Flu Cinta

89 6 6
                                    

Disetiap malam ku mendengar suara seruling kerinduan. Ditemani gesekan dedaunan diantara bambu yang menjulang. Ketenanganpun hilang dikala aku mengenang dirimu di bawah perapian alam yang dingin tak karuan. Mungkin aku mengalami demam.

"Bisakah kau memperhatikanku sesaat? Bukan karena tak ada yang memberi.
Tapi hatiku ingin ditemaniーolehmu."

Aku masih diantara alam dengan kayu yang belum juga terbakar menjadi abu. Seperti diri ini yang terbakar oleh api cemburu tatkala kau menggandeng tangannya. Hatiku bagai kayu yang terbakar namun tak menjadi abu. Terlalu sabar hingga waktu menyadarkanku. Diriku perlahan menjadi abu.

"Sadarlah ! Aku menunggu dirimu memanggil namaku untuk berada disampingmu."

Mulai kumasuki tenda dengan kerinduan yang bertentangan dengan logika. Dimana hati ingin berkata dengan kesedihan yang ditanggungnya. Namun logika membantah dengan nada melindungi. Seakan ia tak rela hati ini tersakiti.

"Tidakkah kau menyadari ? ada yang rela bertahan dengan tersakiti namun kau tak berharap ia bertahan lagi."

Insomnia di bawah purnama kali ini. Aku hanya terbaring dengan imajinasi. Dirimu yang indah menjadi halusinasi dalam tenda sepi. Aku benar-benar di antara rindu seorang pujangga baru dan lama. Hingga aku terkena Flu Cinta.

"Berikanlah ia perhatianmu. Ia akan senang walau hanya sekadar tanya kabar atau berbincang tanpa arah dan tujuan." 

Pengisi Waktu LuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang