Bagian 12

424 20 4
                                    

Bakso Nano-Nano 12

By: yanz


KILAS BALIK: part sebelumnya nathan menerima kenyataan bahwa dirinya gay, berkat pencerahan dari mamanya. Maka dia mulai menjalani keduanya untuk mendapatkan pilihan salah satunya.


-Dendy POV-

Aku duduk lesu di bangkuku seperti biasa, menghembuskan nafas yang mengeluarkan kabut karena terlalu dingin.

Aku mengetuk-ngetuk pensil sambil melirik jam di atas papan tulis yang masih menunjukkan jam 7 am.

Teman-teman sih sudah mulai berdatangan dan menggosip sana-sini, ada juga beberapa anak cowok yang main bola walaupun sering guru tegur jangan main dalam ruangan.

Cuma aku yang berbeda sendiri, aku seperti antisosial. Meskipun imageku buruk tapi masih ada beberapa orang tulus yang mau berteman denganku tanpa menggubris gosib murahan tentangku.

Hanya saja, aku yang menutup diri dari kehidupan sosial anak SMA.

Kehidupanku minggu-minggu ini sungguh flat walau Linda pacarku selalu mendampingiku. Ya berkat Linda yang mengurusi pengacara dan sidang akan pembagian harta warisan, akhirnya minggu lalu aku berhasil mendapatkan hakku.

Satu rumah mewah, kendaraan, tabungan dan saham perusahaan elektronik kakek. Aku tinggal terima uang mengalir saja setiap waktu.

Hanya saja rumah itu terlalu besar untuk aku diami sendiri, aku sering mengundang Linda datang. Hanya dia yang ada dalam hidupku, gadis kalem yang sudah banyak berkorban dan selalu menurut padaku.

Pernah suatu hari aku mendatangi rumah kumuhku dulu, tapi tetangga bilang kakakku sedang bekerja, aku menunggu berjam-jam tak jua datang, aku datangi lapak baksonya dia sudah pindah. Aku lelah saat itu dan menyerah mencarinya.

Aku berharap dia bisa memiliki kehidupan yang lebih baik meskipun tanpaku.

Aku lihat Nathan masuk ke dalam ruangan bersama dua sahabatnya yang menuntun, beberapa gadis langsung menyambar dan mengintrogasi Nathan karena tubuhnya yang banyak perban dan wajahnya banyak gores-goresan.

"Nathan, kamu kenapa?"

"Yaa beberapa hari lalu gue kecelakaan gara-gara ngehindarin monyet, mobil gue masuk sungai di bawah jurang. Untungnya cuma lecet-lecet karena gesekan dan kena pecahan kaca.."

"Wah gila Than.. Kamu beruntung banget? Dalem gak jurangnya?"

"Lumayan sih.. Cukup dalam buat bikin gue jantungan, kaya menaiki wahana seluncuran di water boom haha.. Adrenalin gue terpacu.."

"Ih jantungan kalau aku sudah.. Itu kan antara hidup dan mati.. Gimana bisa keluar Than dari jurang?"

"Gue manjat aja megangi ranting-ranting. Sampe jembatan gue langsung nyari tumpangan. Gapapa sih, gue masih hidup buat mewarnai hidup kalian cewek-cewek cantik.."

"Wooo.." sorak teman-teman.

Aku sedikit panas melihat tingkah tengilnya itu, bisa-bisanya dia genit sedangkan masih ada aku di ruangan ini.

Aku keluar ruangan untuk mencari angin yang sejuk, wajahku lesu dan suram. Aku menghela nafas berkali-kali sambil memegangi dadaku. Aku merasa terkekang dengan kondisi sekarang, ingin aku mendekatinya, memeluknya dan menangis tersedu-sedu di dadanya. Kenapa dia bisa luka separah itu.

Tapi aku sadar diri, aku bukan siapa-siapa dimatanya. Kejadian itu tak memiliki makna khusus buatnya, bahkan dia meninggalkanku setelah kami melakukannya. Betapa aku membencinya jika mengingat itu semua. Rasanya seperti habis manis sepah dibuang.

Dia tega...

Aku benar-benar menyerah akan semua penolakannya, hatiku hancur, benar-benar hancur. Aku uring-uringan, aku hanya diam dan menjaga jarak agar aku mulai terbiasa jauh darinya.

Walau hatiku berteriak, aku gak sanggup.. Cinta.. Betapa aku merindukanmu.

Aku hanya pasrah dan tertunduk saat dia dikelilingi para gadis, aku tak berani menatap matanya, lewat di hadapannya tertunduk dalam.

Aku dan dia bagaikan orang asing, padahal waktu itu aku sudah berharap besar, dia sudah memberikan kode yang sangat kuat.

Tapi kenyataannya Nathan hanya cowok pemberi harapan palsu. Dan aku baru tau betapa sakitnya begini.

Kenapa aku diberikan banyak harapan jika harus dibuang akhirnya.

"Eh bro, masih aja lu murung.. Udah bawa enjoy aja.. Kaya gue keep smille.." ucap Putra menyemangatiku. Dia anak dari jurusan IPS yang sangat suka ke kubu IPA buat tebar pesona dengan cewek-cewek sini. Salah satu orang yang kekeuh mau jadi temanku walau dia tau gosibku.

"Hmm.. Hanya bisa ngomong, kalau kau diposisiku paling frustasi dan bunuh diri seperti waktu itu." cibirku dingin. Aku selalu berusaha membuatnya ilfil tapi sepertinya dia masih saja riang gembira.

"Haha... Nah lu kan udah nyemangatin gue waktu itu, giliran gue dong nyemangatin lu! Atau lu mau gue traktir makan? Hayoo.." ucapnya sambil merangkulku paksa. Aku jadi teringat pertama kali aku bertemu Putra dan sodara kembarnya Restu, di suatu taman bermain. Dia sangat gila. Bahkan dia mengira aku adalah wanita yang dikirimkan untuknya.

--FLASHBACK--

Sepasang cowok kembar lagi kejar-kejaran. Yang di depan terlihat Frustasi, sambil teriak-teriak, "Sialan!! Selingkuh aja terus lu.. Biar gue mati sekalian!!"

Yang di belakang ngejar-ngejar, "Kakak jangan bunuh diri, cewek masih banyak!!!"

Tapi yang di depan tetap lari hingga di suatu tikungan jalan dia nabrak seseorang, terjatuh dan berteriak, "Tuhaaan kirimkan aku makhluk manis, baik hati dan tak akan pernah selingkuh!!!"

Lalu orang yang di tabrak tadi menengok wajah si kakak kembar dari arah yang terbalik, "Are u okay?"

Si kakak kembar tadi langsung semringah, "Manis... Tuhaan terimakasih, kirimannya cepat sekali!!!"

Adik kembar yang ngos-ngosan shock melihat kakaknya berpelukan, "Kakak dia laki-laki!!"

Krikk.. Krikk.. Krikk..

END FLASHBACK

Ada bayangan kan, bahwa kakak kembar itu Putra, adiknya Restu dan yang ditabrak adalah aku.. Saat dia tau aku laki-laki waktu itu dia langsung menjerit histeris sekitar dua menit namun setelah diam beberapa saat dia mengajakku berkenalan dan berteman dengannya karena katanya dia suka melihatku.

"Kakak ini bakso dan tehnya.." ucap Restu yang terlihat kerepotan membawa dua mangkok bakso dan mengeteki dua botol teh.

Aku mencoba membantu Restu mengambili mangkok tadi, "Maaf ngerepotin Res.." ucapku dengan rasa bersalah. Tadi katanya Putra yang mau mentraktir aku nyatanya Restu yang kerepotan.

"Kau masih saja suka menyuruh-nyuruh adikmu.. Kalian itu sodara.." protesku.

"Ahaha.. Restu gak keberatan kok, iya kan sayang? Dia kan cinta banget sama gue Dendy, gak usah khawatir lah.." ucap Putra sambil menarik pinggang Restu dan mencium pipinya.

"Kalian incest?" tanyaku.

"Najis.. Aduh jangan jauh-jauh imajinasi lu. Kami kaya sodara biasa.. Eh Restu, nih beli juga bakso buat lu.." ucap Putra sambil ngasih Restu uang. Si Restu langsung semringah.

Hubungan mereka ngingatin aku sama raja Julien dan Mort di serial pinguin madagaskar. Restu bersikap polos sekali walau diperalat Putra. Aneh-aneh saja hidup.

Saat itu jadi sangat menyenangkan berkat kekonyolan Putra yang terus membully Restu, terlihat kejam tapi sangat menghibur.
----------

Waktu terus berjalan, walau satu detik itu terasa sejam buatku, sangat lama dan membosankan. Aku harus bersabar menghadapi guru membosankan, dan materi pelajaran yang membosankan.

Hingga akhirnya bell tanda pulang itu berbunyi, sebelum anak-anak lain keluar aku lebih dulu keluar setelah membaca doa.

Aku melangkahkan kaki ke lobi, menuju toilet. Rasanya kupingku berdengung, tak dapat mendengar ucapan dari orang-orang yang aku lewati. Yang terdengar hanyalah langkah kakiku.

Beginilah hidupku, begitu gersang dan suram jika sendiri.

Aku membasuh wajah di washtafel toilet, aku menatap kaca dan menangis sejadi-jadinya, "Memiliki harta tapi tak memiliki cinta.. Ternyata mecapai bahagia tak semudah yang aku kira.." lirihku dengan suara parau.

Saat aku ingin keluar toilet aku menabrak sebuah dada bidang..

Shit.. Mereka..

"Hei.. Kita bertemu lagi.. Gas.. Lu pipis aja dulu, gue mau mainin nih anak.." ucap Anto sambil menarik tubuhku kembali ke dalam toilet.

Bagas juga tersenyum sinis menatapku. Anto memojokkanku ke dinding, "Kitty.. Lu makin imut aja ya kalau dilihat sedekat ini haha.."

"Lepas!!" teriakku sambil berusaha melepaskan pelukan Anto.

"Kebetulan banget nih ketemu di tempat dan waktu yang tepat, main yuk manis.." ucap Bagas sambil menjilat kupingku, aku bergidik. Sial, mereka homo maniak yang suka memfitnahku. Lihat saja nanti akan terbongkar kedok mereka.

"Santai aja Dendy.. Paling sakit dikit main sama kami, kaya digigit semut haha.."

Mereka mulai menahan tanganku, mencumbuku dan merobek pakaianku hingga kancing-kancing bajuku terlepas, "Aaaakhh.. Aaaargghh lepaaas! Keparat kalian aaakh.."

Bagas yang berada di bawah mulai menghisap-hisap penisku setelah menurunkan celanaku sedangkan Anto menyantab habis leher dan dadaku. Tubuhku menegang, aku terus berteriak berharap ada pertolongan.

Bruuukk

Mata Nathan melotot melihat apa yang terjadi di hadapannya setelah dia membuka pintu dengan kasar, "Apa yang lu pada lakuin hah?!!!" teriaknya bringas.

Anto dan Bagas langsung melepaskan tubuhku, mereka berhadapan dengan Nathan dengan wajah gugup sedangkan aku langsung terduduk dan menutupi tubuhku.

"I-ini gak kaya yang lu liat kok.. Dendy yang godain kami!!! Ya gak Gas?" ucap Anto sambil bermain mata dengan Bagas.

Mataku basah, cobaan apa lagi ini.. Kalau sampai Nathan percaya itu dia akan semakin membenciku, apalagi kejadian dulu juga aku yang menggodanya.

Nathan menatapku sangar, aku memberanikan diri menatap matanya yang memerah, "Gak usah bohong lu pada!!! Gue bisa tau mana mata orang bohong mana yang jujur!!!"

Buuuukk! Buuuuk!!

Nathan langsung menghajar mereka berdua habis-habisan, aku geram ingin rasanya ikut serta tapi aku masih shock.

Mereka melawan sesekali tapi tak mampu menahan tendangan bertubi-tubi dari master karate itu.

"Stopp Than! Lu mau bunuh kami hah? Kami minta maaf.. Iya kami yang salah!" ringis Bagas saat Nathan akan menyikutnya.

"Iya Than, udah cukup. Kami emang homo, puas kan lu.. Kami gak bakal lagi ganggu Dendy.. Suerr.." lirih Anto sambil bersujud depan Nathan, disusul dengan Bagas.

"Pergi lu pada!" teriak Nathan sambil menendang mereka. Wajahnya berasap akan emosi. Anto dan Bagas pun berlari keluar toilet.

Tap.. Tap..

Terdengar langkah sepatu Nathan menggema di ruangan toilet itu, tubuhku masih bergetar di pojokan dinding. Nathan menatapku datar dan berjongkok di hadapanku.

Dia melirik bekas-bekas merah di leher maupun wajahku.

"Haah.. Gue bodoh, telat mengetahui ini.." desisnya sambil menunduk dalam.

Nathan mendekatkan tangannya, mengusap pipiku yang basah dan menciumi wajahku dengan lembut. Aku memeluknya sangat erat.

-----

"Rumah yang cukup besar buat lu seorang diri.. Tapi gue seneng kalau lu bisa singkirin tante jahat lu itu. Mereka layak dapatkan ini dari keserakahan mereka."

Aku menunduk lesu. Nathan mengantarkanku ke rumah setelah memberesi keadaanku, aku menyuruh pembantu menyiapkan cemilan dan minuman saat aku mandi.

Aku membersihkan tubuhku habis-habisan karena jijik tubuh ini sudah dijamah orang yang tak aku cintai.

Sedangkan sekarang aku hanya duduk di kasurku dengan piama dan selimut menutupi tubuhku. Nathan melihat-lihat seisi ruanganku dengan tatapan datar.

Terakhir dia menghempaskan tubuhnya ke kasurku, dia tidur di pahaku. Wajahku memerah.

Dia menatapku dengan pandangan datar, lama sekali.. Membuatku salah tingkah dan aku tak bisa membalas tatapannya, hanya mampu membuang muka.

Tapi tiba-tiba dia menarik leherku..

Cup..

Aku terpejam saat merasakan benda kenyal, hangat dan lembab itu menyentuh bibirku, mulai bergerak lembut, penuh cinta dan penghayatan. Ciuman yang berbeda.

Dia mulai bangun, menghisap-hisap bibir dan lidahku, tangannya mulai masuk ke dalam bajuku tapi aku langsung mendorongnya, dia protes, "Ada yang salah?"

Aku mengangguk pelan. Dia menangkup pipiku menatapku dalam, "Kenapa kau meninggalkanku setelah kita bercinta waktu itu? Kau tau apa yang aku rasakan? Sakit!! Aku benar-benar merasa seperti sampah, tega kau.. Habis manis sepah dibuang.."

Nathan menggeleng kuat, "Gak! Gue gak kaya gitu.. Gue cuma kebingungan Dendy.. Gue gak mau jadi gay waktu itu."

"Sekarang?" tanyaku dingin.

"Dengan terpaksa gue harus mengakui.. Kalau gue gay.."

"Untuk mencintaiku, kau tak perlu menjadi gay.. Cukup cintai aku.. Hanya aku.." desisku sambil menggenggam tangannya yang sedikit kasar.

Dia tersenyum dan memelukku erat, aku merasa sangat nyaman dan hangat berada di bahu bidangnya, saat dia mengusap kepalaku dengan lembut. Aku tak percaya, semua ini begitu manis dan lembut. Hatiku serasa melayang ke surga, inikah akhirnya?

Aku berbisik dengan bibir yang sedikit tersentuh kupingnya, "Do you love me?" tanyaku.

Nathan melepaskan pelukan, menatapku dalam dengan senyuman merekah kemudian dia menyambar bibirku.

Menciumku sangat dalam hingga membuatku melayang, dia melepaskan ciumannya kemudian mengecup lagi bibirku hingga berbunyi, dia lepaskan lagi dan itu membuatku menggila. Aku tahan lehernya agar tak melepaskan diri lagi. Aku anggap dia mengatakan cinta juga padaku.

Tapi Nathan melepaskan ciumannya, dia melirik jam tangannya, "Oh ya sayang.. Maaf.. Aku ada janji.. See u next time.." ucapnya sambil mencium pipiku gemas.

Aku tersenyum walaupun harus berpisah, tapi dia tak lagi menggunakan bahasa kasarnya itu and.. See? Dia memanggilku sayang. Rasanya aku sangat berbunga.

Aku meraih tangannya, menggandengnya hingga pintu depan, mata kami terus bertemu dengan senyum-senyum salting, dia mencolek pipiku saat mau keluar sedangkan aku mengemut jarinya membuatnya tertawa.

"Berat sih rasanya ninggalin kamu, tapi nanti kita akan bertemu lagi.. I will miss you.."

"I will miss you too.." ucapku dengan nada manja. Sekilas dia ingin menciumku walau aku mendorong dadanya, "Nanti ada yang liat.." desisku canggung dan mengusap dadanya.

Dia tersenyum lebar saat ingin memasuki mobilnya, tapi dia kembali berlari ke arahku, melumat bibirku dalam-dalam.. Aku mengalungkan tanganku di lehernya dan berjinjit, aku lupa sekarang dengan kondisinya. I really really want him!

Dia melepaskan lagi ciumannya saat kami kehabisan nafas, dia menggigit bibir bawahnya, tersenyum canggung dan mengecup hidungku, "Aku akan kembali.. Jangan khawatir.."

Dan kali ini, Nathan serius pergi.. Mungkin dia sudah puas walau keliatannya berat sekali meninggalkanku, mungkin dia memiliki keperluan lain yang lebih penting dari pada keinginan birahi kami.

Aku masih menyunggingkan senyuman memeluk pintu dan begitu terkejutnya aku melihat Linda menapaki teras, ternyata dia dan mobilnya dari tadi disini. Tapi aku tak menyadarinya.

Linda mengenakan rok super mini dan baju yang sangat tipis tanpa lengan pula. Aku menelan air liurku, apalagi masih ada sisa-sisa horny tadi.

"Kau melihatnya?" desisku khawatir.

"Umm no problem.. Kau tetap lelaki jantan di mataku.." ucapnya sambil memainkan kancing bajuku. Aku sedikit merinding, aku dan Linda memang cukup sering bercinta. Tapi gak lagi buat sekarang.

"Maaf sayang, aku sedang mencoba berkomitment dengan orang lain.." desisku, berusaha mengusirnya secara lembut.

Linda terlihat biasa saja, "Umm gitu ya.. Tapi kita masih bisa berteman kan?"

"Pasti.." ucapku sambil tersenyum.

"I love you.." ucapnya sambil tersenyum lembut.

"I love you too.." aku memeluk Linda erat. Dia adalah gadis luar biasa yang aku kenal, yang sabar dan juga banyak berkorban untukku. Ya walau rada bitchy...

BERSAMBUNG

Oh ya, Putra dan Restu tokoh buat cerbung keduaku, nyempil bentar.. Mau kaya orang2 gitu bikin cerbung yg bersangkutan tokohnya.

Bakso Nano NanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang