Bidari memulai pembelajaran bagaimana cara menjadi seorang putri kerajaan yang baik. Batura mengajarinya bagaimana cara bertutur kata yang baik dan penuh tata krama. Sementara Gati yang dibantu Lendya mengajarinya bagaimana cara berjalan dan mengunyah makanan dengan anggun, memandang lawan bicara dengan sopan, mengenakan jarit, dan menyanggul rambut.
Sudah tak terhitung Bidari hampir menyerah mempelajari itu semua. Namun, semangatnya kembali muncul tatkala ia mengingat bahwa ini demi membuat dirinya kembali ke masanya sekaligus membantu membebaskan Ratna Manggali.
Dua minggu berlalu. Bidari telah menguasai apa yang diajarkan oleh Gati, Lendya dan Batura. Tiba hari di mana dia hendak berangkat ke istana, Batura memintanya memakai sebuah pakaian yang biasanya dikenakan oleh para putri kerajaan. Namun pakaian dari kain tenun corak bunga tersebut telah terurai dan terkoyak.
Sebelum Bidari bertanya, Batura menjelaskan, "Kau harus benar-benar terlihat seperti Putri Cendhani yang baru jatuh dari tebing, dan lolos dari maut."
Batura memberikan kulit pohon berisi tanah liat. Dia meminta Bidari melumurkan tanah ke sudut-sudut wajahnya dan pakaiannya. Bidari mengangguk. Ia menuruti perintah Batura dengan melumuri sebagian wajahnya dan pakaiannya. Setelahnya, pandangan Bidari beralih kepada Gati. Menatap mata hitam teduh dari wanita yang selama ini merawatnya, terlihat buliran air bak kaca di sekitar bola mata tersebut. Bidari menghampirinya, memberi pelukan begitu erat pada tubuh Gati.
"Jagat Batari Agung akan selalu melindungimu, Bidari. Aku yakin kau akan berhasil menyelamatkan Ratna dan menemukan jawaban agar bisa kembali ke duniamu."
Air mata Bidari luruh, mengalirkan air ke pipinya. Gati melepaskan dekapannya. Gati sendiri telah menjatuhkan air mata terlebih dahulu. Dari dekat bahkan terlihat memerah. Tangannya memegang lengan Bidari dan mengusapnya, menenangkan. "Jangan cemeng, Nduk. Tak apa. Kita pasti akan bertemu kembali."
Bidari mengangguk. Dan beralih ke Lendya. Ia juga memeluk wanita itu dengan erat. "Kulo juga dunga keselamatan sampeyan, Nduk," ucap wanita itu lirih.
"Bidari, ayo kita berangkat sekarang. Hari keburu malam." Batura berdiri menunggu Bidari menyelesaikan salam perpisahannya.
Kepala Bidari berbalik melihat kembali sosok Gati yang tersenyum, sedih. Ia pun melangkahkan kaki meninggalkan rumah sederhana yang sanggup membuatnya nyaman walau hanya beberapa minggu. Diiringi Batura, Bidari berjalan menuju kota Daha.
-oOo-
Hampir tiba di istana, Bidari berpisah dengan Batura. Batura mengatakan ia tak bisa mengantarnya sampai hadapan Airlangga. Lantaran pria itu kemungkinan besar akan mencurigai Batura telah menawan Cendhani selama ini. Bidari paham.
"Aku akan menunggumu di sini sampai kau masuk ke dalam purantara itu, Bidari. Sekarang berjalanlah menuju régol."
Bidari mengangguk. Sandiwaranya pun akan dimulai. Ia berharap semoga aktingnya tidak buruk. Atau kalau tidak nyawanya yang akan jadi taruhannya. Mengusap tengkuk, ia tak sanggup membayangkan kepalanya digantung di depan istana sebagai tanda bahwa dia seorang penjahat. Begitulah yang ditonton Bidari di film-film dan drama kolosal tontonan teman kpop-nya. Setelah kembali pulang, sepertinya ia harus berhenti menonton film-drama agar ia tidak teracuni oleh pemikiran recehan.
Dihampirinya dua penjaga yang berdiri di depan tugu yang menjadi pintu masuk ke istana. Dia sengaja membuat langkahnya terseok-seok lambat dengan wajah menderita. Dua penjaga itu melebarkan mata.
"Dén ayu Cendhani?" seru dua pengawal itu bersamaan. Keduanya pun terburu-buru menjemput Bidari yang menjatuhkan dirinya di tanah dengan lunglai.
KAMU SEDANG MEMBACA
GATAKALA
Historical FictionBidari hanya seorang mahasiswi biasa. Hal aneh terjadi saat dia berkunjung ke rumah tantenya di Kediri. Mendadak, dia masuk ke zaman Kerajaan Kahuripan kuno dan melawan sosok mistis yang menjadi legenda masyarakat Jawa. Apakah dia berhasil kembali k...