4. Rayuan

7 1 0
                                    

Malam gelap dihiasi bintang bintang bertaburan indah. Membuat siapa saja yang menatapnya terpana dan terhanyut melihat lukisan terindah dari Tuhan ini. Begitupun dengan Jovi. Karna dia bosan berada didalam rumah, dia berniat berjalan jalan menyusuri jalanan kota. Memandangi langit yang indah. Sebenarnya tujuan awal Jovi keluar adalah dia ingin pergi ke Cafe langganannya untuk sekedar menengguk secangkir kopi. Ya menurutnya saat dia telah meminum kopi, seperti semua beban, masalah yang di pikirkan seketika bisa dia lupakan dan bisa menenangkan hatinya kembali. Dia lalu memanggil waitress untuk memesan kopi.

"Ada yang bisa saya bantu Mbk" Sapa hangat waitress pria itu

"Saya pesen Hot coffee latte 1 ya mas"

"Baik" waitress itu mencatat pesanan dari Jovi. "Ada yang mau dipesan lagi"

"Gak ada mas"

Waitress itu pun pergi meninggalkan Jovi. Jovi lalu sibuk memainkan benda tipis ditangannya. Mengecek akun instagramnya. Lalu melihat chat yang tertumpuk di whatsapp. Dia mencoba membalas satu persatu chat dari teman temannya itu, sambil menunggu pesanannya datang. Beberapa saat kemudian kopi yang dia pesan akhirnya datang. Dan dia mulai meminum kopinya.

"Haii" Sebuah suara menyapa Jovi. Yang membuat gadis itu sontak melihat ke arah pria yang tengah berdiri di depannya. Melihat pria itu membuat mata Jovi terbuka sempurna.

"Lo sendirian aja, pacar lo mana?" Tanya pria itu sambil menyimpulkan senyum manisnya

Sedangkan Jovi sendiri masih terdiam. Mencoba menenangkan degup jantungnya yang berdetak tak karuan.

Tenang Jovi, lo harus bersikap biasa aja. Oke.

"Kok lo diem sih. Oya kenalin gue Nando" Ya benar pria itu adalah Nando. Nando memasang wajah termanisnya yang membuat siapa saja terpana melihat wajahnya saat ini. Begitupun dengan Jovi, tetapi Jovi mencoba bersikap biasa saja berhadapan dengan cowok playboy cap ular berkepala dua ini. Meski dalam hati paling dalam saat ini Jovi merasa ingin teriak.

"Gu-gue Vita" Ucap Jovi gelagapan. Sampai sampai dia salah mengucap namanya. Dia malah menyebut nama semasa kecilnya

"Vita. Nama yang cantik sama kayak orangnya" Nando mencoba merayu Jovi. Tapi Jovi tidak terlalu terbawa perasaan karna dia berpikir, pria itu memang selalu bersikap seperti ini kepada semua perempuan. Selalu menggoda.

"Thank's"

"Lo cuma mesen itu, gak mesen yang lain. Atau lo mau mesen hati gue" Nando menaik dan menurunkan kedua alisnya yang tebal itu.

Oke ucapan Nando barusan sepertinya telah membuat pipi Jovi berwarna kemerahan. Sungguh buaya darat sekali pria didepannya itu. Kenal saja baru beberapa menit, dan seolah tak bersalah merayu seorang Jovi yang memang diam diam menyimpan rasa pada pria itu, meskipun pria itu tidak tau tentang hal itu.

Lalu Jovi mengeluarkan beberapa lembar uang dan menaruhnya diatas meja, dan berlalu pergi. Tapi saat Jovi telah melangkah diluar Cafe, tangannya ditahan oleh seseorang.

"Hey lo mau kemana? Jangan buru buru kali" Ucap Nando dengan wajah manisnya, dan tulus nampaknya.

Sebenarnya saat itu Jovi ingin berkata Oke ayo, kita mau kemana? Ke hati lo. Kemana aja asal sama lo gue mau. Namun dirinya dapat mengontrol hatinya yang terus terusan meminta agar tidak cuek kepada pria itu.

"Gue mau pulang" Ucapnya dengan nada datar

"Gue anter mau"

Mau bangettt Teriak hatinya. Namun sayang mulut Jovi tetap menjawab dengan bohong.

"Gak usah"

"Gak usah nolak. Gak baik cewek se cantik lo pulang sendiri, apalagi malem malem" Tanpa izin Jovi, Nando mengenggam erat tangan Jovi dan pergi menuju mobilnya. Saat itu Jovi merasa antara hati dan otaknya memiliki kehendak berlainan. Hatinya sangat senang bisa se-mobil dengan Nando, sedangkan otaknya seperti telah muak dengan sikap sok manis dari pria yang telah duduk disampingnya berniat melajukan mobilnya. Jovi menghela nafas.

Jovi, lo bener demen sama cowok kayak dia

Selama perjalanan Jovi hanya terdiam, karna jika dia berbicara dia bingung akan bicara apa. Dia hanya menatap jalanan dari jendela mobil.

"Vit, rumah lo dimana?" Nando mencairkan suasana yang sebelumnya sunyi.

"Bentar lagi ada pertigaan kiri aja, terus ada minimarket di kanan jalan lo tau kan"

Nando menatap Jovi beberapa detik lalu kembali fokus kedepan kembali.

"Tau kok. Tentang lo aja gue tau"

Ucapan Nando barusan membuat Jovi bisu dan gagap seketika.

"Ahh gue serius"

"Tenang gue bakal seriusin lo"

Anjirr nih cowok ya

                                          ***

Akhirnya mereka berdua tiba dirumah Jovi.
"Thank's Ya"

"Sama sama"

"Gak mau mampir dulu" Ucap Jovi ramah

"Kayaknya gak bisa kalo sekarang"

"Kenapa?"

"Nanti aja, pas gue bawa 1 rombongan keluarga gue"

"Ngapain? Ngungsi dirumah gue"

"Bukan"

"Terus"

"Ngelamar lo" Ucap Nando dan berlalu pergi. Sedangkan Jovi hanya terpaku berdiri didepan gerbang rumahnya. Rasanya mendengar ucapan Nando barusan membuat Jovi melayang tinggi, tapi Jovi kembali ke kehidupan nyata bahwa pria itu hanya merayu dan menggombalinya saja.

"Udahlah yang penting gue bisa kenal sama cowok yang gue suka" Ucap Jovi sambil menatap mobil Nando yang berlalu pergi.

Jovi memasuki rumah, tetapi dia tidak masuk melewati pintu utama tetapi lewat pintu belakang agar tidak ketahuan kedua orang tuanya jika dia pulang larut malam. Saat Jovi ingin masuk ke kamarnya sebuah tangan mendarat di pundaknya yang membuat dirinya terkejut, dia mencoba melihat siapa pemilik tangan itu. Dan--

"Bibi" Ternyata pembantunya, Bi Inah.

"Non Jovi darimana? Kenapa baru pulang malem gini" Ucap Bi Inah dengan suara pelan

"Nyari udara seger Bi. Papa sama Mama udah tidur"

"Iya Non"

"Yaudah Jovi masuk dulu ya Bi"

"Baik Non"

Jovi memasuki kamarnya. Kamarnya itu adalah tempat ternyaman kedua setelah Cafe, dan mungkin akan berganti posisi menjadi yang kedua. Karna sepertinya dia merasa tempat ternyaman pertama adalah ketika dirinya berada disamping Pria yang beberapa jam yang lalu selalu merayu dirinya.

"Jovi, lo baper sama rayuan dia"

"Aduhh mati gue, kalo nantinya bakal jadi korban dari kelakuan Nando"

"Tapi emang bener sih, entah mengapa gue nyaman berada di sebelah Nando"

Jovi terus membayangkan wajah Nando saat dia memberikan senyuman pertama kepada Jovi. Jovi melihat jam yang bertengger santai di dinding. Jarum jam menunjukkan pukul 10 malam. Sudah larut malam, tetapi sayangnya mata Jovi belum ada niatan untuk terpejam. Karna saat iya hendak memejamkan mata, entah dari mana datangnya bayang pria itu hadir.

"Kenapa wajah dia selalu hadir sih?"

Jovi lalu mendudukkan tubuhnya. Dan terdiam sekejap, lalu mengambil sebuah benda yang tergeletak di meja belajar nya. Lalu mencari satu kontak yang ingin dia kabari.

Jovi: Del lo masih hidup gak

Tak selang beberapa detik datang satu balasan dari Adel.

Adel: Anjirr lo kira gue udah mati

Jovi: Eh maksud gue lo belum tidur. Del gue mau curhat?

Adel: Curhat apa? Curhat tentang kenapa bakso bentuknya bulet

Jovi: Anjirr gue serius

Adel: Yaudah apaan?

Pupus (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang