Bagian 19

345 18 1
                                    

Bakso Nano-Nano 19

By: Yanz

-Dendy POV-

"Lu yakin masih mau nemuin Nathan?" tanya Bagas ragu. Kami berdiri di depan rumahnya.

"Iya, Gas... Aku mau kepastian dari dia.. Kalau memang dia masih ada hati denganku maka aku akan memaksanya berubah, tapi kalau dia benar-benar tak mencintaiku... Aku terpaksa menyerah.." kalimat terakhir membuat bibirku bergetar. Hatiku benar-benar berat. Tapi aku lelah, aku berhak mendapat kebahagiaan dari dia ataupun orang lain.

Kalau aku dan dia sudah tak ada apa-apa, paling tidak aku bisa mulai mencoba move on, dan berhubungan dengan orang yang mau menjagaku.

"Lu yang kuat ya, gue dukung lu sepenuhnya... Udah hubungin Nathan?" tanya Bagas sambil mengusap kepalaku.

"Udah, aku cuma bisa sms soalnya teleponku gak diangkat.." ucapku lesu.

"Gak usah lesu gitu.. Ayo gue antar ke tamannya.."

"Sipp!!"

"Ciumnya mana?" pinta Bagas sambil manyunin bibir.

"Genit!!" decakku sambil menampar pelan bibirnya kemudian kami tertawa-tawa.

Aku mulai menaiki motornya, memberanikan diri menempel dengan bahunya dan melingkarkan tangan ke pinggangnya sedangkan kepalaku aku sendarkan di tengkuknya. Hangat.

"Gas.." desisku saat di tengah jalan.

"Yoa, napa Dy?" tanyanya.

"Thanks ya sudah bikin aku ketawa-ketawa dari kemarin dan terus lindungi aku dari Nathan.." ucapku di dekat kupingnya.

"Iya gak usah sungkan, itu semua kan karena gue sayang lu.. Gue mau yang terbaik buat lu.. Oh ya, gue belum pernah ya minta maaf tentang pemerkosaan dulu.."

"Aku malu ah bahas itu.." ketusku.

"Hahaha.. Gue minta maaf, waktu itu gue lakuin karena gue gak suka sama sikap lu.. Gue taunya lu cakep tapi nyebelin makanya kami ngerjain, gue dan Anto nyesel kok.. Kami minta maaf Dy, yaa ternyata lu nyenengin juga.. Gue salah nilai orang.."

Aku tersenyum sambil menepuk-nepuk bahunya, "Gapapa... Semua orang pernah nyebelin kok, semua orang pernah baik.. Cuma hidup itu seperti pepatah. Tak kenal maka tak sayang.. Orang yang nyebelin kaya Nathan pun bisa dicintai kalau kita bener-bener ngenalin dia.."

Bagas hanya terdiam, mungkin dia rada bete aku menyebutkan nama Nathan.

Bagas yang melajukan motornya dengan cepat akhirnya sampai taman pusat kota tak sampai 15 menit.

"Kenapa lu milih taman ini buat ketemuan? Rame tau kalau buat ngomongin masalah pribadi.. Apalagi sekarang weekend.."

"Ini tempat kami pertama kali berinteraksi dengan cara yang manusiawi.." ucapku terkekeh, "Tempat dimana pertama kali Nathan jatuh hati denganku.."

"Yeee PD banget lu!" ucap Bagas sambil menoyor kepalaku.

"Ih beneran tau, kami ciuman di bawah situ.. Dekat danau.. Ya walau ga nempel amat.. Yang pasti Nathan kehipnotis sama pesona aku disini!!" ucapku dengan nada ngotot yang kekanakan.

"Haha iya deh percaya.. Oh ya tunggu dulu gue angkat telepon.." Bagas yang awalnya terkekeh mulai meraih ponselnya dan menempelkan ke kuping, "Iya mah ada apa? Ke Hongkong? Sekarang? Siap!" ucap Bagas.

"Kenapa Gas?" tanyaku.

"Mama barusan nelpon, katanya dia butuh bantuan gue di Hongkong. Gue disuruh nyusul sekarang masa.."

"Yaudah kamu ikutin aja apa kata mama kamu."

Bagas mengusap kepalaku sambil menatap khawatir, "Kok rasanya gue berat ya ninggalin lu? Rasanya gue punya pirasat jelek.."

"Alah Gas.. Itu cuma karna kamu terlalu cinta sama aku.." ucapku genit.

"Idih.. Geer lu.." Bagas mengacak rambutku geram. "Tapi beneran hati gue gak tenang.. Lu hati-hati ya.. Gue bisa seminggu gak ada di Indonesia. Kalau Nathan apa-apain lu, langsung inbox FB gue.. Gue bakal stand by.."

"Ga usah repot Gas.." Ucapku sungkan.

"Gak papa kali.. Janji sama gue, kalau lu bakal baik-baik aja.. Gue bakal pergi jauh nih.. Gue takut gak bisa ketemu lu lagi.." ucapnya sambil menyodorkan jari kelingking.

Aku terkekeh, "Iya iya.. Janji.. Waduhh bawelnya.." ucapku gemas.

Bagas memelukku erat kemudian mencium pipiku tanpa izin, mataku langsung melotot. Saat aku pukul-pukul bahunya dia cuma tertawa-tawa.

"Gue pergi ya.." ucapnya menaiki motor. Dia menoleh ke belakang, menatapku lekat sekali. Aku juga menatapnya dan tersenyum.

Saat motornya jalan pun dia terus menatapku melalui spion. Aku terkekeh.. Gini ya rasanya dicintai, menyenangkan juga.

Hmm.. Aku mulai duduk di bangku biasa, aku mendongak menatap pohon yang menutupi posisiku dari matahari. Jam 11, tanggal 1 september 2013.. Hari pertama di bulan september ini aku memiliki banyak harapan, salah satunya yaitu cinta Nathan yang kembali, bulan baru, lembaran baru.

Aku terus mengirimi Nathan pesan, memberi tau posisiku sekarang disini dan aku menunggunya.

Aku duduk kaku saja selama beberapa jam, sambil mendengarkan acara musik di depanku. Taman hari ini ramai sekali, ada banyak penjual, ada banyak orang lewat dari pada biasanya karena panggung di depanku, mungkin hiburan agar taman ini banyak peminatnya. Aku baru tau.

Penyanyinya tak ada yang aku kenal sih, tapi suaranya bagus semua. Mereka menyanyikan lagu dari berbagai genre mulai pop, jazz, rock sampai dangdut. Aku tertawa-tawa sendiri melihat mereka yang heboh berjoget-joget ala caisar saat lagu buka dikit joss dinyanyikan, lagu yang sangat seru batinku. Walaupun liriknya tak pantas.

Tapi mukaku kembali suram begitu sadar Nathan tak juga datang padahal aku sudah duduk disini berjam-jam dan tak ada satupun balasan smsnya. Arlojiku sudah menunjukkan jam 3 sore, panas menyengat, rasanya haus tapi aku tak membawa uang sepeser pun untuk aku belanjakan. Aku berdiri, aku merenggangkan ototku yang kaku karena dari tadi tak bergerak, hingga tulangku berbunyi kriukk kriukk..

Aku kembali duduk dan betapa semringahnya aku melihat seseorang, Heru!! Dia menatapku, matanya sedikit kebingungan, dia menatapku terus dengan lama hingga akhirnya senyum lebarnya muncul, "Mamah Dendy!!" teriak Heru.

"Sayang!" ucapku sambil melambai.

Elsa mamanya Heru memperbaiki kacamatanya, "Eh lo! Lo yang jagain anak gue waktu itu ya... Asik.. Eh gue nitip Heru bentar aja, mau ke toilet!" crocos Elsa.

Aku cuma mengangguk, "Tapi jangan ngilang seharian.." desisku. Elsa mengedipkan sebelah matanya sebelum pergi.

"Helu apa kabal?" ucapku sok cadel.

"Helu baik, mamah?"

Aku terkekeh, haruskah aku menjawab dengan sebutan mamah juga? Ah lucu sekali.. "Mamah baik, Helu ngapain disini?"

"Tau mama elca mau kecini.. Dia jojet-jojet di depan cana tadi.." ucap Heru sambil menunjuk panggung. Aku geleng-geleng kepala, dasar gak berubah juga.

"Helu punya nenek?" tanyaku. Ya paling gak kalau ada nenek dia bisa dijaga oleh orang yang lebih bertanggung jawab.

"Ada.. nenek jaatin mamah elca.. Jaat juja cama helu.." aku tercenung mendengar kalimat Heru, hanya berharap anak ini tetap hidup walaupun mamanya menyesatkan dari pada dijahatin neneknya.

Heru menyodorkan es bungkus yang dia pegang, "Es campul, mamah mau? Helu kenyang.."

Aku langsung semringah.. Kebetulan sekali.. Aku ambil es yang digenggam tangan mungilnya, warna pink rada putih dengan isi buah-buahan campur susu. Aku minum dengan cepat, haaah dahagaku lumayan berkurang. Aku juga ambilin buah di dalamnya, ada melon, nangka, anggur, dan tape singkong. Pipiku kegirangan merasakan sensasi segarnya.

Setelah cukup lama berbincang dengan Heru akhirnya Elsa muncul juga dengan membawa tiga kotak nasi sama air botol mineral, "Hei makan siang dulu yuk.. Perut gue udah kukuruyuk dari tadi keasikan leha lehi... Asik deh cowok-cowok disana pada sekseh ihirrr..." celoteh Elsa sambil duduk di sampingku, dia menyerahkan nasi kotak satu buatku.

"Thanks ya mbak..." ucapku dengan senyuman bahagia karena memang kelaparan.

"NOOO!! Gue gak setua itu... Lu memang anak sekolahan ya tapi tetap panggil gue Elsa el ele es asa elsa..."

"Iya iya Elsa... Mama cantik.." tambahku.

"Ih lo ya, ngegemesin.. Siapa tadi namanya, Dedy?"

"Dendy mah.." koreksi Heru. Aku hanya tersenyum.

"Well, ngapain sendirian? Nungguin disamperin cewek kece kaya gue ya.."

"Geer hehe.. Anu.. Nunggu temen.." ucapku lesu.

"Temen apa pacar hayoo?" Elsa menyenggol-nyenggol aku nakal.

Aku terkekeh, "Calon pacar.." ucapku malu-malu.

"Siapa-siapa? Cantik kaya gue gak?" Elsa semangat rapihin rambut dan bedaknya dengan genit.

"Dia ganteng.." desisku santai. Mulut Elsa ternganga, dia menatapku shock.

"Ah.. Haah.. Haah... Whadafaka... Calon pacar lo cowok?" tanyanya lagi.

"Iya cowok yang sama aku jagain Heru waktu agustusan kemaren.."

"Oh em ji.. Si ganteng judes itu? Em.. Yaampun sayang banget, berkurang lagi stok cowok-cowok ganteng buat digaet.." ucap Elsa menggigit ayam bakar dengan hati teriris.

"Haha sorry ya.."

"Ih lo itu imut banget sih, gemes gue mau culik hihi.. Sayang lu sukanya makhluk berbatang juga.. Jadi pernah gituan?" tanya Elsa sambil memberi tanda kutip di samping kupingnya menggunakan jari.

Aku yang mengunyah nasi sedikit tersedak, "Eumm.. Yaa.." ucapku apa adanya.

"Enak gak? Apa gak sakit tuh.."

"Sakit campur enak sih.." ucapku dengan wajah bersemu.

"Hihi lo manis deh kalau memerah gitu, oh tunggu ada telepon? Iya ma? Ah ya.. Segera. Dah dulu ya manis, mertua bawel gue kumat... Ih kapan ya gue racunin tuh orang, bawel banget.." ocehnya dengan mulut termiring-miring ala so imah.

Aku hanya tersenyum, "Hati-hati.. Thanks makanannya.." aku melambai pada mereka berdua. Heru menatap suram ke arahku dan membalas lambaian perlahan.

Sendiri lagi..

Terbawa suasana gersang lagi..

Aku kembali duduk sendiri, pinggangku terasa mulai nyeri.

waktu terus berlalu dan angin malam juga menjadi saksi kesunyian malam ini. Aku tetap bertahan. Sengaja jarang aku mainkan handponeku, agar batrainya bertahan lama.

Hanya aku gunakan untuk meng-sms Nathan, setelah itu hanya aku tatap tanpa aku sentuh. Sebelum tidur aku memasukkan ponselku ke dalam kantong, aku mulai membaringkan tubuhku di kursi panjang itu.

Aku tak berani bergerak jauh, aku takut saat aku pergi Nathan malah datang, pipis pun aku cuma di balik pohon itu. Aku mencuci muka di danau bawah.

Siang berikutnya sangat menyengat, rasanya kulit putihku iritasi saking panasnya, rasanya ingin menceburkan diri ke danau saja. Tapi aku bertahan duduk. Aku kembali mengirimi Nathan pesan. Kutatap Wallpaper foto Nathan berdua dengan Heru. Ceria dan manis.

Aku menghela nafas, apakah Nathan hanya impian buatku? Nathan, andai kau tau aku menunggu selama ini dan aku tak menyerah.. Ya alam pun tak akan bisa mengalahkan tekatku Nathan..

Aku tetap menunggu.

Malam tiba dengan gemuruh yang tak menyenangkan, langit gelap gulita hingga menutupi terangnya sinar bulan dan bintang, angin deras, petir menyambar hingga akhirnya badai besar menerpa.

Aku bisa merasakan butiran besar air hujan menjatuhi kulitku, sakit juga. Apalagi ada beberapa ranting berjatuhan, aku sedikit paranoid jika pohonnya roboh. Haruskah aku berlari dan berteduh?

Tidak, seperti film biasanya, orang yang ditunggu datang disaat hujan seperti ini. Aku tetap bertahan. Tubuhku menggigil, aku berharap handphoneku tak basah dan aku letakkan di kantong bagian belakang.

Aku mencoba memejamkan mata dengan posisi duduk, tapi susah tidur. Aku kembali membuka mata walau penglihatan kabur. Nathan, kau dimana? Kenapa disaat seperti sekarang kau tak datang?

Apakah harapan itu hanya ada di dalam film dan cerita? Apakah di dunia nyata meluluhkan hati seseorang itu tak mudah? Aku menangis deras... Posisi yang terpuruk dalam kegelapan dan kesendirian. Aku menggigil terlebih saat badainya reda, rasa dingin itu semakin menusuk di pagi hari.

Kepalaku sangat sakit, rasanya aku terserang demam, hidungku juga lembab dan pilek. Aku batuk berkali-kali. Nathan, tolong datanglah.. Aku sangat berharap..

Aku tertidur.

Paginya, sekujur tubuhku tak bisa aku gerakkan, tubuhku terasa mati. Kepalaku benar-benar menggigit, perutku yang maag mual luar biasa. Yang aku bisa lakukan cuma menggigil, ingatan dan otakku memang berfungsi tapi membuka mata saja aku tak mampu. Apa yang terjadi? Apa aku sekarat?

Aku bisa mendengar beberapa langkah di depanku. Hari ke tiga aku di bangku ini, aku mendengar musik di panggung itu kembali mengalun indah. Seorang wanita dengan suara lembutnya menyanyikan sebuah lagu yang sangat dalam buatku.

"Telah.. Lama aku bertahan.. Demi cinta wujudkan sebuah harapan..

Namun kurasa cukup ku menunggu, semua rasa tlah hilang..

Sekarang aku tersadar cinta yang kutunggu tak kunjung datang apalah arti aku menunggu bila kamu tak cinta lagi...

Namun kurasa cukup ku menunggu.. Semua rasa tlah hilang...

Sekarang aku tersadar cinta yang kutunggu tak kunjung datang apalah arti aku menunggu bila kamu tak cinta lagi...

Dahulu kau lah segalanya... Dahulu hanya dirimu yang ada di hatiku namun sekarang aku mengerti yeaa tak perlu ku menunggu sebuah cinta yang semu... Huu huu..

Sekarang aku tersadar cinta yang kutunggu tak kunjung datang apa lah arti aku menunggu bila kamu.. Tak cinta lagi..."

Air mataku menetes dalam pejaman mataku, lagu itu.. Kenapa sangat memposisikan diriku? Apa aku juga tak perlu menunggu cinta semu ini? Aku sesegukan, aku gak bisa menggerakkan tubuhku, bibirku bergetar menyebutkan nama Nathan. Dadaku sesak, kenapa sesulit ini menerima kenyataan Tuhan? Kenapa cintaku sedalam ini? Dan aku tak dihargai.. Haruskah aku mati dulu baru aku bisa melihat siapa yang membutuhkanku?

Hidungku lembab karena ingusku yang merembes bercampur air mataku, aku membelakangi jalan dan menghadap ke arah sendaran kursi jadi tak ada yang menatap wajah kacauku.

Aku tak tau lagi harus apa sekarang, berdoa agar mendapat pertolongan segera? Atau aku pasrah saja dengan rasa sakit luar dalam yang aku rasakan, yang membuatku terpukul adalah ketidak pedulian Nathan..

Tak bisa kah dia datang sebentar. Hengh.. Sudahlah Dendy, jangan bodoh... Sikap Nathan sekarang, anggap saja dia tak mencintaiku lagi.

Opiniku itu membuatku semakin histeris, sejauh ini yang aku korbankan apakah tak bisa membuatnya kembali padaku, Tuhan?

Aku membutuhkannya. Aku perang batin, betapa sesaknya. Hingga suara teriakkan seorang cewek mengejutkanku.

-Nathan POV-

Dendy tak lagi balik, kupikir misiku berhasil untuk mengusirnya tapi ternyata ada banyak pesan darinya. Aku malas membuka pesan itu, hanya menatap layar HP yang makin lama makin menumpuk saja pesannya, sampai tiga hari pun aku tak membuka HP itu, pesan pun sudah tak ada lagi dari tadi pagi.

Aku penasaran dengan tiga puluh pesan masuk itu, apa sebenarnya isinya? Lalu kubuka, sebagian besar dari Dendy.

-Nathan, maukah kau menemuiku untuk terakhir kalinya jika memang tak ada lagi kesempatan buatku?-

-Nathan..-

-Aku ada di taman biasa, duduk di bangku pertama kali kita mengobrol dengan hangat.-

-Aku menunggu..-

-Tetap menunggu sampai kau datang..-

-Aku tak akan pergi dari bangku ini, aku akan tetap menunggu meskipun lapar, panas dan hujan.. Datanglah..-

Aku terhenyak, apa dia masih duduk di bangku itu? Aku berlari ke arah pintu. Tapi begitu memegang gagang pintu, pemikiran itu datang lagi. Halah.. Buat apa aku perduli. Dia tak penting.

Tapi jika dia tetap menungguku... Sudah tiga hari, pantas saja dia tidak masuk sekolah. Apa dia senekat itu? Apa di malam yang dingin menusuk itu dia tetap menungguku? Apalagi kemarin malam ada badai besar karena kemarin siang cuaca sangat panas. Bagaimana keadaannya? Apa dia makan selama tiga hari itu? Aku memejamkan mata sial!!!! Sial... Kenapa aku perduli, kenapa aku sakit!! Tuhan.. Hentikan cinta yang menyiksa ini!!

Aku kembali, menghempaskan tubuh ke kasur mengangkat buku ke wajahku namun tiba-tiba ada yang mendobrak pintu kamarku.

BRUUUKK!!

"Munif?" desisku.

BERSAMBUNG

Mau klimaks kedua nih... Komentarnya ditunggu.

Bakso Nano NanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang