BOLOS sekolah ternyata tidak buruk buruk amat. Oke, sejujurnya memang sangat menyenangkan.
Mengabaikan bahwa bisa saja kami ketahuan bolos dan berakhir di ruang isolasi Pak Im besok, kami cukup bersenang senang hari ini. Setelah keluar sekolah, Melody mengajak kami mampir di warung bakmi Aku Sayang Kamu—yang kami ketahui keberadaannya setelah direkomendasi oleh Arjuna—yang enak dan murahnya bukan main. Bisa dibilang warung ini wujud dari ungkapan “surga dibalik kesederhanaan”. Yah... Aku tidak tahu apakah ada ungkapan semacam itu, tapi begitulah intinya.
Selesai mengisi perut, barulah kami hang out bertiga. Asal kalian tahu, meski kami bersahabat dekat sejak SMP, jarang sekali kami bisa main bareng bareng begini. Sica selalu terkendala oleh pekerjaannya yang selalu menegangkan, Melody terkendala kemalasannya untuk bangkit kalau sudah mencium aroma bantal, sedangkan aku terkendala segala macam tetek bengek kehidupan konglomerat.
Bukannya aku sombong atau apa, tapi memang begitulah kenyataannya. Perjamuan makan malam, pesta yang formal, pertemuan santai rekan bisnis yang sama sekali tidak santai, semua itu sudah menjadi bagian dari kehidupanku selama ini. Jadi jangan heran kalau kalian mendapati sikapku yang penuh percaya diri dan rada angkuh. Penerus perusahaan sepertiku justru dituntut memiliki sikap itu.
Oke, lupakan saja kehidupan mewahku yang membosankan. Sekarang ini, aku hanya perlu menikmati bolos pertamaku bersama Sica dan Melody. Untungnya, kedua orangtuaku juga menyukai mereka berdua—terutama karena sikap mereka yang apa adanya.
Kali ini, kami bertiga berdiri berdampingan di sebuah taman, menjadi bagian dari kerumunan yang menatap kagum 2 sosok remaja yang duduk di kursi seadanya. Penampilannya berantakan, dengan celana jins robek di bagian lutut, kaos hitam polos dilapisi rompi jins yang sama sekali tidak kelihatan bersih dan rapi. Rambutnya berantakan agak panjang, melebihi telinga. Untuk si cowok bergitar, ada tindikan dengan satu anting di satu telinganya. Meski begitu, wajah kedua cowok ini tampak bersih. Bukannya kelihatan jelek atau kumal karena keringat, keduanya malah terlihat segar. Si cowok bergitar memiliki kulit putih sedangkan cowok satunya—yang kusadari mengiringi dengan beatbox—memiliki warna kulit lebih gelap.
Gara gara keasikan menikmati pertunjukan mereka—Melody bilang, permainan gitar dan suara si cowok bergitar cukup baik, dan aku pribadi terkesan dengan beatbox si cowok satunya—kami jadi kurang waspada terhadap sekitar. Begitu radarku kembali waspada, sebuah tangan sudah beranjak keluar dari saku rokku. Dan kusadari, mengambil serta ponsel dan dompetku.
Sialan!
“Copett!!” seruku seketika. Sica dan Melody, dan pastinya semua orang disana langsung menoleh padaku. Aku menunjuk punggung pria yang melakukan aksi barusan—dan seketika melesat mengejarnya. Melody dan Sica menyusulku dalam hitungan detik, namun tak ada derap langkah lain di belakangku. Sepertinya rasa saling tolong menolong di dunia ini memang sudah luntur total.
Sialnya, si pencopet itu berlari dengan gesit sekali, melewati sekerumunan orang, bahkan beberapa kali menerobos gang sempit dan perkampungan kecil. Aku dan Melody agak kesulitan, namun Sica dengan lincahnya mengikuti pergerakan si copet itu.
“Gayanya…bener bener kayak Agen Rahasia deh.” Dengus Melody, yang harus menunduk menghindari jemuran di gang perkampungan yang sempit. Aku mengiyakan, menghindari kubangan air yang becek. Sica tampak jauh di depan, jadi bagaimanapun kami harus berhasil menyusulnya.
Setelah menghindar sana sini—ada banyak jemuran, anak anak bermain, dan nasi kering yang dijemur di sepanjang jalan—kami akhirnya kembali tiba di pinggiran jalan besar, dan mendapati Sica berdiri menghadapi seorang cowok kumal dengan rambut acak acakan, muka tercoreng moreng warna hitam, dan kaos coklat yang basah di beberapa bagian dan celana jins belel yang sobek besar di bagian lutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR YOU...
Mystery / ThrillerAku sedang kesal. Engga, bukan kesal gara gara ngga dikasih uang jajan atau dibatasi penggunaan ATM. Yang benar saja, memangnya aku pernah punya masalah dengan keuangan? Aku cuman kesal sama seseorang sampai sampai rasanya aku ingin menyantetnya den...