"Oh kau datang juga akhirnya aku kira kau lupa dengan keluargamu sendiri" sindir eomma begitu melihat putrinya.
"Kenapa eomma menyuruhku pulang?" Mijae mengekori dari belakang sambil membawa sekantung plastik besar dan menaruhnya di atas meja makan.
"Suamimu kan sedang tidak di rumah, eomma khawatir kau sendirian" jawab wanita tua itu tanpa melihat ke arah putrinya, ia meneruskan kegiatannya mengaduk sup yang sempat terhenti untuk membukakan pintu tadi.
"Aku sudah biasa sendirian" jawab Mijae cuek meski ada nada menyindir yang entah ditunjukkan kepada siapa.
"Jae-ah bantu eomma menata piring, pamanmu dan bibimu akan mampir kesini, cepatlah" perintah eommanya.
"Mwo? Kenapa tidak bilang dari kemarin?"protesnya dan mendekati eommanya yang masih sibuk mengaduk sup.
"Ini juga tidak direncanakan. Sudah sana tata piringnya" usir eommanya jengah.
Dengan bibir mengerucut Mijae melangkah membuka lemari piring dan mulai menata meja. Ia merasa seperti kembali pada masa-masa sekolah dulu saat membantu eommnya menata meja untuk makan. Tapi entah kenapa ia jadi rindu saat-saat seperti itu, moment saat ia melakukan kegiatan rumah dengan eommanya. Tanpa sadar Mijae menatap punggung wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya selama ini. Huuh...betapa ia rindu saat-saat itu. Semenjak lulus dan bekerja ia mulai jarang menghabiskan waktu dengan eommanya, bahkan ia jarang hanya untuk sekedar mengirim pesan ditambah lagi sekarang ia sudah menikah yang artinya kini ia memiliki keluarga lain selain eommanya.
Ting tong
"Eoh sepertinya sudah sampai" Mijae hanya diam ditempat saat eommanya setengah berlari ke arah pintu depan dan disusul suara bising orang bicara. Sepertinya bibi dan pamannya sudah tiba, ia bahkan bisa mendengar suara melengking bibinya.
"Wah Mijae sedang dirumah?ku pikir kau tinggal dengan suamimu" sapa bibinya saat melihat Mijae yang sibuk menata makanan di atas meja.
"Suaminya sedang ada pekerjaan di luar jadi aku menyuruhnya menginap disini"
"Yah memang sekali kali kau harus mengunjungi eomamu, kasian dia kesepian" ucap bibi yang langsung menohok hatiku.
"Oh ya aku bawa kimchi" bibi mengeluarkan sekotak kimchi yang ia bawa dan menaruhnya di kulkas.
"Kenapa banyak sekali"
"Aku memang buat banyak untukmu, tadi aku juga mengantar kimchi untuk temanku" dan obrolan para orang tua berlanjut atau lebih tepatnya obrolan dua ibu-ibu karena pamanku tidak terlalu banyak bicara ia hanya akan bertanya basa basi padaku atau pada ibuku lalu kembali melanjutkan makannya.
"Mijae, apa sudah ada kabar baik?" tanya bibi tiba-tiba saat aku sedang mengambil acar lobak. Aku menaikkan alisku tidak mengerti.
"Maksudku apa kau sudah hamil?" tanya bibi kembali yang otomatis membuatku sulit untuk menelan nasi yang belum aku telan.
Aku hanya menggeleng kecil sambil tersenyum paksa, "belum, mungkin belum waktunya" ada nada sedih di akhir kalimatku.
"Tidak masalah, kalian baru menikah mungkin kalian bisa bulan madu lagi" goda bibi dengan senyum mesumnya. Aku sendiri hanya tersenyum menjawabnya.
"Apa kau meninggalkan sesuatu di kompor?" tiba-tiba paman bertanya pada eomma sambil mengendus bau di sekitarnya.
"Oh astaga!" tanpa aba-aba eomma langsung berlari menuju dapur dengan panik dan kembali lagi ke meja makan dengan panci yang sedikit hangus di bagian bawahnya.
"Untung masih bisa diselamatkan" awalnya aku baik-baik saja saat eomma melangkah mendekati meja tapi perutku langsung bereaksi saat mencium aroma yang berasal dari sup yang dibawanya.
"Eomma!" jeritku tertahan saat aroma sup semakin menusuk hidungku.
"Wae?" tanya eomma bingung begitu juga dua orang lain di meja makan ini.
"Ah, sial!" aku langsung berlari menuju kamar mandi yang terletak di samping dapur.
Isi perutku meluncur dengan mudah melalui mulutku memberikan perasaan terbakar di kerongkonganku. Sebuah tangan lembut memijat tengkukku saat aku masih berusaha memuntahkan makananku bahkan.
"Kau sakit?" eomma bertanya dengan nada khawatir saat aku tak kunjung menyelesaikan sesi muntahku.
"Ini minum dulu" tangan lain muncul di samping wajahku saat aku terduduk lemas bersandarkan tubuh eomma. Baru beberapa teguk air aku justru menangis tanpa sebab membuat orang-orang disekitarku semakin panik.
"Kau mau ke rumah sakit?" tanya pamanku yang sepertinya sudah siap jika harus mengantar kami ke rumah sakit.
Aku menggeleng kecil dan semakin bersandar pada eomma. Ia mengelap bulir keringat diwajahku dan kembali menyodorkan gelas berisi air tadi.
"Yakin tidak mau diperiksa?" eomma bertanya kembali ikut membujukku meski ia sangat tau aku membenci rumah sakit, aku tidak suka bau obat dan kematian appa semakin membuatku membenci rumah sakit.
"Aku mau tidur saja" jawabku lemah, kepalaku pusing dan perutku masih terasa bergejolak meski rasa ingin muntah itu sudah tidak ada lagi. Mereka akhirnya menyerah dan membantuku berjalan ke arah kamar lamaku. Eomma masih duduk di sampingku hingga aku terlelap.
....
Aku terbangun karena rasa haus menyerang, sesaat aku memperhatikan sekitarku dan sadar jika saat ini aku tertidur di kamar lamaku. Saat aku melirik pada jam di atas meja aku baru sadar jika aku sudah tertidur hampir tiga jam, diluar sudah gelap dan suasana sangat hening.
Aku melangkah keluar ke arah dapur saat melihat eomma sibuk membuat sesuatu. Ia menoleh saat mendengar suara langkah kakiku.
"Kau sudah bangun?masih ingin muntah?" tanyanya cemas, aku menggeleng kecil dan mendekatinya, melihat apa yang dilakukannya.
"Eomma membutakanmu teh tadi tapi sudah dingin, kau duduk dulu eomma buatkan yang baru" aku mengangguk patuh dan menarik kursi.
Aku jadi teringat Namjoon, apa yang ia lakukan, apa ia mencariku, aku bahkan belum menghubunginya lagi setelah mengobrol lama dengannya tadi pagi.
"Suamimu tadi menelfon, tapi eomma bilang kau sedang tidur jadi dia hanya menitip pesan" aku tersentak saat eomma membicarakan pria yang baru saja muncul di pikiranku.
"Eomma tidak bilang kan jika aku sakit?" Namjoon sedang berada di luar dan aku tidak mau membuatnya khawatir.
"Tidak, eomma tau kau tidak mau membuatnya khawatir" ucap eomma membuatku menghela nafas lega.
"Tapi jika kau masih seperti tadi eomma benar-benar akan menyeretmu ke rumah sakit dan menelfon suamimu" ancam eomma sambil meletakkan teh hangat di hadapanku.
Aku menyesap sedikit dan mendesah lega saat hangat teh mengalir di kerongkonganku membuat perutku sedikit tenang.
"Kau lapar?" tanya eomma yang duduk di depanku. Aku mengangguk tapi sedikit ragu.
"Takut muntah lagi?" tebaknya tepat sasaran. Eomma mendesah pelan lalu melirik jam.
"Bagaimana dengan ramen?" tawar eomma, aku sedikit berfikir lalu mengangguk setuju. Tiba-tiba saja alu jadi sangat ingin ramen, membayangkan kuahnya yang gurih dan panas membuatku semakin merasa lapar.
"Habiskan tehnya, eomma buatkan ramennya dulu" aku tersenyum senang dan kembali menyesap teh ku.
Tbc.
;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Namjoon and I ✅
Fanfiction"You will forever be my always" Ketika wanita dan pria bersahabat akan ada satu yang menyimpan rasa, lalu bagaimana jika keduanya tidak benar-benar menyadarinya.