berikut ini sebuah puisi, tentang perasaan saya waktu marah tanggal 29 Oktober 2018,
aku buat tepat setelah jemariku menyentuh laptop hari itu:
ingin rasanya mengenggam apa pun di dekat kehadiran,
ambil itu,
tekan keras-keras.
semua yang disekitar kehadiran yang kelihatan bahagia,
yang masih sempat tertawa,
saat sudah jelas air mata saya berlinang,
ingin rasanya merobek muka mereka,
berhentilah bahagia diatas amarah orang.
semua orang, pergi!
kecuali dia,
jangan pergi dari ruangan ini,
redamlah amukanku.
batin kecilku teriak
tapi tangan ini masih saja meliar,
boleh minta tolong?
belai tanganku, genggam itu keras-keras,
sekeras tanganku saat merusak barang-barang tadi.
tolong tenangkan denyut nadi,
api ini masih membara.
mata yang masih merah membelalak,
tolong padamkan.
keringat dingin dari pelipisku,
tolong tepiskan.
tolong redam.
tapi nyatanya?
kau sama sekali tidak melakukan hal itu,
memang, kau lebih senang menyibukan diri dengan lain orang,
yang punya beribu alasan bagaimana dirinya lebih menarik,
ketimbang aku.
orang yang topiknya jauh lebih menarik.
boleh minta tolong?
kali itu, tolong arahkan pandanganmu ke mulutku,
yang dari tadi terbuai resah.
wahai orang yang hebat yang bisa menarik jauh perhatian dia, yang ku minta tolong dari tadi,
boleh minta tolong?
sesekali, jangan sita ataupun ambil waktu krisis ku dengannya.
kau sudah terlalu bebas,
bebas berbincang dengannya di lain waktu,
bebas memeluknya erat, tanpa dia menepis tubuhmu.
bisakah kau lakukan itu, nanti saja?
biarkanlah aku,
memiliki dirinya sementara.
boleh minta tolong?
kecewa hati ini kemarin, sungguh.
tiada yang mau menolong.
kasihan sekali nasibku ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
dia bukan manusia biasa
Poetrysebuah antalogi dari seorang makhluk. yang jelas dia bukan manusia, entahlah dia apa, biar tidak penasaran, mending baca saja sampai akhir.