Bagian 13

419 22 3
                                    

Bakso Nano-Nano 13

By: yanz


KILAS BALIK: part sebelumnya dendy dan nathan sudah berbaikan karena menemukan fakta bahwa bagas dan anto lah yang selama ini menjahili dendy. Mereka ke rumah dendy namun sayang saat bermanja-manja nathan mengingat janjinya dengan seseorang dan harus meninggalkan dendy sementara.

-Nathan POV-

Aku mengerutkan kening, mataku sedikit bergoyang, kubuka mataku perlahan. Aku terdiam.

Hmm? Aku mencium aroma yang tak enak, aku mengedip-kedipkan mata. Anjritt asem banget nih bau..

Kuraba atas kepalaku karena merasa ada yang menekan kepalaku. Hm.. Berbulu? Gembul? Aku bangun dan berteriak, "Kamfreeeet!! Kucing lu boker di kepala gue, Muniff!!!" teriakku histeris saat merasakan benda nyenyek yang menempel di rambutku.

Munif yang tidur di sampingku mengucek-ngucek mata, kukejar dengan bringas kucing tadi dan menendangnya sampai mental, "Apa-apaan sih Nathan? Pagi-pagi kok berisik?!"

"Kucing lu tuh boker di kepala gue huaaa... Masa dia tidur di kepala gue lengket bau.. Hoeek.."

Munif tertawa gelak melihat expresi histerisku, "Ayo ayo sini aku mandiin.. Aduh ada-ada aja.."

Aku masih sibuk melempari kucing yang terpojok di dekat pintu tadi dengan sendal. Tapi Munif membukakan pintu agar kucingnya kabur.

Dia masih tersenyum menatapku yang marah dan menarikku ke kamar mandi.

Munif memakaikan masker di hidung dan mulutku saat dia menyiram kepalaku, aku hanya bisa terpejam.

"Halah lebay ah kamu Than, dikit doang nih nempel di rambutmu. Paling kan dia habis poop baru tidur di atas kepalamu.. Rambutmu sih gak dicukur, makin panjang aja nih.. Dia kan seneng nyari kehangatan."

"Bawel ah.. Pokoknya kepala gue bau sekarang.. Bersihin!" omelku ketus.

Nyaris satu botol shampoo yang Munif pakai buat mengubek-ubek kepalaku. Dia mengacak-acak kepalaku sampai bajuku basah..

"Nyantai dong lu.. Tuh ngubek-ubek kepala gue apa mau ngajak ribut.."

"Haha.. Maaf Than.." Munif memeluk leherku dari belakang dan mengecup leherku. Aku merinding.

Ya kemaren sore aku izin dengan Dendy karena aku ada janji pada Munif, tapi aku tak bilang sih apa alasanku terpaksa meninggalkannya.

Aku makan malam bersama Munif di restoran nusantara karena dia lebih suka makanan lokal dari pada makanan luar. Kami sangat lahap makan dengan suasana yang romantis.

Malamnya aku menginap di rumah Munif, kami tidur di atas kasur yang diletakkan di lantai karena ranjang Munif yang kemarin patah saat kami berniat do 'this and that'.

Aku dan Munif hanya bermesraan sepanjang malam, aku hanya akan bercinta dengan pilihanku nanti. Sesungguhnya aku juga belum pernah ML yang mendalam bersama Dendy. Aku dan dia hanya orgasme tanpa anal.. Bisakah itu disebut ML? Entahlah..

Yang pasti aku mengalami sedikit kemajuan dengan Dendy dibanding Munif karena aku belum pernah orgasme bersamanya, haruskah aku mencicipi Munif?

Umm mereka memiliki kelebihan sifat yang masing-masing berbeda dan sama-sama melengkapiku, mungkin jalan terakhir adalah making love?

Ah.. Aku benar-benar merasa jalang jika terus berlama-lama menjalin cinta dengan dua orang yang berbeda. Tapi aku benar-benar harus selektif, jangan sampai salah.. Karena ini masalah hatiku.

"Sekalian mandi aja deh.." bujuk Munif sambil menarik-narik bajuku.

"Umm ya.. Gue mau mandi dulu, keluar gih.." ucapku sambil mendorong dadanya agar keluar kamar mandi.

Tapi dia tak mau mundur, aku mengerutkan kening, "Mandi bersama saja biar hemat air.." ucapnya dengan menggigit bibir.

Aku merinding menatap wajah mupengnya itu, apaan.. Pasti ada niat terselubung, "Gak ah.. Ntar khilaf lagi.. Malah terjadi hal-hal yang diinginkan.."

"Hal yang diinginkan?" tanya Munif sambil menaikkan kening dan tersenyum nakal.

"Nif jangan natap gue kaya gitu napa.."

Munif langsung menerkam tubuhku hingga terpojok ke dinding, tangan kami bergenggaman, kulit hangatnya menyentuh kulitku. Dia menggesek-gesekkan tubuh kami.

Munif menjilat pipiku hingga turun ke leherku, aku menggerang, "Aaarghh geli.. Eummhh jangan Nif.."

"Kenapa hmm?" bisiknya sambil menjilat dan menggigit pelan kupingku. Aku meremas pinggangnya dan mengejang.

Munif meraba dadaku dan aku mendorong dadanya saat dia mulai menciumku, "Gue masih ngambek sama kucing lu!" ucapku ketus.

Munif tertawa dan kembali mengecup bibirku, "Iya aku minta maaf nih buat kucingku, boleh ya?" pinta Munif dengan tatapan memohon, dikecupnya rahangku.

Aku sebenarnya mau tapi ragu, nanti akan terjadi hal yang lebih... Sedangkan aku bertekat tak akan melakukan anal dengan siapapun sebelum resmi.

Aku menggeleng lemah tapi Munif masih nakal memainkan nippleku, membuat nafasku terengah-engah, dilahapnya dadaku dan menghisapnya gemas, "Aaaakkhh.. Munifff... Eekkhh.. Geli... Aaaaahhh.. Udaah.. Jangan aaaahhh..." erangku sambil meremas rambutnya.

Munif meraba perutku, tangannya menurunkan celanaku, memainkan penisku dan aku sangat tersentak saat jari-jarinya melesak masuk di dalam lubangku.

Aku menggigit bahunya geram, saat aku mencoba menikmati sensasi itu tiba-tiba bayangan wajah seseorang muncul dalam benakku, "Dendy.." bisikku dalam hati.

"Nif udah.. Eummmhh aaah.." Munif mulai lepas kontrol dan cumbuannya semakin panas tapi aku membentaknya, "Munif gue bilang CUKUPP!!!"

Munif terdiam, badannya mundur perlahan, ditatapnya mataku tanpa berkedip dan tatapannya sangat dingin. "Kenapa?" tanyanya dingin.

Aku menggigil, mataku berkaca-kaca, aku terduduk. Kupeluk lutut erat-erat dan rasanya aku merasa sangat kotor jika mengingat Dendy.. Aku tak mengerti.. Tiba-tiba saja aku memikirkan perasaannya dan kurasa... aku lebih mencintainya...

--Munif POV--

Aku menggigit bibirku pelan, apakah tindakanku tadi masih salah? Sepertinya Nathan kembali shock, aku bingung dengan Nathan... Entah apa yang ada di dalam pikirannya? Aku yakin dia mau bercinta denganku dan menaruh perasaan padaku. Tapi dia seolah ragu..

Nathan adalah orang terumit yang pernah aku kenal. Kadang dia A kadang dia B. Terus saja menarik ulur perasaanku.

Dia terduduk di atas kasur dengan pakaian lengkap dan handuk di kepala saat aku keluar dari kamar mandi.

Aku mendekatinya, duduk berhadapan dengannya dan mengecup hidungnya dengan lembut, "Maaf.." bisikku saat mengusap pipi Nathan.

Dia mengangguk dengan mata sayu, dia bergerak untuk bersandar di dadaku, aku tersenyum melihat tingkah manjanya. Lagi, dia seolah memberikan harapan or lampu hijau lah..

"Apa lu pernah bingung?" tanya Nathan, aku dapat merasakan dia meremas punggungku.

"Sering.. Kenapa Than?"

"Bingung kenapa?"

Aku sedikit berdehem, kuusap kepalanya dengan lembut setelah meletakkan handuk ke lantai, "Ketika aku mencintai seseorang.."

Nathan mendongak, menatapku dengan tatapan penuh misteri. Aku ingin membaca mata itu, "Apa yang lu bingungkan?" tanyanya.

"Aku tak yakin dia merasakan hal yang sama.." aku tersenyum sambil mengecup kening Nathan.

"Lalu apa yang bakal lu lakukan?"

Aku terdiam, benar apa yang harus aku lakukan? Aku sudah melakukan banyak hal bersama Nathan dan dia juga sepertinya cukup merespon. Tapi kadang sifatnya membuatku bingung apakah dia membalas perasaanku?

Tapi.. Sampai kapan aku diam? Aku menghela nafas sebelum menjawabnya, "Aku akan menyatakan perasaanku..." desisku dengan wajah serius.

Nathan terdiam dengan menatap lantai, tangannya terasa dingin seperti orang yang biasanya sedang gugup.

Aku mendorong tubuh Nathan hingga terbaring di kasur kemudian aku menindihnya. Kuusap kepalanya hingga menyingkap poninya, aku menatap matanya tajam hingga membuat nafasnya sangat memburu dan wajahnya sangat memerah, "Nathan.. Aku.. Ehem.." rasanya tenggorokanku tercekat, dadaku sangat berdebar dan ini sangat menyiksa.

Tapi sampai kapan aku menahan debaran ini, keluarkan.. Ayolah Munif, ucapkan kalimat itu dan urusan beres. Apapun jawabannya paling tidak hati ini sudah diledakkan, "Aku mencintaimu Nathan.." lirihku dengan bibir yang nyaris menempel di pipinya.

"Maaf..." lirih Nathan menggantungkan kalimatnya, aku tak sabar mendengar kalimat lengkapnya hingga membuat jantungku seakan berhenti berdetak.

"Gue mencintai orang lain.. Maaf.." Nathan mendorong dadaku, dia menatapku lekat sebelum akhirnya merangkak untuk bangkit, dia berdiri berjalan ke arah pintu. Dia menengok sejenak ke arahku sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu itu.

Aku masih terpaku dengan posisi berlutut di atas kasur, mataku menatap kosong..

Jadi selama ini... Gak ada artinya buat Nathan..

Aku tak mampu lagi menahan tangisku, air mataku pecah menjatuhi kasur, aku meremas seprei geram. Rasanya tak percaya jika cintaku hanya bertepuk sebelah tangan.


"Nif..." desis Nathan yang memasukkan kepalanya saja di dalam kamar.

Aku segera menghapus air mataku dan tersenyum, "Loh Than, aku pikir kamu pulang..."

"Gak jadi.." Nathan mendekat, dia duduk di hadapanku sambil membersihkan sisa air di mataku. "Gue gak mau ngakhirin dengan cara yang sama kaya dulu. Ninggalin lu gitu aja. Nif, gue minta maaf banget. Gue sayang kok sama lu, gue gak mau kita musuhan sampe gak lagi kontak. Paling gak, gue mau jadi sahabat lu terus. Lu mau kan Nif?"

Aku tersenyum walaupun sakit, "Itu lebih baik, Nathan.." aku mengusap kepalanya dengan lembut.

BERSAMBUNG

Koment ya.. Nanti next part klimaks deh.. Sampe tumpeh tumpeh wuahaha

Bakso Nano NanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang