Waktu itu kejam.
Ia tak pernah peduli tentang apa yang ada di sekitarnya.
Tak peduli bahwa ada banyak manusia yang terseok seok membawa beban di pundak mereka,
hanya karena ia tak mau menunggu walau barang sekejap.
Ia tak pernah ingin tahu perihal masalah yang kerap menimbulkan ratap tangisan.
Ia terus berjalan,
Meninggalkan semua hal di belakangnya.
detik berganti menit,
menit berganti jam,
jam berganti hari.
Waktu itu terlalu bodoh,
Ia tak sadar sudah seberapa banyak ia di sia siakan,
hanya karena ketidaksiapan manusia.
Waktu itu terlalu naif
Hingga tak sadar bahwa banyak yang berharap padanya,
andaikan waktu bisa sembuhkan luka.
Waktu kadang terasa sangat tidak berharga,
Namun ketika kita mulai kehilangan setiap detiknya,
kita akan merasa gentar.
Takut bila sebentar nanti,
kita sudah tak mendengar detik yang berdetak.
Sudah tak melihat kemana arah dunia berputar.
Yang tersisa cukup memori hitam putih perihal kehidupan yang singkat,
Goresan luka yang kita rasakan,
Canda tawa yang kita tebarkan,
Isakan tangis yang kita sembunyikan,
Dan amal yang kita simpan.
Semua terasa lepas, melayang di angkasa awang.
Pada akhirnya yang kita bawa cukuplah doa dan kebaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Makna
Poetrypenggalan penggalan bait dari seorang pecandu aksara yang hanya mampu mengungkap rasa lewat goresan pena.