Prolog

172 9 2
                                    

Happy Reading
Jangan Lupa Vote ya! :)

Semilir angin sore yang sejuk menerpa kulit pemuda yang sedang mencangklong ransel dan memegang buku tebal di tangan kanannya. Tak jauh dari tempatnya duduk ada sebuah koper yang lumayan besar.

Sore ini Arsamanggala akan meninggalkan tanah kelahirannya, ia harus terbang ke Jerman untuk melanjutkan studinya.

Hangat dekap ayah dan ibu masih bisa Manggala rasakan ketika pesawat yang ditumpanginya lepas landas meninggalkan Indonesia. Rekaman memori satu persatu menari diingatannya, Manggala beristighfar ketika ingatan itu muncul kembali di otaknya. Ia tidak ingin kembali mengingat sesuatu yang tidak berhak untuk ia ingat.

Sudah cukup satu bulan terakhir ia menyia-nyiakan waktu demi memikirkan apa yang bukan di takdirkan untuknya. Mulai hari ini Manggala bersumpah ia akan melupakan semuanya, Manggala berharap semoga seisi Jerman dapat membantunya.

Seorang pramugari datang menghampiri Manggala.

"Mas..Ada yang bisa saya bantu?" Tanya pramugari itu ramah.

"Untuk saat ini tidak ada mbak, mungkin nanti" jawab Manggala tak kalah ramah.

                               ***

Tiga jam Manggala terlelap, namun pesawat yang ditumpanginya baru akan sampai dua jam lagi. Demi membunuh rasa bosan, ia memutuskan untuk membuka buku catatanya.

Ia menulis daftar-daftar kegiatan yang akan dilakukannya di Hamburg nanti.
Manggala sudah terbiasa membuat daftar perencanan seperti ini sejak dulu. Dianalah yang memberitahunya, katanya agar semua kegiatan yang akan dilakukan manggala dapat terencana dengan baik.

'Ahh nama itu lagi.' ucap Manggala dalam hati.

Sulit sekali melupakan perempuan cerdas, energik dan ayu itu.

Tidak ingin terlalu larut memikirkan masa lalunya, Manggala memilih membaca Al-Quran yang ada di aplikasi handphonenya.

                                  ***

Hawa dingin Hamburg menyambut kedatangan Manggala, ia masih belum percaya dapat melanjutkan studinya di negeri yang terkenal dengan kecanggihan teknologinya ini.

Berkat ke uletan dan kecerdasannya ia menjadi salah satu mahasiswa terpilih yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah untuk dapat belajar di sini.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, seorang pria berambut putih, berhidung bangir dan bermata biru datang menghampirinya.

"Apakah anda Tuan Arsamanggala pelajar dari Indonesia?" Tanyanya dalam Bahasa Inggris yang sangat pasih.

"Ya benar saya Arsamanggala, apakah ini dengan Tuan Jhon?" timpal Manggala.

"Tepat sekali tuan.. Saya Jhon yang di tugaskan Pak Anwar untuk menjemput anda." jawab pria berhidung bangir itu.

"Kalo begitu mari ikut saya, biar saya antarkan ke wohnung yang sudah disediakan Pak Anwar untuk anda." Sambungnya.

Keduanya masuk kedalam mobil sedan berwarna hitam yang diparkir tidak jauh.

"Tuan sudah lama bekerja menjadi supir Pak Anwar?" Tanya Manggala membuka pembicaraan.

"Sudah lama tuan, sejak Pak Anwar di tugaskan disini." Ucapnya sopan.

"Tuan panggil saya Manggala saja, agar lebih akrab." Kata Manggala ramah.

"Baik Manggala, kalo begitu anda juga harus memanggil saya Oppa Jhon saja ya." Jawab pria berhidung bangir itu sambil terkekeh pelan.

Tidak terasa mereka telah sampai di depan bangunan tua namun masih terlihat sangat terawat. Salah satu kamar di bangunan ini yang akan ditempati Manggala selama ia belajar di Hamburg.

"Nah.. Kita sudah sampai, kamarmu ada di lantai tiga tepatnya kamar 458. Mari saya antar." Ajak pria berhidung bangir itu hangat.

"Tidak usah oppa, saya bisa sendiri. Malam sudah larut, pasti anak dan istri anda sudah menunggu di rumah." Ujar Manggala.

"Benar tak apa Manggala? memang hari ini rencananya saya akan menemani istri ke klinik, sudah dua hari dia kurang enak badan." Tanya pria berhidung bangir itu penuh harap.

"Benar oppa tak apa, pergilah istri anda pasti sudah menunggu."

"Kalo begitu saya pamit Manggala, ini kuncinya."

Tak lama berselang Manggala memasuki bangunan tua itu.

                                ***
Dua jam lamanya Manggala menata ulang wohnung yang akan ditempatinya selama di Hamburg. Ia juga memasukan baju kedalam lemari kecil yang berada di sudut ruangan, kemudian Manggala menyusun buku-buku yang dibawannya dari Indonesia di atas meja.

Merasa lelah setelah menata ulang wohnungnya, Manggala memutuskan untuk istirahat namun sebelumnya ia menunaikan kewajibannya terlebih dahulu.

Dipenghujung PenantiankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang