Ch 1 - Pertemuan Pertama

107 12 0
                                    

"Jadi, ini tempatnya?"

Dengan menggunakan smartphone sebagai pemandu, aku mencapai lokasi yang telah ditentukan. Wow, teknologi jaman sekarang benar-benar memudahkan segalanya. Di zamanku dulu, aku harus mengumpulkan informasi, bertanya ke sana-sini kalau ingin mencapai suatu lokasi. Ya, sudahlah.

Aku terdiam sejenak, berdiri di depan bangunan yang tampak usang ini. Tidak. Kata usang terlalu halus. Daripada usang, lebih tepatnya, bangunan yang seharusnya gedung tiga lantai ini sudah setengah hancur.

Yah, aku tidak peduli juga sih. Aku pun masuk melalui pintu setengah hancur.

"Selamat datang."

Seorang laki-laki dengan tuxedo dan fedora sudah berdiri di antara reruntuhan. Dia mengangkat tangan kanan, membuat reruntuhan yang ada melayang, menunjukkan sebuah pintu. Dengan sebuah gerakan pada tangan kiri, pintu itu terbuka.

"Silakan masuk."

Heeh, laki-laki ini penjaganya ya.

"Terima kasih."

Aku berjalan memasuki pintu yang terbuka, menuruni tangga yang entah berapa panjang. Aku menggunakan pengendalian di sepatu dan baju, membuat badanku melayang, dan menuruni tangga.

Dalam waktu singkat, aku sudah berada di sebuah ruangan besar. Ruangan ini tidak memiliki perabotan apapun. Hanya aula berwarna putih.

Aku berkonsentrasi, mencoba merasakan semua material atau mineral yang ada. Beberapa material memberi respon, seperti sebuah gelombang sonar, memberi gambaran dari beberapa arah. Ada perak, besi, tembaga, krom, aluminium, dan sebagainya. Namun, kehadiran masing-masing material sangat lemah. Tampaknya ruangan ini dibuat dengan mencampur berbagai macam material untuk mencegah pengendalian.

Selain aku, ada empat orang lain berdiri di ruangan ini. Dan, sama sepertiku, mereka semua mengenakan jaket atau jubah yang terbuat dari material tertentu. Namun, yang jelas, pakaianku adalah yang paling tebal, berlapis-lapis, dan berat.

Dari kanan, satu perempuan dengan mata coklat dan rambut pirang sebahu mengenakan singlet putih dan rok mini hijau. Di bawah rok mini, sebuah stoking semi transparan melilit. Di kulit putihnya, sebuah jubah musim dingin dengan campuran aluminium dan besi menutupi.

Dua laki-laki mengenakan setelan dengan jaket angkatan udara. Tidak ada yang menarik dari dua laki-laki ini. Aku hanya merasakan kuarsa dari tubuh mereka. Dari bentuknya, pistol.

Laki-laki yang terakhir mengenakan setelan tanpa jas, hanya rompi. Jubah musim dingin yang dia kenakan memiliki beberapa material yang bervariasi di dalamnya, ada besi, aluminium, dan kuarsa. Rambutnya merah, bukan karena cat atau sejak lahir, tapi lebih seperti terbakar, yang cukup serasi dengan kulit gelapnya. Matanya mengenakan lensa kontak berwarna merah juga. Aku tidak tahu apakah lensa itu adalah alat atau hanya sekedar lensa kontak.

Kesimpulan sementara, dua orang adalah pengendali satu material dan tiga orang adalah pengendali beberapa material.

Aku berjalan masuk, menjauh dari tangga. Kami semua saling melempar pandangan untuk sesaat, lalu membuang pandangan.

"Tampaknya kalian semua sudah datang."

Seorang perempuan muncul dari tangga. Perempuan itu memiliki rambut pirang dan mata biru yang berbalikan dengan kulit kuning langsat orientalnya. Dia mengenakan sebuah jaket pilot dengan celana kargo. Aku tidak yakin apa yang ada di balik jaket pilotnya.

Namun, yang jelas adalah, perempuan ini tidak bisa dianggap enteng. Aku merasakan seluruh pakaiannya terbuat dari benang perak. Kalau kami bertarung, dia bisa saja mengendalikan perak yang ada di pakaianku, menggunakannya sebagai senjata untuk melawanku.

I am No King Another Story: LacunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang