☀3 ½ years [2]

2.3K 284 26
                                    

.

“Iya, dia putriku namanya Chloe. Dia anak adopsiku juga. Dan ini hari pertama sekolahnya.”

Adopsi? Ups.

"Saya, saya kira itu putri kandung anda. Lalu, jika saya boleh tau wanita yang waktu itu bukannya istri, anda?" tanya Paige.

Dia sangat-sangat penasaran untuk yang satu ini. Akan sangat hancur hatinya jika Liam telah berstatus suami Penny. Meskipu bau inilah dia dan Liam bisa bertemu kembali, tapi tak sedikitpun rasa sukanya pada Liam berkurang.

Bayangkan, dia sudah mengagumi sosok Liam semenjak dia duduk dibangku middle scholl hingga sekarang ia akan memasuki kepala 3.

"Penny maksudmu? Dia itu calon tunanganku. Tapi ya, aku tak begitu menyukainya. Sebab, aku kurang menyukai wanita frontal dan genit dalam berbicara. She's not my type. Tapi sayanganya, Mom ku menyukainya. Sial sekali memang,"

Paige mengangguk-angguk mengerti. Ternyata sebentar lagi Liam akan bertunangan dengan Penny. Pupus sudah harapannya selama ini.

"Oh tuhan, aku hampir saja lupa. Saya permisi dulu. Saya harus bekerja." Gumam Paige buru-buru beranjak dari tempat duduknya dan buru-buru berlari tanpa memperdulikan Liam yang baru saja hendak meminta nomor telefonnya.

Setidaknya dia punya teman baru untuk berbincang. "Kau masih bekerja dicafe itu, kan?!" Tanya Liam setengah berteriak.

Paige menoleh dan menjawab pertanyaan Liam dengan nada setengah berteriak pula. "Iya! Aku masih bekerja dicafe!"

Liam tersenyum dan perlahan langkah kakinya beranjak pergi pula. Dan dia haus melanjutkan pekerjaannya yang sudah menanti.

"Aku akan menemuinya. Mungkin tak sekarang, setelah semua pekerjaanku selesai aku akan menemuinya lagi."

.

Dilain tempat Paige tengah tergesa-gesa masuk kedalam cafe. Dia terlambat. Dan ini sangat gawat. Dia buru-buru mengganti pakaiannya dengan seragam pelayannya.

"Paige, kenapa kau terlambat? Matt, Boss kita sedang marah. Dia menyuruhku memeriksa siapa yang belum datang. Ayo cepat!"

Itu Judy. Kini dia telah menikah, dia juga suah mempunyai keluarga kecil yang bahagia. Sudahlah, sekarang kita kembali kepada Paige. Semua mata menatapnya yang terlambat.

Mata Matthew menyelidik tajam kearah Paige. Dia menatap Paige dari ujung kepala hingga kakinya. "Kau! Kenapa terlambat? Cafe buka pukul 12 dan kau datang terlambat 30 menit!"

Glek. Paige terkejut dengan suara atasannya yang hampir membuat telinga Paige sakit. Dia mendongak.

"Tadi, saya masih ada urusan. Jadi, saya--"

"Georgia, sudah berapa kali dia terlambat?!" potong Bos yang menyeramkan itu. Georgia tersenyum puas. Seakan ia ingin memakan Paige.

"Dia terlambat setiap hari dan suka membolos pada jam kerja!" What da...

Mata Paige membulat. Ya tuhan, sekalipun membolos Paige tak pernah. Bahkan bisa dikatakan dia pelayan yang paling rajin hadir.

"Maaf, tapi Paige tak pernah membolos. Semua omongan Georgia itu dusta." Sela Judy, dan tak diindahkan oleh Matthew.

"Diam! Mulai sekarang, kau kupecat tanpa uang pesangon sepeserpun!" Matthew menjurus kearah Paige.

Dan Paige lemas seketika.

.

"Apa yang harus kulakukan? Aku sudah dipecat. Aku harus melamar kerja dimana lagi?" Paige berdiri tepat didepan gerbang tempat Harold bersekolah. Bagaimana caranya Paige membayar uang sekolah Harold kalau pekerjaan saja dia tak punya.

Bunyi Bell pada akhirnya membuatnya tersadar. Cepat-cepat dia hapus air matanya dan memperlihatkan senyum terbaiknya ketika sosok putra kecilnya pulang.

"Mommy!"

Harold datang dan langsung memeluk kaki jenjang Paige. Paige tersenyum lagi dan menghadiahi kecupan dipipi dan dahinya. 

"Bagaiman dengan sekolahmu? Menyenangkan? Apa kau sudah mempunyai teman?" Paige menggandeng tangan mungil Harold berjalan menyusuri jalanan ini. Harold senyum-senyum melihat Mommynya.

"Lual biasa, mom. Halold punya banyak teman. Mereka katakan Halold tampan." Gumam Harold dengan polosnya. "Oh ya? Kau memang tampan, sayang."

Harold tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih. Kemudian dia memeluk kaki jenjang Paige lagi. "Thank you, Mommy."

Paige mengangguk dan melanjutkan perjalanan mereka untuk kehalte yang ada diujung jalan. Sepanjang jalan mereka habiskan dengan menyanyi-nyanyi kecil.

"Wah! Bagus. Mommy, mobilnya bagus. Halold mau itu, Mommy." Harold berlari merapat ketoko yang menjual mainan-mainan. Dia merapat ke jendela kaca toko mainan itu.

"Sayang, ayo kita pulang." Bujuk Paige berusaha mengajak Harold untuk pulang.

"Halold mau mobil walna bilu itu, Mommy!"

Harold bersikukuh untuk meminta mainan. Dirumahnya belum ada satupun mainan. Hanya ada satu robot dan kepalanya telah hilang entah kemana.

"Mommy, tidak punya uang Harold. Itu nanti saja ya kita beli."  Gumam Paige dengan terpaksa menggendong Harold membawanya pergi. Harold menangis ketika Paige menggendongnya.

"Hiks, hiks--Mommy. Halold mau mobil walna bilu itu. Hiks.." Paige memeluk Haold erat kemudian duduk dihalte.

"Mom akan membelikanmu mainan kalau Mommy punya uang yang cukup. Harold sabar ya,"

.

to be continued...

AdoptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang