6

6K 460 8
                                    

Ini benar-benar sangat menyiksa dan memalukan...!!

Air mataku sudah tumpah ruah kemana-mana. Dan wajahku pun memerah bukan main. Aku ingin cepat-cepat pulang, terus mandi, terus guling-gulingan di kasurku yang nyaman.

"Candra.."

"Yaa.." Aku menoleh ke Om Arman. Kulihat dia sangat kasihan padaku. Tapi sungguh, aku tidak butuh belas kasih dari siapapun juga.

"Cukup, Can. Kita latihan ke yang berikutnya aja."

Terima kasih Om Arman yang sangat baik hati, gagah, ganteng, dan juga tidak sombong pastinya.

Beruntung banget aku bisa dilatih sama pemilik tempat kursus ini. Selain sifatnya yang ramah, hangat, dan gak galak pastinya -- Om Arman itu cakepnya gak tanggung-tanggung loh!

"Yuk, Can. Sekarang kita berlatih memisahkan kuning telor dari putihnya."

Aku mengangguk sambil keheranan. Entah aku ini termasuk orang yang beruntung atau enggak.

Soalnya aku kok mesti dilatih berdua sama Om Arman di dapur belakang sih? Kenapa gak gabung aja sama yang lainnya di depan?

"Kenapa kamu gak bilang kalau papahmu itu dokter spesialis di rumah sakit seberang jalan itu?"

"Untuk apa bilang-bilang, Om. Lagian si papah itu kadang suka bikin aku malu!"

"Hhaahaa, jangan begitu, Can. Seharusnya kamu bangga dong punya papah seorang dokter."

"Dia itu pelit banget sama aku, Om. Masa tiap aku minta uang jajan, cuma dikasih goceng doang."

"Ah masa sih? Tapi kok sepenglihatan Om , papah kamu itu orang yang sangat baik, perhatian, dan penyayang."

Ya namanya juga si papah. Dia itu kan paling pinter sandiwara di depan orang lain. Coba sama anaknya sendiri. Boro-boro deh..

"Lihat, Can. Mudah kan?"

Aku mengangguk kagum. Emang Om Arman ini udah gak diragukan lagi. Dia ini memang chef berbakat dan sangat sakti!

"Di rumah aku punya tuh alat pemisa kuning sama putih telor. Tapi udah dipatahin sama Mas Yuda."

"Candra, sebagai orang dapur. Kita tak bisa sepenuhnya bergantung pada alat."

Oh my god...!! Om Arman kok bicara deket banget sih?!

"Kita harus mengandalkan skill dan insting kita."

Duhhh, masih dua jam lagi selesainya. Habis gimana ya? Aku emang bosen banget disini terus. Mana hawanya panas kompor dan oven lagi.

Tapi..., aku gak mau pisah sama Om Arman yang macho ini.

Syyuutt...

"Om, telor di depan udah abis."

"Ambil aja di pantry, Nat. Hati-hati ya, kamu."

Mataku terus mengikuti cowok sombong itu. Cih, mentang-mentang dia itu anaknya Om Sanders. Merasa sok paling jago banget!

"Candra, gimana kalau kita lihat proses di depan?"

"Udahan latihan ngupas bawangnya? Kalo masih cengeng sih, jangan dilulusin Om."

"Misahin telor kali! Gak usah sok tauk deh!"

Cih, orang itu lagi rupanya. Awas aja ya. Siapapun yang berani sama aku, akan kubalas dengan sangat kejam dan sadis nanti!

Ngomong-ngomong, kenapa sih cowok cakep itu sifatnya harus selalu tengil, sombong, dan merasa sok segalanya?!

"Wahh, Nathan. Kamu makin hari makin hebat aja ya!"

SaranghaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang