Bagian 9

461 23 1
                                    


Bakso Nano-Nano 9

by: yanz

Kilas balik: di part sebelumnya Nathan yang mulai luluh hatinya bermain di taman bersama dendy, kemudian pulang ke rumah. Kenakalan Dendy membuat Nathan lepas kendali dan melakukan sebuah kesalahan nikmat yang membuatnya kembali menyesal.

-Munif POV-

Aku sudah memakai pakaian rapi dan berdiri penuh senyuman di depan cafe, "Gimana Om Franz?" tanyaku penuh harap. Aku mengenakan kemeja putih dengan kerah hitam, celana hitam kain yang membuatku terlihat sangat rapi. Sempat Om Franz sempat menyuruhku memakai jas, tapi aku malu, hanya pemilik cafe bakso buat apa pakai jas haha.

"Ah gagah sekali Nak Munif.. Seperti kita siap membuka cafe barunya.."

Aku senang sekali Om Franz akhirnya merealisasikan niat baiknya untuk membantuku membuka cafe elit di tengah kota dengan makanan yang merakyat namun sangat dijaga kualitasnya, Om Franz mempekerjakan tiga pelayan tampan juga walau sebelumnya aku sempat keberatan karena terlalu merepotkannya.

Tapi Om Franz sama keras kepalanya dengan Nathan, suka sekali memaksakan kehendak. Tapi disini lah terlihat kesungguhannya dalam membantuku untuk maju.

"Om, Nathan datang gak?" tanyaku dengan raut muka melas.

"Ah tadi sudah om paksa, akhir-akhir ini Nathan terlihat uring-uringan. Kamu tau apa sebabnya nak?"

"Gak tau Om, Nathan sudah gak mampir tiga hari, dia juga gak balas sms atau angkat telepon."

"Nanti coba Nak Munif ke rumah ya? Dia pasti ada masalah yang hanya mau dia sharing sama sahabatnya."

Aku hanya tersenyum sambil mengangguk. Aku mulai memotong pita putih lambang kesucian itu, dengan ini cafe kami resmi dibuka.

Hari ini mengadakan selamatan, ada ustad yang membacakan doa agar dilimpahkan rezeki dan mengundang orang-orang yang lewat buat makan gratis, dalam rangka selametan dan juga promo.

Banyak sekali para tamu yang datang, aku dan tiga partnerku cukup kewalahan memasukkan kuah walau dari awal baksonya sudah dimasukkan dalam mangkuk-mangkuk.

"Hei.. Apa gue kehabisan jatah?" tanya seseorang dari belakang.

Aku menoleh, ah Finaly! "Nathan kemana saja kau?" aku memeluknya erat, dia membalas pelukanku dan menepuk-nepuk bahuku.

"Gue gapapa kok.. Wah rame amat cafe lu.. Gue bantuin anter ke pelanggan ya?"

"Sipp makin rame aja nih kalau ada pangeran yang jadi pelayan.."

"Haha bisa aja lu, Nif.."

Aku menatap bahu Nathan dari kejauhan, dia berusaha tersenyum ramah walau aku dapat merasakan ada aura berbeda dari dalam dirinya.

Cafeku ini didominasi dengan warna merah tua, disign sedikit klasik, pelayan yang mengenakan pakaian rapi dan make up seperti vampire. Om Franz yang memberikan konsep katanya tema vampire lagi booming.

Aku hanya cengok membayangkan betapa nyambungnya para vampire menyuguhkan bakso nano-nano.

Tapi gak ada salahnya mencoba hal baru. Mungkin keeanehan ini justru memikat perhatian orang-orang.

Aku bertambah gembira melihat ada Tante Siska yang datang, ah mau saja dia merepotkan diri untuk pembukaan cafeku ini, aku sangat terharu.

Tante Siska langsung mencium kedua pipiku saat aku menyambutnya dengan hangat, kami berempat berasa keluarga saja berada disini, andai adikku tau keadaanku pasti dia senang.

Hanya saja dia tak pernah sekali pun berkunjung semenjak kabur dari rumah, yaa aku sempat kasar dan bertengkar hebat dengan adikku waktu itu karena dia terlalu memikirkan harta warisan yang gak pasti.

Jadi mungkin dia tak mau lagi menemui kaka semata wayangnya ini.

Tapi aku punya keluarga baru yang tak kalah baik, Om Franz, Tante Siska dan Nathan.. Mereka luar biasa. Hidupku jadi sangat berkesan.

Kami duduk di bangku dengan meja putih bundar itu, saling bercengkrama dan berkangen-kangenan, "Nak Munif ini suka malu-malu.. Mampir lah nak sering-sering.. Apalagi nih Nathan lagi galau, disuruh curhat tutup mulut.." cibir Tante Siska.

Nathan hanya tersenyum pahit, "Ah mama berlebihan.. Biasa mah lagi PMS.."

"Hush.." desis Om Franz.

Kami tertawa, "Asik dong yang bisa PMS, baru tau aku kalau Nathan ganti gender.. Ke KUA yuk sayang.." ucapku bercanda.

Om dan Tante langsung tertawa tapi Nathan hanya terdiam dengan wajah pucat, para pelayan datang menyuguhkan empat bakso hangat dan harum, "Oh ya.. Sudah lengkap nih.. Ayo kita santap bersama.." ucapku ramah.

Ya Tante Siska yang baru pertama kali merasakan baksoku sangat takjub akan rasanya yang menggiurkan, sampai-sampai kuahnya merah karena ditambah banyak cabe. Tante suka sekali makanan pedas rupanya.

Hingga akhirnya bakso yang tadinya banyak itu ludes dihabisi sebelum sore datang, kami pun menutup Cafenya. Om dan Tante izin kembali lebih dulu hingga menyisakan aku dan Nathan, kami mulai mengunci pintu cafenya.

"Nif, gue nginep ya?" lirih Nathan.

"Loh loh? Kenapa? Rumah kamu kan enak, mewah, bersih.. Rumah aku kumuh, aku gak mau bikin kulit kamu iritasi."

Nathan menggenggam tanganku, "Please?" rengeknya.

Aku hanya pasrah hingga akhirnya mengangguk.

-----

Terlihat Nathan duduk di kasurku dengan memeluk lutut, aku yang baru dari dapur menyerahkan teh hangat padanya, "Minum dulu.. Mungkin kamu bisa lebih tenang?"

Nathan meraih gelas itu, menyeruput teh perlahan dengan tatapan kosong. Setelah aku letakkan gelas di meja samping kanan kasur aku memeluk kepala Nathan, mengusapnya lembut, "Kau bisa cerita?"

Terasa Nathan menggeleng kuat di dadaku, sebenarnya ada apa dengannya?

Aku mengecup krpalanya dan menghirup aromanya yang manly namun juga lembut, rasanya aku ingin menciumi seluruh tubuhnya. Tapi aku menggeleng mencoba mengendalikan diri.

"Kalau kau tak mau cerita, aku bisa apa?" ucapku pasrah.

"Gue mau hilang ingatan aja Nif.. Gue gak mau lagi masuk kamar gue apalagi di kamar mandi, gue gemetar, merinding, mual.. Rasanya gue gak bisa... Gue nyesel.. Gue aaakhh.." Nathan mencengram bahuku erat.

Aku menerka-nerka, apa yang terjadi. Kemungkinan besar dia having sex di kamar mandi? Aah.. Dadaku sesak.. Aku kalah selangkah.

Kenapa aku yang harus terbawa suasana? sekarang waktunya aku menenangkan Nathan.

Aku menangkup kedua pipinya, "Menyesal adalah cara orang bodoh membuang-buang waktunya. Buat apa nyesal? Kalau menurutmu itu buruk, tinggalkan."

"Tapi gue pengen.. Tapi disisi lain gue gak pengen. Antara otak sama hati itu sikron.. Berlainan arah.. Gue tersesat Nif.. Gue bingung..."

"Aku mungkin gak ngerti kasus kamu, yang pasti.. Aku mau kamu bahagia, jangan bertindak yang efeknya akan melukaimu."

Nathan tertegun, dia mendongak menatapku dengan mata berkaca-kaca, bibirnya bergetar. Well, dia terlihat menggenaskan seperti kucing kecebur got. Umm aku memeluknya lagi.

"Kamu istirahat dulu ya.. Kau perlu tidur.." aku mencoba merebahkan tubuh Nathan dan menyelimutinya. Aku sendiri berbaring di sebelahnya, dia menutup mata walau sesekali membuka mata.

"Kenapa lu liatin gue?" protes Nathan.

"Kau.. Umm seperti pangeran di negri dongeng.." desisku dengan wajah datar.

Nathan mengalihkan pandangannya, sekilas tadi aku melihatnya memerah. aku mengusap tangannya yang terasa dingin di atas perutnya.

Akhir-akhir ini aku mulai terang-terangan bersikap hangat dengan Nathan, sepertinya giliranku yang harus mulai bertindak karena aku punya firasat buruk tentang kehidupan Nathan yang lain karena bisa saja ada orang lain di kehidupannya, bukan cuma aku. "Ehem.. Kau dengan orang yang mengejarmu itu bagaimana?"

Nathan menoleh ke arahku dengan mata berkaca-kaca, dia terlihat kebingungan, "Itu dia masalahnya.. Dia mulai mengusik pikiran gue.. Gue gak boleh suka dia.."

Aku memejamkan mata sejenak, mengatur nafas yang terasa berat kemudian aku kembali bersuara, "Kau mencintainya?"

"Entahlah.. Ini complicated Nif..."

Aku tak lagi mengorek-ngoreknya, walau aku penasaran tapi.. Dia bisa histeris kalau aku memaksanya. Dia membutuhkanku untuk mengalihkan perhatiannya bukan?

Aku menatapnya lembut, kutatap hidung tegas itu, bibir mungil nan imut.. Aah otakku, aku sepertinya mulai tergiur akan keindahannya. Bibir bawahnya yang lebih tebal dari pada bibir atas apalagi belahan bibir bawahnya itu benar-benar mengundang.

Tapi bagaimana modusnya agar aku bisa menjamah bibir itu? Ehem.. Aku tak bisa menahan hasyratku lagi.

Aku menatap gelas teh tadi yang ada di meja sebelah sana, "Nathan.. Kayanya kamu perlu minum lagi.."

Aku mendekatkan tangan ke arah meja sebelah tubuh Nathan yang otomatis membuatku seolah menindihi Nathan, dia terdiam kaku menatapku, aku mulai menghentikan gerakanku. Membiarkan wajah kami saling berhadapan, aku bisa merasakan hembusan nafasnya di daguku, ruangan terasa sempit, detak jantung terpacu kencang..

Cup...

Aku berhasil mengecup pelan bibirnya, Nathan memejamkan matanya pasrah, aku mulai memainkan bibir kami, menghisap, menggigit pelan dan Nathan pun mulai membalas ciuman kami, aku menghisap lidahnya dan memainkan lidah kami dengan hot.

Ciuman semakin panas, aku memasukkan tanganku ke dalam bajunya, memainkan tanganku di dua titik sensitif di dadanya. Ciumanku turun di lehernya, menghisap dan menjilat gemas, "Aaaahhkkh.. Eummm... Essshhh.. Aaahhh.." desahnya sambil meremas rambutku.

Aku menatapnya yang masih memejamkan mata, kusingkap bajunya dan mengisap-hisap dua tonjolan kemerahan itu dengan gemas, terlihat Nathan menggeliat hebat dan menggerang.

Kuciumi aroma tubuhnya yang membuat birahiku semakin naik, aku tak bisa mengendalikan otakku lagi. Satu yang aku tau, aku menginginkan Nathan..

Kuhisap perutnya dengan gemas, memainkan lidahku disana, "Aaaakkhh.. Eummmhh aaah.. Muniff eesssshh.. Aaahh.."

Aku meraba gundukan di selangkangannya yang terlihat mulai membengkak, kucium gundukan itu walau masih terbungkus kain kemudian aku kembali naik menciumi wajahnya.

Dia berkeringat, terlihat sangat horny, aku pun begitu.. Aku yang berada di atasnya mulai menggesek-gesekkan penis kami walau masih terbungkus celana masing-masing.

Aku memompa kencang, Nathan menggeliat sambil memeluk pinggangku erat, aku menggigit lehernya gemas dan bermain di dadanya. Saat aku mulai dahsyat menekan penis kami, ranjang berbunyi nyeet nyoot nyeet.. Hingga

BRUKK

Kami spechless, terdiam kikuk. Aku turun dari tubuhnya kemudian tertawa gelak, "Haha.. Ranjangnya sampai roboh.. Maaf ranjangku memang sudah tua.."

Nathan hanya terdiam, tatapannya kosong dan bibirnya terbuka, "Than.. Kau tak kenapa-kenapa kan? Apa kau terluka?" aku mencoba membangunkan tubuhnya. Aku menepuk-nepuk bahunya. Kuraba tubuhnya takut-takut dia terluka.

Kupeluk kepalanya dan mengecup rambutnya gemas, mungkin waktunya aku menyatakan perasaanku, "Than.. Aku.." tapi Nathan langsung bangun..

Dia pergi nyaris berlari, aku mengejarnya.. Kutarik tangannya hingga kepelukanku, saat aku ingin menciumnya dia membuang mukanya dan mendorong dadaku.

Dia tak mau menatapku..

Saat dia menyalakan mobilnya dan melaju kencang, aku hanya menatap tanganku yang tadi sempat menggenggam tangannya untuk terakhir kalinya.

Aku mengutuk diriku sendiri, bagaimana jika dia tak seperti aku. Aku.. Aku hanya merusak persahabatan kami dengan tindakan bodohku tadi. Aku terduduk bersendar dinding dan menyembunyikan wajahku dalam-dalam di balik lutut.

BERSAMBUNG

Nathan masih sulit menerima kenyataan kalau dia mulai gay jadi sabar ya melihat kelabilannya.

Bakso Nano NanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang