Jalan Pendewasaan

59 3 1
                                    

Awalnya aku hanya mengenalnya sebagai jalan yang berkelok seperti ular.

Setelah keterkungkungan yang lama, diantara dua batas menyeramkan karena sugesti mistis yang mengakar di pikiran masa kecilku. Akhirnya berhasil kutembus juga sekat itu.

Setelah dobrakan yang begitu kuat pada naluri dan keinginanku untuk mengenal lingkungan yang lebih luas. Akhirnya menyajikan jangkauan pandang yang lebih berwarna dalam hidupku.

Ya.

Jalan yang berkelok seperti ular adalah fase pertama dari petualanganku berinteraksi dengan lebih banyak manusia.

Akan kujelaskan setahap demi setahap. Kenapa bisa demikian.

Jalan itu memiliki banyak percabangan yang akhirnya bisa mempertautkan orang-orang dari berbagai arah dan wilayah. Dan tepat berada dititik tengah jarak antara rumah dan sekolahku ada sebuah pos roda yang sangat melegenda.

Poskamling desa yang sangat luar biasa karena bisa menjelma menjadi apa saja sesuai waktu dan kebutuhan masyarakatnya.

Pada pagi hari sekali, ketika matahari belum merekahkan sinarnya, tempat itu menjadi pasar kecil yang menyuguhkan tawa renyah padagang yang kadang terdengar sayup dari rumahku.  Imajinasi masa kecilku terkadang  sering menganggapnya sebagai tawa hantu yang tersesat karena waktu. Maksudnya, dulu sering kukira sebagai suara hantu kesiangan. Maaf ya .... Bapak atau ibu. Imajinasi anak kecil terkadang begitu nakal.

Pada, siang dan sore hari tempat itu ramai sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang datang dari pasar dan pusat keramaian di bagian selatan dan utara desa kami. Praktis tempat Itu menjadi semacam terminal kecil, yang menautkan orang-orang dari desa kami dengan peradaban yang kubilang lebih modern menurut persepsi kebanyakan orang.

Kenapa jadi setinggi itu kosakata yang kupilih untuk membandingkan desa kami dengan pusat keramaian lain. Karena ketika mendatangi tempat-tempat itu terasa sebagai sebuah keajaiban pada zamannya.

Untuk hal-hal yang luar biasa tentang tempat itu hanya bisa kami ketahui dari perbincangan para sopir yang ngetam di pos ronda itu. Kata mereka, kendaraan yang mereka kendarai akan menuju tempat yang sangat ramai sekali. Yang melebihi ramainya pasar Tegal rejo. Sebuah jarak terjauh yang pernah aku kunjungi waktu itu.

Pos ronda di pertigaan itu membuatku sering memahami dan membandingkan senyuman mobil. Tempat yang ketika antara pukul 06.00-06.30 merupakan tempat pertemuan murid sekolahku yang kuanggap berasal dari peradaban lain.

Ah. Suasana baru terasa berbeda. Kala geromboalan mulai berkumpul. Semula anak anak dari pelem datang. Menyuguhkan keajaiban karena mereka tampak begitu kemilau. Selisih kelasku dengan mereka lumayan jauh. Saat itu mereka sudah kelas enam sementara aku baru awal masuk.

Mereka tampak berwibawa sekali. Memancarkan kesenioran yang mempesona. Sering semangatku untuk sekolah terpompa dengan melihat mereka.  Mbak Tatri, Mas Har, dan beberapa teman lainnya, mereka senior saya yang luar biasa. Memancarkan kedewasaan dan keeleganan.  Satu segi  yang membuatku selalu bangga pernah jadi bagian dari mereka.
Setiap pagi sapaan dan model bercanda mereka adalan inspirasi.

Bergudang ide menjelma dalam imajinasiku waktu itu. Tentang sebuah cerita yang belum pernah kudengar. Bahkan pikiranku dihujani kosakata baru yang sangat mudahnya melekat dalam ingatan. Termasuk sebuah kosakata baru yang unik, menggelitik, tapi menjengkelkan.
Kata "gembel"  yang entah kenapa, mungkin karena  belum familier benar dengan pikiranku, saat aku ucapkan menjadi "gombol".  Dan sialnya saat keteledoran itu kuucapkan dilihat banyak orang. Sehingga menjadi julukan yang melekat dengan namaku.
"Toyoe gombol. Toyoe gombol."
Aku sangat benci dengan kosakata itu. Dan bagiku Itu sangat merendahkan. Wal hasil, banyak yang menjadi sasaran amukanku saat mereka mengucapkan kata itu.

Tapi terkadang. Ketika kurenungi sekali lagi. Begitulah hidup. Terkadang sebuah ucapan bisa melesap tanpa kendali, menjelma jadi sesutu yang tidak kita ingini. Tapi mau tak mau tetap harus dijalani.

Jalan berkelok seperti ular, mulai kukenal juga sebagai jalan pendewasaan ketika ada sesuatu yang tidak sepenuhnya menyenangkan kualami. Dan mungkin begitulah hidup. Kematangan itu datang seiring datangnya kesusahan, seiring datangnya kesulitan, yang itu kadang  dirasa sangat tidak menyenangkan.

Jarak yang hanya satu setengah kilo meter itulah. Yang memperkenalkan beberapa variasi perasaan yang baru padaku, yang tentu saja bukan tentang hal yang manis atau menyenangkan semata.

Dalam jarak perjalanan itu. Mulailah kurasakan bagaimana bergaul tanpa adanya perlindungan. Bertemu dengan orang lain tanpa figur pelindung terkadang membutuhkan improvisasi dalam hidup untuk menyesuaikan diri dengan keadaan.

Disitulah wujud nyata dari adaptasi yang sebenarnya dalam prosesku menjadi manusia yang mandiri dan mempunyai harapa-harapan.

Cosmo:Rumah Masa Kecil : Update Bagian 13: Jalan PendewasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang