Tak terasa terang hari tergelincir menuju petang. Malam ini Gati menyuruh salah satu pembantunya yang baru dikenal Bidari, Lendya, menyiapkan makan malam. Gati sudah banyak memasak makanan seperti pesta. Bidari yang memang memiliki hobi makan menatap dengan tegukan air liur. Sejak diantar ke pemandian di dekat rumah, sepertinya Gati sudah mendengar raungan keras dari perutnya.
Semua hidangan nampak mewah di matanya. Ia begitu tergiur begitu melihat ayam ingkung yang biasa dibuat saat ada acara.
"Apa ada Pesta?" tanyanya kepada Gati dan Lendya. Bidari sendiri masih berdiri terperangah melihat semua sajian di depan matanya.
"Apa itu pesta?" Lendya balik bertanya tidak mengerti maksud Bidari. Bidari tersenyum maklum saat wanita yang sedang menyajikan makanan itu mengerutkan alis tebalnya.
"Ah, itu penyebutan moderen untuk suatu perayaan," jawab Bidari riang. Dia lanjut menceritakan hal-hal yang dilakukan saat makanan tersaji sangat banyak. Sampai Lendya menanggapinya seperti seorang murid mendengarkan guru bicara.
"Tidak ada hari yang istimewa. Nduk Bidari, pinarak di-dhahar," ujar Gati menunjuk tempat kosong di seberangnya.
Usai Bidari duduk, Gati menyendok nasi hangat untuk diletakkan di piring yang terbuat dari pahatan kayu dengan alas daun pisang segar. Wanita itu lantas menaruh sepotong bebek goreng yang terlihat menggiurkan di samping nasi disusul sambal. Disorongkannya piring tersebut ke Bidari. Bidari menerimanya dengan antusias. Mencondongkan badan, dia mencoba makanan di depannya.
"Ini enak sekali," pekik Bidari, setelah menelan kunyahan. Dia sangat menyukai rasa sambal jeruk dan bumbu bebek bakarnya. Unik dan asing, tapi bisa membuat dia ketagihan untuk mencoba lagi. naknya mengalahkan makanan yang biasa dijumpai di masanya.
"Iya tentu saja Nyai sangat lihai ulah-ulah," puji Batura yang baru datang.
"Jangan memujiku seperti itu, Batura juga bisa memasak ingkung yang enak,"
"Aku bukanlah Jongos Kedhaton Nyai,"
"Apa itu?"
"Pria yang membantu membuat makanan dan melayani bangsawan, di Istana ada beberapa Pria yang bertugas memenuhi kebutuhan para prajurit maupun yang menjadi pelayan Raja dan bangsawan istana." Gati tersenyum menjelaskannya pada Bidari. Di jaman Bidari bahasa kuno seperti kawi dan sansekerta sudah banyak diserap dalam kromo inggil jadi ia tidak tahu asal mula katanya.
"Di masa ini ada juga ya koki pria?" tanya Bidari pada Gati lagi.
"Koki?" Batura malah menyahut seperti bertanya.
"Sama artinya, tapi 'koki' itu untuk penyebutan semua orang yang bisa memasak."
"Berarti Nyai juga seorang koki?" tanya Batura dengan mulut penuh.
Gati memukul kepala Batura cukup keras. Bidari tertawa mendengar nasihat Gati untuk tidak berbicara saat makan. Gati memang sangat ahli memasak padahal ia seorang guru padepokan kanuragan.
Menurut cerita Batura, kemampuan beladiri Gati termasuk terkenal di seluruh negeri. Bidari kagum dan memasukkan diri setelah sembuh mempelajari ilmu beladiri pada masa ini. Aroma masakan kembali tercium. Jika orang-orang yang sering berada di rumah Gati adalah muridnya, Bidari merasa malu sebagai seorang perempuan. Ia melirik pada Lendya yang terlihat seperti seumurannya tetapi sangat ahli memegang peralatan masak. Masakannya pun sama enaknya dengan Gati.
Berbicara dengan masakan mengingatkan Bidari pada sosok Tante Nina dan Om Aryo. Tante-nya sudah menyiapkan bahan-bahan masakan kesukaannya. Om-nya juga pasti sudah memberikan banyak hadiah untuknya. Mereka pasti sedang kebingungan mencari Bidari yang tiba-tiba menghilang. Padahal ia sudah mengatakan akan menghabiskan liburan panjang kali ini bersama mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
GATAKALA
Historical FictionBidari hanya seorang mahasiswi biasa. Hal aneh terjadi saat dia berkunjung ke rumah tantenya di Kediri. Mendadak, dia masuk ke zaman Kerajaan Kahuripan kuno dan melawan sosok mistis yang menjadi legenda masyarakat Jawa. Apakah dia berhasil kembali k...