Bagian 6

57 5 0
                                    

Seorang pemuda berkacamata lari tergesa-gesa di lorong kampus. Ia tidak melihat situasi di sekelilingnya yang sedang ramai. Pemuda itu terus berlari hingga tak sengaja ia menabrak seseorang.

Bruukk

"Aduhhh...." Keluah perempuan yang tidak sengaja di tabrak oleh pemuda berkacamata itu.

"Sorry.. Sorry.." Ucap si pemuda merasa bersalah.

"Iya tak apa"

"Lhooo kamu dari Indonesia?" Tanya si pemuda antusias.

"Perkenalkan aku Wigena dari Bandung." Sambung si pemuda berkacamata.

"Aku Hafsari.. Bagaimana aku harus memanggilmu? Namamu terlalu panjang" tutur Hafsa berterus terang.

"Panggil aku Wiga saja, senang sekali bisa berjumpa dengan mahasiswa dari Indonesia." Jawabnya

"Ahh aku juga senang, oh ya apa yang membuatmu berlari seperti tadi Wiga?" Tanya Hafsa sedikit kebingungan.

Wiga menepuk keningnya tanda ia melupakan sesuatu, buru-buru ia mengecek handphonenya benar saja sudah banyak panggilan tak terjawab yang masuk ke handphonenya.

"Maaf Hafsari, aku harus pergi. Ibuku sudah menunggu di wohnung, ia baru saja tiba dari tanah air." Jawab Wiga

Belum sempat Hafsa menjawab, Wiga sudah lari meninggalkannya. Lelaki aneh pikir Hafsari.

Hafsa melanjutkan langkahnya, ia baru saja menyelesaikan kuliahnya hari ini. Ia akan pergi ke perpustakaan untuk mencari beberapa litelatur yang dibutuhkannya. Ditengah perjalanan menuju perpustakaan, seseorang memanggilnya.

"Sari..." Teriak seseorang dari belakang.

Hafsa hapal betul siapa yang memanggilnya, karena hanya ada dua orang yang memanggilnya dengan sapaan itu. Pertama Prof. Karwaki dan terakhir Arsamanggala.

Detak jantung Hafsa berpacu lebih keras ketika mengetahui Manggala yang memanggilnya. Ia tidak ingin seperti ini, karena jika terus berinteraksi dengan lelaki itu Hafsa akan semakin merasa bersalah.

Derap langkah Manggala semakin jelas Hafsa dengar, ia memejamkan matanya untuk menormalkan kembali detak jantungnya yang tak karuan. Malu sekali pikirnya jika Manggala mengetahui Hafsa berdebar karena bertemu dengannya.

"Sari.... Itu kamu kan?" Ucap Manggala memastikan.

Hafsa membalikan badanya, seulas senyum ia paksakan di wajahnya. Setelah menatap Manggala sebebtar lalu ia menundukan pandangannya.

"Apakah sepatu saya semenarik itu bagimu Sari?" Tanya Manggala sambil terkekeh.

Hafsa gelagapan, ia mengangkat kepalanya seraya berucap

"Tidaakk, aku hanya menjaga pandangan saja mas.. Kamu tau itu kan?"

Manggala menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, malu karena minta di tatap oleh lawan bicaranya.

"Maaf Sari, aku hanya bercanda. Oh ya, kamu mau ke perpustakaan?" Ucap Manggala mengalihkan topik pembicaraan

"Iya mas.. Mau meminjam beberapa litelatur." Jawab Hafsa seraya melangkahkan kaki yang disusul oleh Manggala.

"Saya juga ingin mencari beberapa referensi untuk tugas, bagaimana jika kita bertemu lagi di meja ujung sana setelah menemukan buku yang kita cari?" Manggala bertanya pada Hafsari seraya menunjuk meja kosong di ujung sana dekat dengan jendela yang memperlihatkan pemandangan depan kampus dari lantai tiga.

Hafsari hanya menganggukan kepalanya tanda ini setuju.

Keduanya berpisah mencari buku yang mereka cari, Manggala tidak fokus ketika memilih buku yang sedang ia butuhkan. Sesekali ia tersenyum, namun segera ia tepis rasa aneh di hatinya itu. Tidak mungkin ia menyukai perempuan bermata teduh itu, mungkin ini hanya sebatas kagum. Ya kagum, karena jujur hati Manggala masih terisi penuh oleh nama lain siapa lagi jikalau bukan Diana.

Dipenghujung PenantiankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang