Penolakan

853 94 2
                                    

Happy reading!! ><

.

.

Kantor

Masih bergelut dengan penggaris dan alat tulis, pria 24 tahun itu berkali-kali merutuki keputusannya.

"Sial. Harusnya tadi aku tidak ikut makan bersama mereka."

Jam dinding menunjukkan pukul 22.20. Hari ini Jeongguk lembur akibat ajakan rekan kantornya untuk makan malam. Mereka memaksa dan beberapa diantaranya lebih tua darinya. Jadi dia tidak berani untuk menolak.

Restorannya cukup jauh dan hanya Jeongguk saja yang belum menyelesaikan pekerjaannya. Yang lain bahkan berangkat bersama pasangannya karena jam kerja mereka sudah selesai. Sedangkan Jeongguk harus kembali ke kantor untuk menyelesaikan perkerjaannya.

Memang Jeongguk bisa saja melanjutkannya besok. Tapi itu bukan caranya bekerja. Dia mempunyai target setiap harinya.

"Wow! Akhirnya selesai juga huh?!"

Tapi yang paling membuat Jeongguk sesali adalah.. melewatkan jadwal gymnya karena hal itu.

.

Beralih ke masalah percintaan.

Dia dikenal sebagai playboy kelas kakap sejak dia duduk di bangku SMP. Tidak ada perempuan yang menolak pernyataan cintanya. Kalau pun ada, asalan mereka adalah karena 'minder'.

Sekarang saja dia taubat. Katanya mau fokus pada karir.

Terakhir dia berpacaran, mungkin saat kuliah semester 3? Berpacaran dengan kakak tingkat dari masa orientasi.

Gila? Tidak. Itu Jeon Jeongguk.

Itupun karena dia butuh mentor untuk tugas-tugasnya. Setelah itu, dia putuskan begitu saja karena pikirnya sudah tidak membutuhkannya lagi.

Bosan.

Ya, itu. Semua kisah cinta akan berujung pada titik itu, menurutnya. Terasa sama. Alurnya. Rasanya. Sama saja.

.

Jeongguk berjalan menuju ATM yang berada tepat di sebelah minimarket 24 jam.

Setelah sebelumnya memarkirkan pajero hitam miliknya di sana. Dengan masih setelan kantor, kemeja tetapi dilinting asal di bagian tangan. Dia berencana membeli alat cukur baru. Tetapi lupa tidak punya uang cash. Ya anggap aja di minimarketbya gak ada debit.

Jalanan lumayan sepi. Ini sekitar pukul setengah 12 malam omong-omong.

Kartu atm sudah kembali ke dalam dompet. Tetapi suara-suara asing mengganggu telinganya. Beberapa seperti suara tamparan dan seretan.

Itu berasal dari gang pemisah antara ATM dan minimarket.

Bukan Jeon Jeongguk namanya kalau tidak penasaran. Dia menghampiri sumber suara itu. Mengendap kemudian terbelalak melihat 4 orang pria berada tepat di ujung gang. Dia masih mencerna kejadian apa yang sedang dia lihat.

"Pssst. cabut!"

Itu bisik salah satu pria. Dua pria lain terkesiap dan melirik ke arah Jeongguk lalu seketika kabur begitu saja. Meninggalkan satu orang yang tersungkur disana.

Jeongguk mendekat, setengah mengendap menghampiri pria itu. Takut kemungkinan itu 'preman' dan bisa saja menikamnya tiba-tiba.

Tapi ternyata ini lebih menyeramkan dari preman manapun.

"Suga-hyung!?"

.

Apartemen Min Yoongi

Jeongguk membuka pintu kamar Min Yoongi dengan secangkir teh hangat di tangannya.

Melihat Suga yang sudah terduduk disana matanya membulat dan tersenyum lega. Bahkan saat ini matanya mengeluarkan cairan bening.

Ya, Jeongguk menangis.

"K-kau tidak apa-apa? Apa ada yang sakit? Ini berapa?"

Itu Jeongguk, bertanya tanpa jeda sambil mengangat jarinya.

"Bodoh. Aku tidak apa-apa."

"Aku tidak bodoh, hyung. Oh! ini, minum dulu tehnya.."

Suga menyeruput teh yang ia genggam. Jeongguk melihatnya dengan wajah khawatir dan itu sangat mengganggu Suga.

"Kau ini seperti anjing."

"Apa? Aku? Apa itu dalam arti kata baik atau buruk?".

Suga masih dengan tehnya, enggan menjawab.

"Sebaiknya kau jangan terlalu dekat denganku."

Deg

Kalimat itu sangat singkat. Tapi Jeongguk merasakan sesak di dadanya.

Mengapa ini terasa sakit.

.

.

.

to be continued

Ternyata gak bisa aku bikin 5 chapter huhu

Sok-sokan emang. Padahal ini ff pertamaku :')

Sedih gak? Cinta bertepuk sebelah tangan gimana sih. Sesek ya.
/Jancurhat.

Makasih udah baca sampe sini ><

Save Me. [KOOKGA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang