Bakso Nano-Nano 17
by: Yanz
-Nathan POV-
"Engh.." Dendy mulai menggerang kecil, jari-jarinya mulai bergerak. Saat dia bangun tidur, dia mulai menatapku dan tersentak, "Na-Nathan!" namun hanya sebentar keterkejutannya, seperti biasa dia hanya dia terdiam lemas.
Aku terus menusuk lubangnya dengan cepat, wajahnya terlihat kesakitan dan itu jadi hiburan buatku yang makin lama makin terobsesi dengan ekspresi kesakitannya. Manis sekali buatku.
Belakangan ini libidoku naik, aku jadi seperti maniak sex yang selalu ingin melakukannya. Tiap malam aku menyetubuhi Dendy dan paginya pun aku sengaja bangun sangat pagi, sebelum dia bangun aku sudah melakukannya lagi.
Meskipun begitu, aku tetap membencinya.
Aku adalah type orang pendendam, susah sekali menghilangkan dendamku ini walau kadang aku kasian padanya. Tapi selalu saja kebencianku muncul saat melihatnya.
Aku juga tak pernah lagi menemui Munif, mungkin dia akan marah besar jika tau aku melukai adiknya yang manis ini.
Aku kesal dengan Munif, kenapa orang yang aku cintai pernah jadi miliknya! Pernah having sex pula.. Aku hanya dapat sisa.. Sisa dari teman kencan aku sendiri. Ini kisah cinta yang rumit, ditambah lagi aku tau Dendy memiliki cewek aku benar-benar merasa dihianati.
Saat pertemuan waktu itu, aku terdiam bagai orang dungu, shit.. Kenapa aku harus mengenal mereka dan jatuh cinta sedalam ini, rasa sakit nan kecewa itu membuatku benci hal-hal yang berhubungan dengan mereka.
Aku ingin hidup baru jauh dari mereka agar lukaku cepat sembuh, tapi sialnya Dendy begitu kekeuh mendekatiku. Aku ingin jauh darinya agar bisa hidup normal seperti dulu. Sehingga aku sengaja membuatnya jengah terhadap sikapku.
Dendy akhir-akhir ini tak pernah menegurku lagi, dia hanya mengikutiku dan menuruti perintahku layaknya budak. Mungkin dia sadar jika apapun yang dia katakan ujung-ujungnya aku bentak, sehingga dia memilih diam.
Kadang aku menendangnya agar melihat wajah meringisnya yang sexy, itu membuatku horny..
"Cepat mandi dan berpakaian nanti aku mau ke festival di taman.." perintahku, kebetulan sekarang hari minggu dan bulan agustus maka taman itu rame. Aku menghembuskan asap rokok. Awalnya Dendy menegurku agar tak merokok tapi aku membentaknya jadi dia hanya diam.
Dia menatapku dengan tatapan bingung, apa dia berpikir aku mengajaknya kencan? "Hoi apaan lu liat-liat.. Cepetan!"
Dendy kelihatan panik kemudian berlari sambil membawa selimut ke kamar mandi.
Aku memejamkan mata dan mendongak. Haah.. Rasanya sesak, apalagi yang harus aku lakukan agar dia menjauh?
Jujur, jika di dekatnya aku ingin mengusapnya dengan lembut, memanjanya dan mengecup bibirnya lembut. Tapi aku benci dia, sakit jika terus begini..
Aku juga sakit jika harus menyakitinya, tapi ini pilihanku. Dia sudah seharusnya mendapatkan pelajaran atas kejadian itu. Dan dia harus pergi dari hidupku agar sakitku berkurang.
Sekitar tiga menit dia di dalam kamar mandi, aku langsung mengetuk kamar mandi dengan kasar, "Woi.. Lama amat lu!! Keluar.."
Terdengar suara air di dalam semakin deras, mungkin dia membilas badannya, gak lama kemudian dia membuka pintu, dia mengenakan handuk kecil di pinggangnya, rambutnya masih basah, kulit putih kemerahannya kelihatan segar setelah mandi apalagi bibir kemerahannya yang sedikit bergetar itu membuatku gelisah. Rasanya aku horny lagi menatap sosoknya yang seperti sekarang.
Kutarik pinggangnya dan mengecup lehernya, "Na-Nathan.. Ah.. Jangan.."
"Apa lu bilang?!!!" bentakku.
Matanya berkaca-kaca, tubuh mungilnya bergetar, "Tolong.. Jangan, aku masih sangat lelah.."
"Lu pikir gue perduli hah?" aku mengangkat tubuhnya dan menghempasnya ke kasur dan menarik handuknya. Terlihat banyak bercak merah bekas gigitan dan hisapanku di tubuhnya.
Tangannya kali ini menahan dadaku walau aku tetap menciumi tubuhnya, "Aaaargghh.. Jangan.. Sakit Than.. Bukannya tadi malam dan barusan sudah, tolong jangan! Sakitt.." lirihnya dengan air mata yang mulai mengalir, baru kali ini aku melihatnya menangis untuk beberapa hari ini semenjak tinggal bersamaku. Apa sesakit itu? Aku menatap handuk yang ada tetesan darah darah, hah.. Jangan-jangan dia pendarahan.
Aku terdiam, mendadak tubuhku jadi dingin.. Kenapa aku jadi hypersex begini, bahkan aku melukainya. Aku turun dari badannya perlahan, masih dengan wajah datar.
Dia bergerak meraih handuk untuk kembali menyelimuti pinggangnya, perlahan dia berjalan menjauhiku walau dengan terpincang dan ada darah yang mengalir di pahanya. Dia masuk kamar mandi kembali untuk membersihkan badannya.
Oh shit.. Aku langsung memijat kepala dan memejamkan mata, berusaha tak memperdulikannya. Aku tak boleh kasihan.
-------
Aku menengok ke belakang, Dendy tertinggal jauh. Haah merepotkan saja, dia lelet sekali. Jalannya pincang berusaha mempercepat langkah ke arahku, wajahnya berkeringat dengan kening yang berkerut. Dia tak protes apapun walau langkahku cepat, tapi aku memperlambat langkahku supaya dia tak tertinggal lagi.
Aku ke festival di taman biasa, ada banyak acara disini dalam rangka kemerdekaan. Ada bazar, lomba, wahana-wahana kecil. Ada banyak bendera merah putih dimana-mana.
Di sebelah kiri terlihat ada orang yang berdiri dilempari balon air, ada panjat pinang, ada banyak yang jualan, di depan juga masih ada banyak.. Seperti pasar malam.. Orang-orang pada berkumpul dan antusias berdatangan.
Aku memutuskan berhenti di depan permainan balon air, kulihat ada banyak boneka sebagai hadiahnya. Gak tertarik sih dengan hadiahnya, cuma ada ide jahat saja dalam benakku.
Aku memberikan uang karcis pada pemiliknya, lalu ada partnernya bersiap berdiri di balik papan yang bergambarkan badut, wajahnya dimasukkan dalam lubang dan sasarannya adalah wajah dalam lubang itu. Tapi aku memanggil petugas itu, "Mas minggir.. Biar dia saja yang jadi target.." ucapku sambil menunjuk Dendy.
Aku menggerakkan daguku sebagai isyarat, terlihat Dendy mengangguk dan berjalan pelan ke balik papan tadi. Kuambil balon air di dalam baskom tadi, warnanya merah dan besarnya lebih kecil dari genggamanku, aku melambung-lambung balonnya tiga kali. Jarakku berdiri ke arah target sekitar tiga meter, lumayan gampang, lalu aku mulai lemparkan dengan kuat.
PLASSH!!
Damn.. Meleset.. Aku ambil balon warna biru sekarang, warna keberuntunganku tak akan meleset..
SPLAASSH!!
Yesss!!! Kena, terlihat mata Dendy terpejam saat balon itu membasahi wajahnya. Aku berjingkrak dan tertawa lepas, saat aku melirik Dendy, dia malah tersenyum dan aku langsung memasang wajah ketus lagi, "Apaan lu senyum-senyum?"
Dendy keluar dari balik papan, menunduk dan berbicara pelan, "Maaf.."
Aku tak menggubrisnya, saat aku akan melangkah menjauh tiba-tiba petugas tadi memanggil, "Mas silakan hadiahnya.." ucapnya sambil menyerahkan boneka beruang kuning nan besar, aku mengerutkan kening. Siapa yang butuh boneka? Tapi aku tetap mengambilnya dan melemparnya ke Dendy, dia tersenyum dengan wajah memerah. Aku berjalan lurus tanpa memperdulikannya.
Kaki mungilnya yang berjalan sedikit berjinjit dan pincang itu mengekor padaku, aku berhenti dan menatapnya, "Ngapain sih lu di belakang?! Jalan samping gue sini!" ucapku ketus, nyaris membentak. kutarik bahunya.
Dia tersenyum, walau menyembunyikan bibirnya di balik boneka tapi aku tak bisa tertipu dari binar matanya yang bahagia.
Dia yang terpincang sering tertinggal langkah karena lamban, aku harus berkali-kali menghentikan langkah hanya untuk menunggunya, kadang aku geram tapi aku tahan bentakanku karena ini di depan umum.
"Huaaa.. Papa..." tiba-tiba ada seorang balita menarik celanaku sambil menangis memegang matanya. Orang-orang melirikku dengan tatapan sinis karena bocah itu tetap menangis meraung-raung. Aku terdiam canggung sambil memasang wajah horror, gila saja kalau orang-orang percaya pemuda 17 tahun sepertiku sudah memiliki anak?
Aku menghela nafas gugup, terlihat Dendy menahan tawa, "Apaan sih lu senyum-senyum!" bentakku kesal.
"Hei.. Aku baru tau kau sudah jadi papa..." ejek Dendy.
"Enak saja! Dia bukan anak gue!" aku memasang wajah kesal.
Dendy membungkuk, diletakkannya boneka tadi di kakiku. "Adek, mamanya mana?" tanya Dendy sambil menggenggam tangan balita tadi.
Balita yang tadinya matanya terpejam sambil menangis kini membuka mata dan isakannya berhenti, "MAMA!!" teriaknya sambil memeluk Dendy.
Aku menutup mulut dengan tangan, kemudian terbahak sejadi-jadinya, "Bwahahaha... Gila!! Lu malah dipanggil mama!!!" teriakku sambil menunjuk-nunjuk wajah Dendy.
Dia mengerutkan kening menatap wajahku, kemudian tersenyum. Digendongnya bocah itu dan memainkan tangannya sambil melambai-lambaikan tangan bocah itu ke arahku, "Ayo chayang.. Salam sama papah.." ucap Dendy cadel kepada bocah cowok sekitar 4 tahun itu.
"Ih apaan sih lu? Cepetan antar ke panitia.. Ortunya pasti nyariin.." ucapku ketus.
"Nanti aja ya? Kita ajak main dulu nih anak.." ucap Dendy memelas.
"Gak.. Gue bilang balikin.."
"Hikh.. Huaaa.. Papa.." ucap bocah itu sambil mengarahkan tangan ke arahku seolah minta gendong. Dendy mengarahkan balita tadi tapi aku menggeleng keras.
"Ayolah.. Nanti nangisnya makin kenceng. coba liat, kita jadi pusat perhatian.." ucap Dendy.
Aku memutar bola mata tanda kesal, terpaksa aku gendong bocah itu. Lumayan berat, tapi wangi juga bau bedak sama minyak kayu putih. Balita ini juga sangat manis, mengenakan topi, berkulit putih, pipi tembem dan mata mengkilat yang besar. Mirip Dendy.
Dendy mengambil boneka tadi, memain-mainkan boneka itu membuat si balita jadi tertawa, "Ayo nama kamu ciapa?" ucap Dendy dengan suara imut. Aku tersenyum tipis melihat tampang polosnya, dengan nada cadel, memainkan boneka di depan seorang balita.
"Helu.." ucap balita itu sambil mengemut telunjuknya. Dendy mencoba menarik tangan bocah itu.
"Namanya Heru kali, cuma dia kan cadel.." ucapku sambil menatap mata Heru yang juga menatapku dalam. Aku gemas dan mencium hidung Heru.
"Helu mamanya manah?" tanya Dendy.
Tapi Heru malah menunjuk wajah Dendy. Aku menahan tawa, "Terima nasib aja muka lu kaya cewek!" cibirku.
"Apa kau mau bilang aku cantik?" tanya Dendy. Tapi aku hanya diam saja, apa-apaan nih anak.. Males sudah. Aku membalikkan badan dan membawa Heru menjauh, aku menimang-nimang Heru sambil memasang wajah lucu, dia tertawa-tawa melihat wajahku.
Sedangkan di belakang aku merasakan Dendy memegang ujung bajuku, aku menoleh. Dia tersenyum sambil menunduk, "Kau ayah yang baik.."
Tapi aku malah menatapnya ketus, "Beliin ice cream gih.." ucapku sambil nyodorin sejumlah uang.
Dendy pergi ke penjual es krim menggunakan motor dan membunyikan musik, tak jauh dari tempat kami berdiri. Aku sendiri masih bermain dengan Heru, dia mengacak-acak wajahku dan tertawa-tawa jika aku mengejutkannya dengan wajah konyolku.
Aku memang cukup suka dengan anak kecil, walau kadang menganggap mereka merepotkan. Tapi gak bisa aku tolak jika kenyataannya anak kecil itu lucu. Aku jadi ingin memiliki anak.
Aku memain-mainkan jari Heru, kami main hom pimpa dan aku pura-pura kalah biar dia senang, padahal dia tak mengerti sama sekali permainan itu tapi ya namanya anak kecil, polos sekali. Dia hanya tertawa-tawa melihat wajah kekalahanku
Tak lama kemudian datanglah Dendy membawakan tiga batang ice cream, dilepasnya kulitnya dan memberikan pada Heru ice cream rasa coklat. Saat Dendy menyerahkannya padaku, aku menggeleng. Dia tertunduk memegang dua batang ice cream.
"Pah.. Atu mau naik itu.." ucap Heru sambil menunjuk kincir angin dan dia mulai menjilat ice creamnya.
Aku melirik kincir angin yang lumayan besar itu, "Gak.. Adek belum boleh naik itu.."
"Gapapa kali, Than.. Asal kita berdua ikut ngawasin.." ucap Dendy.
Aku terdiam sejenak, apa gapapa ya buat mental Heru? Takutnya dia malah histeris. Tapi keliatannya kincir angin itu pelan saja, lagi pula dia anak yang aktif pasti mentalnya kuat.
Aku pun memantabkan hati untuk mengantri kincir angin, ada tiga orang saja di depanku jadi tak terlalu lama. Setelah membayar aku pun duduk sambil memangku Heru dan Dendy duduk di hadapanku.
"Mama jendong atu.." rengek Heru dengan tangan mungilnya yang mengarah pada Dendy. Aku pun mengangkat tubuh kecil itu untuk ke gendongan Dendy. Mereka serasi sekali, aku pun berinisiatif mengambil iphoneku dan mengarahkan ke mereka, "Liat kemari.."
Dua pasang mata imut itu menatapku, Heru di pangkuan Dendy dan Dendy memeluk dari belakang.
Clik..
Hmm manis sekali, aku langsung menjadikan wallpaper. "Eumm.. Kau juga mau berfoto dengan Heru?" terlihat Dendy mengeluarkan BBnya. Aku mengangkat kening sejenak kemudian mengangguk sambil mengangkat Heru ke pangkuan.
Aku meraih tangan Heru untuk aku ajak melambai ke kamera dan kami tersenyum lebar saat dipotret. Aku terdiam canggung sejenak, "Bertiga?" tanyaku sambil mengacungkan iphoneku.
Wajah Dendy tersentak dan memerah maksimal, dia berusaha menahan senyumnya walaupun akhirnya dia tak bisa menahan senyumannya. Dia pun mengangguk.
Dendy duduk di sampingku, aku menarik pinggang mungilnya agar merapat, pipi kami bersentuhan sedangkan kepala Heru di bawah dagu kami dan.. Clik..
Bagus juga, aku tersenyum tipis sedangkan Dendy berganti tempat duduk dengan cepat. Dia masih memegang keresek berisikan dua batang ice cream tadi, terlihat dia mulai menghisap cairan ice cream yang meleleh melalui lubang plastiknya. Wajahnya semakin imut.
"Papa ga tium mama?" tanya Heru.
Pruuutt!!!
Dendy langsung tersedak mendengar kalimat itu dari anak polos, dia terbatuk-batuk sambil membulatkan mata tak percaya.
Aku tersenyum, kutarik leher Dendy saat bibir kami bersentuhan Dendy mendorong dadaku, "Gak baik jadi tontonan anak kecil.." ucapnya gugup. Bibirnya terasa dingin tadi.
Aku menjilat bibirku yang bekas ice cream di bibir Dendy. Kemudian memasang mimik sok cool lagi.
Hari itu kami menaiki banyak wahana, menonton perlombaan bahkan Dendy ikut lomba karung karena dipinta Heru, Dendy sampai jatuh karena aku baru ingat dia pasti masih nyeri di 'area' sana. Tapi wajah Dendy terlihat girang.
Kami juga makan banyak jajanan, sesekali aku iseng menjilat bibir Dendy karena saus makanannya belepotan, dia salah tingkah dan sedikit khawatir namun tak masalah karena kami di dalam wahana kereta yang cuma ada kami bertiga di dalamnya.
Sampai jam dua rasanya seluruh tempat sudah kami kunjungi, tapi gak juga ibu si Heru ketemu, "Gimana kalau kita bawa ke panitia aja minta diumumin?" tanyaku.
Wajah Dendy terlihat tak senang, "Ah.. Tapi aku masih ingin bermain..."
"Gak bisa, nih anak bukan punya kita. Ortunya pasti panik nyariin.. Lu juga pasti bakal panik kan kalau anak lu ilang?"
Dendy terpaksa mengangguk lesu sambil memain-mainkan tangan Heru. Kebetulan panitia tak begitu jauh, dia pun berteriak menggunakan mike untuk mengumumkan penemuan Heru di post ini.
Cukup lama kami menunggu hingga bergantian menggendong Heru dengan Dendy, dia pun tertidur di bahuku. Pasti dia sangat kecapean.
Akhirnya datang juga mamanya. Aku cengok to the max, ibunya gaul banget. Seorang cewek muda yang umurnya kira-kira baru 20-an, menggunakan rok mini, tank top, rambut panjang ikal, make up ala syahrini dan kacamata dijadikan bando di kepalanya. Tangannya yang membawa tas mini terlihat lentik, "Yaampun... Akhirnya anak gue ketemu juga!" ucapnya panik sambil mengambil Heru dari gendonganku. Heru yang terkejut langsung menangis dan memukul wajah mamanya, "Heru jangan jahat sama mama ya!" ucapnya ketus.
Aku dan Dendy berdiri, "Oh ya, thanks banget ya udah jaga anak gue.. Gue panik banget tadi dan nyesel udah abaikan dia, habis tadi ketemu cwok populer di sekolah gue waktu SMA, gila ya makin keren aja dia, kaya boyband gitu.. Gue sampe pasang mata blink-blink ulala.. Haha trus gue cuma taruh Heru bentar doang dekat kaki eh ngilang.. Ampun deh nih anak hobi banget bikin gue panik."
Aku dan dendy spechless melihat gayanya yang ceriwis dan heboh, "Lain kali jaga anak lu baik-baik.. Gue khawatir ninggalin Heru sama ibu kaya lu.."
Cewek itu ketawa, "Jangan khawatir.. Gue bisa diandelin. Oh ya gue Elsa. Kalian siapa?"
"Dendy..." ucap Dendy sambil menyambut salaman Elsa, tapi cewek itu lama salamannya gak mau lepas sampai aku yang menggeplak tangannya.
"Nathan.." aku menggenggam tangannya sekilas. Aku tau cewek ini, sering diomongi orang-orang sebagai mama gaul yang pernah bawa anak ke diskotik karena penjaganya itu temennya, dia hobi kaya anak muda tapi selalu membawa anaknya kesana kemari. Keliatannya Heru kurang suka dengan kehadiran mamanya, "Atu mau mama itu ajah.." ucap Heru sambil menunjuk Dendy. Kupikir dia balita bodoh yang gak tau mamanya ternyata dia sengaja menggantikan mamanya karena mamanya memang menyebalkan.
"Ah sayang, kamu jangan gitu.. Kita beli helikopter ya?" bujuk Elsa.
"Mau mau!" teriaknya girang.
Elsa mengedipkan mata ke arah kami, "Kalian imut banget, invite pin gue ya.." ucapnya menyodorkan kertas sebelum pergi. Terlihat Heru melambai dengan wajah lesu ke arah kami.
Kami tersenyum memasang wajah konyol sambil melambai.
Aku merangkul bahu Dendy, dia terlihat sangat sedih dan aku mengusap kepalanya.
Oh shit.. Buat apa aku baik padanya?! Ingat fokus Nathan, buat dia tak betah!!!
BERSAMBUNG
Thanks buat Rifuki, Ryan, martha dan ihdi yang bantuin gue bikin part ini karena awalnya gue gak mood banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bakso Nano Nano
RomansaNathan seorang remaja nakal dan susah diatur mulai menemukan jalan hidupnya setelah bertemu dengan tukang bakso yang muda dan tampan