17 Juni 2018

8 0 0
                                    

Sebagai keluarga eks PKI, saya memang tidak terdampak diskriminasi konvensi secara langsung. Diskriminasi itu terakhir diterima oleh kakak sepupu saya— ia dikucilkan dalam pergaulan dengan sebayanya —yang usianya terpaut sekitar 20 tahun lebih tua dari usia saya. Waktu mendengar ceritanya semalam, ketika dia berkunjung ke rumah, saya menangkap kesedihannya yang mendalam. Betapa diskriminasi itu telah merenggut kemerdekaannya sebagai manusia.

Diskriminasi itu diterima keluarga saya hanya karena kakek saya adalah peludruk dalam setiap kampanye PKI di daerah saya, dulu. Dan kakek saya, yang peludruk PKI itu, yang kata orba atheis itu, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa ilmu agamanya lebih baik dari da'i-da'i yang berdagang syariat di tv-tv dan radio-radio.

Saya memiliki keyakinan begitu karena saya tahu, kakek saya adalah pembaca kitab suci yang baik. Beliau tak hanya membaca ayat-ayat dalam mushaf saja, tapi juga membaca ayat-ayat yang ada dalam dirinya— beliau perenung yang baik —, dan kitab suci yang terhampar— semesta.

Buku Harian EsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang