Walaupun gak ada yang membuatku berdebar seperti dia, Nathan.
Saat sepatuku bergulung agak jauh aku melihat lapangan basket kecil yang diberi kandang kawat, aku sih gak tertarik dengan basket tapi yang membuatku tertarik adalah orang yang ada di dalamnya. Akhirnya I find him..
Nathan.
Awalnya aku terpaku di kejauhan, menggigit bibirku pelan, nah aku sudah melihatnya bukan? Waktunya pulang Dendy! Saat aku memutar arah, rasanya kakiku berat untuk menggulungkan sepatu roda itu.
Aku masih kangen dia..
Aku menatapnya di kejauhan, gak puas!
Kemudian Aku mencoba mendekat, meraih pagar itu dan tersenyum lebar, Nathan hanya mengenakan celana selutut berwarna biru dan singlet hitam yang membuat otot lengannya terlihat sexy. Tubuhnya berkeringat sehingga kilapan yang ada di tubuhnya mempertegas kesan sexy itu apalagi rambutnya yang basah dan tertiup angin saat dia bergerak kesana-kemari. Ada aura bintang yang terpancar.
Tiba-tiba Nathan berhenti bermain, teman-temannya berbisik dan membuat Nathan menatapku sangar. Dia menaikkan kening, kakinya melangkah ke arahku seolah slow motion.
Haruskah aku kagum? Atau takut?
Nathan mendekat, dia terdiam menatap mataku kemudian dengan bringas memanjat ke atas pagar dan melompat ke sisiku.
Detak jantungku berdegup kencang menatapnya yang semakin dekat..
Buukk!!!
Aku tersentak kaget, kenapa dia meninjuku tiba-tiba, "Kau kenapa? Apa salahku?!!!" teriakku kesal sambil berusaha bangkit.
Nathan menggegam tangannya berusaha membunyikan jari-jarinya. Aku menelan liur, "Menurut lu gimana homo? Lu kesini buat liatin badan gue kan? Dasar homo maniak.."
Mataku panas rasanya, ingin sekali aku memukulinya babak belur tapi aku tak mau membuat kebenciannya padaku semakin dalam. Dia kembali ingin meninjuku, tapi aku menghindar.
Dia mengejarku dengan bringas hingga aku berlari dengan cepat namun sepatu rodaku tersandung, aku terjatuh dan dia meraih leherku dan meninjukku keras. Aku tersungkur.
Lalu aku bangkit lagi dan kembali lari menggunakan sepatu rodaku tadi.
Aku lihat ada mobil box putih di pinggir jalan yang baru akan berangkat, aku pegang gagang pintu bagian belakangnya untuk menumpang diseret.
Tapi Nathan tak menyerah, walaupun aku jauh dia tetap berusaha mengejarku. Nathan, segitu bencinya kah kau denganku?
wajahnya terlihat sangar dan meneriakiku.
Aku terkejut saat pintu yang aku pegang ternyata terbuka karena tak digembok, nyaris saja aku terjatuh. dasar supir yang lalai.
Melihat Nathan yang semakin mendekat dan Mobil ini tak begitu laju, aku memutuskan masuk ke dalam mobil box itu walau dengan susah payah.
Begitu terkejutnya aku ternyata ini mobil pendingin dan aku dikelilingi es krim tapi aku tetap masuk, tak ada pilihan lain. Aku menengok ke luar jarak Nathan sudah sangat dekat. Dia bisa saja menghajarku hingga mati.
Aku berusaha menutup pintu mobil itu, haah.. Sudah tertutup rapat. Tapi..
"TADAA!! Gotcha!" teriak Nathan yang berada di depan pintu mobil itu dengan senyuman jahat. Dia cepat sekali.
Aku merangkak mundur agar dia tak meraih kakiku.
Tangan kokohnya berusaha keras mengangkat tubuhnya naik ke dalam dan benar saja dia berhasil naik, aku menelan air liurku. Matilah aku.
Bruukk!!
Nathan menendang wajahku keras, "Rasakan itu homo! Lu jangan cari-cari kesempatan deh buat dekatin gue ataupun intip badan gue!" bentaknya.
Aku terdiam di pojokan merasakan ngilu yang luar biasa. Dia meraih kerahku dan meninjuku keras. Aku hanya diam.
Dia menghajarku habis-habisan, tubuhku mati rasa dan kesemutan namun..
BRUUUKKK!!
Mobil direm mendadak membuat Nathan terjatuh di atas tubuhku dan bibirnya menyentuh pipiku, aku menatapnya lekat, dia juga menaapku..
Deg..
Rasanya ada yang mengembang di balik celanaku karena bersentuhan begini dengannya orang yang aku cintai. dia bangkit dengan cepat dengan muka masam plus canggung.
Mobil terasa kembali berjalan, saat Nathan mencoba membuka pintu tadi rupanya tak bisa, "Apa-apaan nih pintu!!" Nathan menendang-nendang pintu itu tapi hasilnya nihil.
Ada dua kemungkinan besar, saat direm mendadak tadi pintunya terhempas sehingga membuatnya rapat sekali atau begitu berhenti tadi supirnya sadar gemboknya belum dipasang dan sekarang dipasang.
Yang pasti sekarang kami terdiam, Nathan duduk jauh di seberangku sedangkan aku memegangi pipiku yang lebam.
"Gay juga manusia.." desisku pelan.
"Manusia yang gak layak hidup di dunia ini.." desisnya dingin.
"Kalau gak layak buat apa gay diturunkan Tuhan di bumi ini? Kau tak layak menilai seseorang. Gay juga punya hati, gay punya kehidupan, gay juga bisa berprestasi. Bahkan gay bisa lebih baik dari pada dirimu yang memandang picik seseorang. Kalau boleh memilih, aku ingin menjadi normal tapi inilah aku, rasanya tak adil jika orang-orang jahat padaku hanya karena keunikanku yang memang sudah ada sejak aku lahir."
Nathan hanya terdiam tanpa menatapku, dia menatap kesamping, kulihat dia memeluk lutut dan menggesekkan kulitnya agar tetap hangat.
"Gay juga sama seperti manusia yang lain, ada yang baik ada juga yang jahat. Yang normal juga belum tentu baik, bagaimana dengan orang-orang yang hobinya cinta satu malam dan menghamili banyak orang?"
Nathan masih terdiam, sepertinya dia berusaha mencerna apa yang aku katakan. Semakin lama suhu disini semakin dingin, aku lihat Nathan yang hanya mengenakan singlet hitam pasti sangat kedinginan.
Aku lepas jaketku, aku berusaha mendekatinya tapi dia malah menatapku tajam seolah memberi isyarat, 'Jangan mendekatiku, homo!'
Tapi aku menghela nafas, "Gak usah khawatir, aku tak akan menggigitmu. Biarkan aku menyelimutimu? Please?" lirihku sambil memasang mata khawatir.
Dia hanya diam dan membuang muka lagi, aku anggap itu izin. Aku mendekatinya dan mulai menyelimutinya. Setelah itu aku duduk di sampingnya.
Lama kami terdiam, aku terus menatapnya walau dia tak mau menoleh ke arahku.
Suhu terasa semakin dingin, tulangku rasanya beku, "Aah.." desahku sambil mengernyitkan kening karena mulai kesakitan.
Nathan menoleh ke arahku, menatap lekat wajahku yang kesakitan, "Bodoh.. Pakai jaket lu.." desisnya sambil berusaha menyelimutiku.
"Gak usah.. Kau lebih butuh.." ucapku sambil memeluk perut. Kemudian Aku mengarahkan tangan Nathan untuk memakai jaket itu dan menarik resletingnya. Dia menatapku lekat, keningnya mengkerut, dia menelan ludah, sekilas matanya liar menatap kesana kemari namun..
Tanpa terduga dia memelukku, aku shock berat. Dia meraih telapak tanganku dan menggesekkannya, kami saling menggesekkan tangan hingga lebih hangat.
Wajahku tepat di lehernya, aku berusaha mengeluarkan nafas hangatku ke lehernya agar dia merasa lebih hangat, dia memelukku erat dan seolah gemas. rasanya nyaman sekali, aku tersenyum lebar hingga akhirnya semua terasa gelap..
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Bakso Nano Nano
RomantikNathan seorang remaja nakal dan susah diatur mulai menemukan jalan hidupnya setelah bertemu dengan tukang bakso yang muda dan tampan