PART 14

372 13 0
                                    

"Mawar putih kesukaan lu, Ris!" Lisa menaburkan segenggam kelopak-kelopak bunga yang ia bawa di keranjang beranyam rotan.

"Gw yang nanem di rumah, Ris. Lisa nyolong doang bisanya." Kevin mengacak-acak rambut sahabatnya. Lisa mengerucutkan bibirnya kesal lalu menginjak kaki Kevin. Pria itu meringis kesakitan.

Jessica hanya menatap sendu gundukan tanah yang kini sudah tertutup rapi oleh rerumputan. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Tubuh itu sudah tertidur tenang di bawah tanah namun hatinya masih tertanam di raga Jessica.

Lisa yang melihat kekasih sahabatnya itu tengah mengalami hantaman penyesalan yang luar biasa, langsung mengkode Kevin untuk membawanya ke tepi danau. Akan terasa lebih baik jika jernihnya air dan aktifitas alam di sekitarnya menyapu perasaan gundah yang sedang melanda.

Sementara itu, Lisa masih terduduk dengan posisi kedua lutut yang menjadi tumpuan di samping makam Riska. Sekarang, papan nisan itu telah berganti dengan marmer hitam berbentuk persegi yang diisi dengan nama, tanggal lahir, dan tanggal wafat sahabatnya yang berwarna keemasan. Lisa mengusapnya bermaksud menyingkirkan beberapa daun dan ranting kering yang jatuh diatas nisan itu.

Tidak terasa air matanya langsung jatuh di permukaan batu nisan tersebut, tepat di nama sahabatnya. Memori otaknya langsung memutar kejadian dulu, saat dia tergila-gila dengan Rendy dan melupakan Riska. Ia benci sekali ketika tau bahwa Rendy adalah pria bajingan yang sudah memasukkan 'miliknya' ke dalam banyak wanita sexy, tapi ia bersyukur atas kejadian itu. Ia sempat menemani setengah tahun sisa kehidupan sahabat yang sangat berarti untuknya itu.

"Riska... kalau gw bisa putar balik waktu, gw pengen kita gak usah nonton di bioskop waktu itu. Dan kita bisa ajak pergi Kevin biar dia gak ketemu sama Jessica di lapangan ilalang belakang sekolah." ucap Lisa yang menyerupai bisikan. Ia tidak bisa membendung air matanya setiap kali mengucapkan kalimat itu.

Lisa merasa ada tangan yang menepuk bahunya pelan "Masuk ke dalem yuk!". Lisa mengangguk sekali dan tersenyum tipis.

"Ris, kita kedalam ya." Kevin mengusap batu nisan itu dengan senyumnya yang lebar. Berbalik dengan perasaannya yang masih penuh rasa sesal.

Ada 4 buah anak tangga yang harus dipijaki untuk sampai ke teras villa. Dari bagian bawah sampai 1/3 ke atas bagian tembok dihiasi dengan batu-batu alam berwarna hitam. 2/3 sisanya di cat berwarna putih. Semua bagian lantai terbuat dari kayu jati. Dua meja bulat berukuran sedang dan beberapa kursi yang serasi dengan meja di bagian teras depan.

Yup, tidak ada yang berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Belum pernah sekalipun dilakukan renovasi mengingat keadaannya yang masih kokoh. Bangunan itu tidak memiliki lantai atas, hanya satu lantai namun begitu luas. Ada 6 kamar tidur dan 4 kamar mandi. Banyak foto keluarga mereka bertiga yang menghiasi dinding.

Seperti diputarnya sebuah DVD kenangan mereka kembali, Lisa ingat betul kamar di hadapannya ini. Ia membuka knop pintu dan terlihat lah isi didalamnya. Sebuah kasur ukuran besar dan satu buah ukuran yang kecil, satu sofa berwarna cream, sebuah lemari, serta sebuah tv dan mejanya. Tidak lupa, ada banyak foto dia dan sahabat-sahabatnya yang tergantung di dinding dan foto berukuran kecil yang ditaruh di dekat lampu tidur.

Setiap mereka menginap di villa, kamar inilah yang menaungi lelap mereka. Kevin terpaksa ditendang keluar kamar begitu ia cerita tentang mimpi basahnya saat kelas 1 SMP. Sejak itulah, kamar ini ketika malam diisi Lisa dan Riska yang berbaring di ranjang ukuran besar serta Tasya yang berada di ranjang ukuran kecil. Kevin dan Doni, kakak Lisa, yang terlelap di kamar sebelah. Namun saat pagi sampai sore hari kamar itu adalah privacy mereka bertiga.

Tatapan Lisa kini terkunci di salah satu foto yang terbingkai cantik. Itu adalah foto terakhir mereka bertiga dengan latar belakang danau dan pepohonan cemara. Itu sudah setahun yang lalu saat liburan kenaikan kelas. Lisa tidak menitikan air mata, ia tersenyum lebar.

Because We're Best FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang