13

4.5K 447 31
                                    

Aku sama sekali gak berani keluar dari kamar. Aku belum pernah mendengar dan melihat, papah semarah ini. Apalagi kepada anak-anaknya sendiri.

"JADI INI YANG KAMU LAKUKAN SELAMA INI?!!"

Aku takut sekali. Apalagi melihat Mas Yuda dipukuli sama papah sampai berdarah dan babak belur begitu.

"APA MASIH KURANG, UANG DAN PERHATIAN YANG SELAMA INI PAPAH BERIKAN KE KAMU?!! JAWAB PAPAH, YUDA..!!"

"Maaf, Pah. Yuda bukan anak kecil lagi yang bisa seenaknya papah kekang dan larang-larang.!"

"BERANI MENJAWAB KAMU, HAH?!!"

Aku memejamkan mata, tiap kali papah memukul Mas Yuda.

"Aku udah enjoy dengan kehidupanku yang sekarang. Kalaupun aku harus memilih, lebih baik aku keluar aja dari rumah ini."

"Kalau itu memang maumu.."

Papah pun meninggalkan Mas Yuda. Ia balik ke kamarnya dan membanting pintu kamarnya dengan sangat keras sekali.

"Seharusnya lo instropeksi, Yud. Bukannya malah ngebantah."

"Cih, gue gak butuh nasihat dari lo!"

Aku melihat Mas Yuda kembali ke kamarnya. Sekarang tinggal Mas Rizal aja yang lagi duduk di ruang tengah dengan wajah lesu sekali.

"Mas Rizal.."

Mas Rizal tersenyum padaku. "Cancan belom tidur?"

"Kenapa papah mukulin Mas Yuda?"

"Cancan tidur aja ya. Udah malem. Besok kesiangan lagi."

"Aku mau menemui Mas Yuda."

"Jangan, Cancan."

Untuk pertama kalinya, aku menepis tangan Mas Rizal.

Aku ketuk pintu kamar Mas Yuda. Dan pintu itupun terbuka dengan sendirinya.

"Tutup, Can.."

Aku menurut. Kulihat Mas Yuda sedang memberesi pakaian dan barang-barangnya.

"Mas Yuda mau kemana?"

"Gue mau pergi, Can. Gue udah muak di rumah ini terus."

"Jangan pergi dong, Mas.." Suaraku mulai berat dan serak.

Mas Yuda sedikit mencengkeram pundakku. "Lo disini baik-baik ya. Gue janji, gue gak akan pernah lupain lo."

"Nanti kalo Mas Yuda pergi, hapenya diminta lagi gak?"

"Gue udah ikhlas kok, Can."

Mas Yuda pun mencium pipiku. Aku sedih sekali melihat wajahnya yang penuh lebam itu.

"Sekarang gue mau ngumpulin uang dulu. Kalo udah banyak, lo mau gak ikut gue?"

"Kemana, Mas?"

"Kemana aja, bego. Yang penting kita bisa hidup berdua."

"Nanti papah kesepian gimana, Mas? Kan kasihan..."

Mas Yuda mengacak rambutku. "Dasar tolol. Hhehe.."

Sreekkkss..

Mas Yuda sudah menutup reseleting tas jinjingnya. Apakah ini adalah pertemuan terakhirku dengannya?

"Can..."

Air mataku menetes. Terlebih saat dia memelukku erat sekali. Kuhirup dalam-dalam aroma keringat yang bercampur parfumnya itu.

"Gue sayang banget sama lo, Can. Tapi sorry, gue gak bisa disini lagi."

Aku gak bisa menjawab apa-apa. Aku membayangkan dengan siapa nanti aku akan berantem dan bercerita banyak hal lagi, selain sama Mas Yuda?

"Can..." Mas Yuda menekan belakang kepalaku.

Aku memejamkan mata. Kurasakan bibirnya yang lembut itu, menyentuh bibirku.

Aku diam saja. Meski Mas Yuda terus melumat bibirku. Rasanya sakit dan perih sekali.

"Sorry ya, Can." Ujarnya dengan mata memerah. "Gue janji gue akan jadi manusia berguna kok. Lo juga janji ya.."

"Mas Yuda, nanti aku gimana...?"

"Gak usah cengeng. Kan biasanya juga lo sendiri.."

"Mas Yuda.."

"Lepasin gue, bego! Jangan sampai kemachoan gue berkurang gara-gara harus nangis di depan lo.."

"Mas Yuda, jangan lupa kirim kabar ya.."

"Iya, Cancan.." Kulihat sebulir air mata jatuh dari pelupuk matanya.

"Mas Yuda..."

"Can, please..."

"Setiap tanggal 15, paket internetku habis. Kirimin aku pulsa dua ratus ya.."

Mas Yuda menatapku lekat-lekat. Lalu seulas senyum ia sunggingkan kepadaku.

"Can, always be my little bromance, ok!"

Dan aku masih tak menyangka, kalau malam ini adalah malam terakhirku bisa melihat wajah dan sosoknya itu.

#####

SaranghaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang