Maaf ya part sebelumnya malah nongol curhatan gaje.
Sekarang juga masih galau nih gara2 bulan Ramadhan+liburan pergi dan hidup baru menghadapi jadi murid di kelas akhir+tahun depan hiks...hiks... UN!
Udahlah, happy reading!
= = = =
Kevin's POV
"Aku mau pulang!" tiba-tiba raut wajah Jessica berubah drastis dari sebelumnya.
"Emang ada ap--" kalimat gue yang lebih ke pertanyaan ini belom selesai, tapi Jessica udah melangkahkan kedua kakinya untuk pergi menuju halaman parkir. Gue mengekor dibelakangnya dan berniat buat mengulang pertanyaan gue.
"Jessica, emang ada apa? Tadi kamu yang minta kita ke taman kan?" gue langsung menggengam tangannya dan Jessica pun berhenti dengan aktifitas melangkahkan kaki-kakinya di atas tanah berumput ini.
"Itu kan tadi, sekarang aku mau pulang!" gue gak ngerti kenapa tatapan sinis itu yang dia hadiahin untuk gue sore ini.
Kalo biasanya Riska atau Lisa gue boncengin naik motor, reaksi mereka adalah nabok kepala gue pake semua benda yang mereka bawa saat itu. Kedua cewek itu selalu bilang, gue bisa buat mereka mati dengan bagian-bagian tubuh yang gak utuh. Seandainya salah satu dari mereka ikut gue dari kampus ke rumah Jessica tadi, sahabat-sahabat gue itu pasti lebih bahagia kalo kepala gue melakukan ciuman ke 67 kalinya dengan nuklir milik negaranya Nobita.
Gue kira, Jessica bakal mengukir terus senyum manisnya sampai matahari di telan bumi. Dia kenapa?
• • • •
Lisa's POV
"Lisa!" gue berhenti melangkah untuk menanggapi suara yang menyiarkan nama gue beberapa detik yang lalu. Gue berbalik arah dan mendapati seorang cowok yang sekarang berdiri persis di depan gue.
Davo?!!
"Ada apa ya?" gue berusaha menanggapi peristiwa ini dengan tenang. Jujur aja, gue selalu gugup untuk menghadapi senior-senior gue. Maka dari itu, petasan-petasan hasil rakitan gue dan Hana belom berani kita ledekan satu pun di tangan Davo.
Yah, sebenarnya gue benci sama orang yang ngomong doang tanpa tindakan tapi dalam hal ini, mungkin sejenis gue diluar sana akan benci gue.
"Lo buka kalo udah sampe rumah!" Davo menyodorkan kertas yang dilipatnya kurang rapi ke arah gue, lebih tepatnya memaksa kertas itu ada di genggaman gue. Lekat dan makin dalam. Ya, gue natap kertas itu cukup lama. Ini apa coba?
Setelah otak gue memutuskan agar gue nanya sama yang bersangkutan, cowok itu udah gak ada. Davo setan atau apa sih? Gak biasa banget dia ngasih ini ke gue.
Takut dikira patung yang halangin jalan, gue pun bergegas pergi menuju tempat parkir. Gue bergegas masuk ke dalam mobil dan langsung tancap gas. Ini semua adalah efek dari rasa keingin tahuan gue yang amat besar.
Lebih cepat 10 menit dari biasanya, gue udah tiba di rumah. Eh, itu motor siapa? Masa Mas Doni ganti motor gue gak ganti mobil?! Dunia ini tidak adil!
Gue langsung berlari yang entah harus di deskripsikan seperti apa kecepatannya. Gak ada kakak gue ternyata tapi ada cowok yang duduk di sofa ruang keluarga. Ah untung aja, gue kira apa gitu ya ternyata...
"Ngapain lu Kev?" gue menepuk pelan pundaknya dan langsung duduk disampingnya.
"Oh gak boleh gue kesini? Ya udah gue balik ya!" Kevin terbangun dari duduknya untuk beranjak pergi. Eh, eh, jangan dong! Gimana kalo gue dilupain lagi sama dia kayak dulu.
Gue menggengam tangannya untuk mencegah dia pergi "Kok lo sensi amat sih! Duduk lagi ya, gue buatin minum?"
Gue melihat dengan jelas ekspresi berpikirnya tapi akhirnya Kevin pun kembali duduk. Haha, ampuh kan tawaran gue. "Lis, gue mau..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Because We're Best Friends
Teen FictionRiska Mayunda Andiya, Alisa Putri Mahani, dan Baharu Kevin Brawijaya adalah sahabat sejak kecil. Sebuah danau dan pepohonan cemara di sekelilingnya adalah saksi bisu perjalanan hidup ketiganya. Bagaimana ketika kasih sayang antar sahabat yang berbic...