Mungkin bisa saja aku memanggil punggungmu, dulu. Punggung hangat berangsur dingin yang perlahan menghilang bersama hangat mentari pagi. Dibawah pohon rindang sebelum ditebang dan kacamata duduk dipangkuan.
Tapi aku tetap pada jalanku. Memilih mundur lebih jauh dari punggungmu yang terus menjauh. Meregas harapan dan keinginan yang sempat bertengger dibahuku. Cukup dengan dua kata terucap saat itu, "tidak mau".
Aku yang kala itu membiarkanmu, tetap tersenyum lebar dibelakangmu atas jalan yang telah ku pilih. Sesekali mendo'a supaya kamu bertemu dengan ia yang dicari, yang mampu menyempurnakan agama dan hidupmu. Sebab apa yang kamu cari dalam diriku, tidak dipersembahkan untuk dirimu.
Terimakasih atas keberanianmu melamarku secara tiba-tiba. Padahal kamu tidak mengenalku sebelumnya. Setidaknya, aku senang pernah menjadi pilihanmu. Hanya saja mungkin ini memang jalan terbaik yang telah di gariskan Yang Maha Kuasa. Kita berdua berjalan namun tidak bergandengan.
Jika saat ini kita kembali dipertemukan, bisa jadi kamu akan bersyukur betapa aku dulu memilih melepaskan. Selalu ada yang terbaik dari yang paling baik. Tetaplah yakin dengan langkahmu meninggalkanku. Dan aku percaya pada pilihanku untuk membiarkanmu berlalu.
-Aqilah Pratiwi
KAMU SEDANG MEMBACA
Kubiarkan Cinta Memelukku
PoetryAku sudah memulai dari film yang pernah kita kagumi bersama, shampo yang ku pakai lantas membuat tetangga terkagum-kagum, bahkan dengan drama yang ingin ku berikan untuk kamu lihat. Aku menontonnya bersama teman-temanku dilibur semester yang hanya b...