BAB IX - LELAH

988 93 7
                                    

"Hatchimmmm.." Deika menutup mulutnya, kemudian mengusap-usap hidungnya yang memerah. Dari semalam ia terus-menerus bersin tanpa henti. Setelah dengan sengaja, hujan-hujanan kemarin sore, Ia harus lembur sampai tengah malam, sehingga berakhir dengan Flu berat seperti sekarang ini.

"Nih, nih." Dani menyodorkan tisu.

"Makasih." Ujarnya pelan, kemudian mengambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan hidungnya.

"Bentar lagi kita mau lomba lo malah sakit, gimana sih." Febi memberikan beberapa tablet obat yang sebelumnya ia minta dari UKS.

"Tenang, gue bakal udah sembuh pas lomba nanti." Deika memijat-mijat kepalanya yang pening.

"Mau ada lo atau enggak di perlomaan nanti juga bakal sama aja Dey, nggak akan ngaruh." Kata Dani.

Deika menoleh, melihat Dani dengan wajah kesal yang tidak di buat-buat. "Gue bakal kasih liat kemampuan gue nanti! Lo liat entar." Deika mengambil obat di tangan Febi kemudian memasukannya ke mulut. Ia mengeryit sesaat, merasakan rasa pahit dari obat itu, kemudian meminum air yang di sodorkan Dani kepadanya.

"Iya, gue bakal jadi orang paling depan buat ngetawain lo."

"Udah-udah Ah." Febi menenangkan, "Lagian kenapa harus ujan-ujanan sih?"

"Gue pengen liat kondisinya kak Altha kemaren." Deika berusaha membela diri.

"Jadi lo hujan-hujanan gini cuma mau liat kondisinya kak Altha doang? Gitu? Lo gila Dey?" tanya Dani.

"Gue kan hawatir."

"Tapi kan jadinya lo sakit gini!" Bentak Febi. "Kan bisa lo hubungin dia pake cara lain, nggak usah langsung ketemu."

"Gue nggak punya nomor telfonnya."

Febi berdecak. "Ya minta lah."

Deika menggeleng lesu, "Gue pernah minta, tapi nggak di kasih."

"Nasib lo Dey, suka sama orang kayak kak Altha ya begitu jadinya." Febi mendesah pasrah. "Jangan lagi-lagi lo hujan-hujanan buat nyamperin dia." Ancamnya.

"Kenapa nggak minta ke gue aja sih nomornya kak Altha?" Dani berujar.

Deika dan Febi menoleh ke arahnya serempak. "Lo punya nomor hapenya kak Altha, Dan?" Tanya Deika.

"Enggak. Tapi gue kenal orang yang bisa ngasih tau lo nomor Hapenya kak Altha. Udah santai aja, nanti siang nomornya udah ada di tangan lo deh."

Deika tidak tahan untuk tidak tersenyum lebar. "Ahhhh, Dani lo baik banget sih?"

"Kenapa lo baru sadar?" taya Dani, dengan nada suara yang menjengkelkan.

"Karena lo seringnya jahat." Kata Deika polos.

Dani mendesis, "Lo harus baik-baikin gue. Lo mau, nggak gue kasih nomor Hapenya kak Altha?" Ancamnya.

"Iya, iya gue bakal Baik ba.. Hachimmm."

Dani menutup matanya sambil mengeraskan rahangnya.

Tanpa bisa di hindari, Deika bersin tepat di hadapan Dani. "Haduh, maafin gue Dan. Gue nggak sengaja."

"Lo minta bantuan sama orang lain aja." Ujar Dani, kesal. Ia bangkit dan melangkah pergi keluar kelas.

"Yah.. Yahhh Dan, kalo bukan lo, siapa yang bantuin gue dong." Deika menyusul Dani dari belakang. "Dannnn, Dani..!" Deika berteriak dengan susah payah sambil berusaha mengejar Dani di belakangnya.

***

Baru saja Deika terlelap. Suara keras buku yang di banting tepat di sebelahnya menyentaknya kembali ke kesadaran. deru napasnya berjalan begitu cepat, karena kaget. Deika menekan dadanya keras-keras. Berusaha untuk menormalkan denyut jantungnya kembali seperti semula.

THREAD OF DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang