"Qil, apa yang lebih menyebalkan dari orang yang enggan membayar hutang?" Seseorang mengajakku bicara. Aku menengok sekilas.
"Sahabat yang menghianati sahabatnya, mungkin. Atau seseorang yang sangat berharga meninggalkan tanpa sepatah kata. Keduanya sama-sama ingin kuhindari." Ucapku datar. Entah kenapa aku bisa bicara begini.
"Menyedihkan!"
"Eh?"
"Kau cukup menyedihkan, kawan. Kau tak mampu membedakan mana menyebalkan dan menyedihkan. Ckck.."
Aku kembali berkutat pada buku yang kupegang. Ini sudah 3 hari dan aku belum menuntaskan buku setebal bantal ini. Seseorang itu, dia Syifa', masihlah bicara kemana-mana meskipun aku tak menanggapinya.
"Ini." Syifa' menyodorkan kertas cetakan dengan photo sebagai sampul. Aku lumayan tercengang melihatnya.
"Teman kecil kita yang centil itu akan menikah setelah lebaran. Berkurang lagi teman yang lumayan enak diajak mengobrol, Qil." Terdengar desahan berat Syifa'.
"Tanggapilah dengan baik, Fa'. Agar kau punya teman absolut yang bisa diajak apa-apa, mengapa tak ikut menikah juga?" Aku bergurau.
Syifa' melotot. Dia yang tadi lemas, mendadak bersemangat mengambil bantal dan memukuliku. Aku tertawa terpingkal-pingkal dipojok ranjang.Sebab sesungguhnya, percakapan diatas timbul oleh diriku sendiri. Kamar sedia kala. Sepi.
-Aqilah Pratiwi
KAMU SEDANG MEMBACA
Kubiarkan Cinta Memelukku
PoetryAku sudah memulai dari film yang pernah kita kagumi bersama, shampo yang ku pakai lantas membuat tetangga terkagum-kagum, bahkan dengan drama yang ingin ku berikan untuk kamu lihat. Aku menontonnya bersama teman-temanku dilibur semester yang hanya b...