Deika berjongkok, menyamakan tinggi badannya dengan tinggi anak kecil yang sedang menangis di depannya. "Adek mau Pie Apel atau Kenari? Yang enak kenari dek. Kenari aja ya? Eh tapi gigi kamu udah lengkap kan? Soalnya agak keras."
Anak kecil tambah menangis seraya memanggil-manggil nama ibunya. Deika mengerutkan dahinya bingung.
"Paman, ini gimana dong?" Tanyanya bingung.
Pamannya menggaruk-garuk kepalanya, kemudian beralih ke pada pegawai yang lain, "Dapit, ini di gimanain?"
David menggelengkan kepalanya, sambil mengangkat bahu. "Jangan di tanya soal giginya, Dey. Tanyain namanya siapa, alamat rumahnya di mana, nomor telponnya berapa."
Deika mengangguk cepat-cepat. Kembali beralih pada anak di depannya. "Adek namanya siapa?"
"Mamaaaa!" Anak kecil itu menangis semakin keras.
Deika meringis, "Bukan mama, nama kamu siapa?" tanyanya lagi.
"Aska mau Mama!" Anak ikut mengusap-usap matanya yang memerah.
Deika menarik napas panjang. Dalam sebulan ini, sudah tiga kali, kejadian anak yang kehilangan orang tuanya. Anehnya setiap anak yang kehilangan orang tuanya, akan masuk ke dalam Cafe Paman Deika, kemudian menangis kencang. Menimbulkan ke gaduhan di dalam Cafe.
"Aska, rumahnya di mana?" Deika kembali bertanya. Ikut mengusap air mata di wajah anak laki-laki itu. "Cup-cup, jangan nangis lagi ya. Nanti Kakak kasih Pie Gratis buat Aska."
"Nggak tau." Aska masih menangis tersendu-sendu, membuat wajahnya menggemaskannya memerah.
"Kak David, Aska nggak tau Rumahnya di mana!" Deika berbicara dengan panik.
"Lo tanyin berapa nomor telponnya!" David berujar.
Deika tersadar, "Ah, iya iya!" Ia kembali melihat Aska, "Nomor hape kamu berapa?" Ujarnya polos.
Pamannya dan David, mendesah lelah. Sambil menggelengkan kepalanya. Polos dan bodoh memang beda tipis, tapi masalahnya. Deika merupakan perpaduan antara keduanya.
"Maksudnya Dapit, nomot telpon orang tuanya, Deika." Pamannya menjelaskan. Lagi-lagi menyebut David dengan pengucapan yang keliru. Paman Deika memang tidak bisa melafalkan huruf 'F'.
"Ohh," Deika tersenyum kecil. "Aska hafal nomor hape Mama nggak?"
Aska menghentikan tangisnya, merogoh sesuatu di kantong celananya kemudian memberikannya pada Deika. Itu sebuat Buku kecil, seukuran genggaman tangan. Deika membukanya, lalu tersenyum sumringah.
"Paman, kak David! Di dalemnya ada Nama, Nomor Handphone sama Alamat rumahnya Aska." Deika tersenyum.
Pamannya menganggukan kepala, "Kalo gitu kamu bawa Aska ke pos satpam, biar di hubungi sama mereka."
"oke, oke." Ujarnya, "Aska mau Kakak gendong? Kakak gendong aja yuk." Deika meraih Aska, dan mengangkatnya dalam gendongannya. Terkejut, karena ternyata Aska lumayan berat. "Wah, Aska makannya pasti banyak nih."
"Aska suka makan buah." Ujar Aska.
"Sini-sini." Deika membawa Aska ke depan Cake Showcase. Menunjuk kue-kue kecil yang terlihat enak di dalamnya. "Nah, Aska mau yang mana? Coba tunjuk. Yang merah sama hijau itu isinya buah." Deika menunjuk dua Pie, berwarna merah dan Hijau.
"Aska mau yang Merah." Aska ikut menunjuk.
Deika tersenyum, "Kak David. Deika minta Pie Strowberrynya satu ya."
"Siap, Bos." Ujar David sambil menyiapkannya.
Deika merogoh kantongan baju kerjanya. Ia ingat menyimpan beberapa lembar uang di sana tadi. Tapi sudah beberapa kali ia merogoh, Deika tidak menemukannya. "Uang gue kemana ya?" Gumamnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
THREAD OF DESTINY
RomanceWARNING!! Kalo udah baca part 1, nggak akan berhenti sampai End "Kak Altha, pokonya jangan deket-deket cewek itu!" Altha diam. "Deika pengen di ajarin sama kak Altha, dong." Altha masih tetap diam. "Kak Altha, makan apaan sih kok bisa ganteng begitu...