4. ABHIMANYU AGATHA

91 6 8
                                    

ACARA bolosku hari ini rasanya istimewa sekali.

Yah…awalnya memang menyebalkan sih. Kedatanganku disambut dengan siraman selang air dari Romi—spesialis cuci motor kami—diiringi tawa bahagia dari sohibku sendiri, Arjuna. Aku mendelik padanya, namun bukannya berhenti ia malah semakin ngakak. Ketika aku memutuskan untuk cabut saja, dengan dalih membelikan nasi padang, aku dimintai tolong Deni untuk melayani pelanggan yang minta ganti oli. Alhasil, mau sehati hati apapun, wajahku tetap tercoreng moreng oli.

Tidak cukup sampai disitu, sewaktu keluar dari depot si mpok nasi padang, aku ditabrak oleh pencopet sialan keras keras sampai 3 bungkus nasi padang jatuh berserakan isinya. Aku menelan ludah, meratapi 3 bungkus nasi yang bisa dimakan 5 orang itu dalam hati.

Yah…setidaknya kebetulan yang sial itu mempertemukanku lagi dengan Alunan Sendu, si Ketua OSIS.

Tentu saja aku sudah mengenalnya sejak lama—mungkin bedanya dia tidak mengenalku—toh kami satu angkatan. Belum lagi popularitasnya yang mahadahsyat itu. Hanya saja, setelah Arjuna menceritakan tragedi yang melibatkan dirinya beberapa bulan lalu—yang mana langsung membuatku ngamuk besar padanya karena tidak melibatkanku. Yah, waktu itu aku memang sibuk, tapi apa salahnya memberitahuku kan?aku pasti akan langsung meninggalkan segala kesibukanku itu dan membelanya mati matian—aku merasa tertarik pada gadis paling kalem di banding 2 temannya itu.

Siapa yang tak kenal Alunan Sendu, baik di kalangan sekolah, kalangan atlet tembak, maupun sosial?Ketua OSIS yang terbukti selalu merealisasikan segala Program Kerja yang direncanakannya dan selalu berakhir dengan sukses. Seorang sniper termuda yang pernah menginjakkan kaki di Perlombaan Menembak Tingkat Asia. Juga putri tunggal dari konglomerat ternama yang memiliki bisnis perhotelan, resort, dan restoran dengan cabang yang mulai merambah ke luar Asia Tenggara. Boleh dibilang, Alunan Sendu adalah seorang Putri.

Dan kupikir, sebagaimana biasanya seorang putri, dia adalah gadis yang dingin, sombong, dan arogan.

Tapi yah…Arjuna membuktikan kalau semua itu salah. Itu sebabnya aku merasa penasaran dengan gadis itu.

Bukannya aku naksir dia pada pandangan pertama lho ya.

“Udah kubilang kamu ngga perlu nganter kami pulang.” Celetukan itu membuatku tersadar. Aku menoleh, menatap Luna yang duduk di sisi kananku, “Kalian kan mau ke sekolah, jadi secara teknis kami nggak nganterin kalian pulang. Lagian, kami juga harus ngambil motor Arjuna kok. Udahlah, nggak usah sungkan gitu.” balasku, santai.

“Dibanding sungkan, gue yakin Luna lebih ngerasa risih.” Celetuk Arjuna, sohib kurangajar yang duduk di sisi kiriku. Di dalam bis yang penuh ini, untungnya kami masih kebagian tempat duduk di paling belakang. Dari sisi kiri, berturut turut adalah Arjuna, aku, Luna, Musica, dan Melody.

“Kayaknya temen kamu lebih peka.” Sahut Luna, dingin.

“Ca, ini perasaan gue aja, atau antara Luna sama Gatha emang ada hawa hawa Tom&Jerry?” tanya Melody, berbisik pada Sica dengan volume sengaja dikeraskan hingga aku bisa mendengarnya dengan jelas. “Sebenarnya, Dy, bukan cuman elo yang ngerasa gitu. Luna jadi kayak cewek PMS tiap kali di ajak ngomong Gatha.” Balas Sica, nggak kalah kerasnya.

Luna melirikku tajam dan sebal, namun aku hanya membalasnya dengan ekspresi polos dan satu alis terangkat. Mengisyaratkan, “Aku salah apa lagi?” dan dia hanya berdecak.

Membuatku—mau tak mau—menahan senyum di tempat.

Dear You…

“Kapan kapan, kami boleh mampir ke bengkel lo lagi yaa!” ujar Musica, tampak antusias ketika kami sudah sampai di parkiran sekolah.

“Itu bukan bengkel gue, tapi yah, tentu kalian boleh mampir kapanpun.” Jawabku, mengiyakan. “Nasi padangnya mantap! Boleh traktir lagi kan lain kali?” kali ini giliran Melody yang bertanya. Aku menggaruk tengkuk, mengisyaratkan keberatan, “Yahh…kayaknya lain kali lo beli aja sendiri deh. Bukannya ngga mau berbagi rezeki, tapi gue kan juga belom dapet rezeki sendiri.” Jawabku. Di luar dugaan—tadinya kupikir cewek itu bakalan menendangku gara gara pelit—dia malah tertawa sambil menepuk nepuk lenganku, “Bercanda man, bercanda. Kalo lo mau nraktir sih ya rezeki, tapi kalo nggak ngga usah sungkan gitu lah, haha.” Balasnya, lalu berderap menuju mobil Luna.

DEAR YOU...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang