Ummi PoV

5.5K 268 24
                                    


Aku tinggal berdua saja dengan Ghazi. Suamiku pergi, sudah beberapa bulan.
Terakhir dia meminta izin untuk menikah lagi dan aku, mengizinkannya.

Tidak ada yang salah dengan syari'at poligami. Meski aku merasa saat itu juga tidak ada yang salah dengan pernikahan kami, tapi aku yakin ada hikmah di setiap syari'at Allah.

Hanya sebulan setelah menikah gelagatnya berubah. Aku dan Ghazi seperti tidak mendapat tempat di hatinya. Tidak apa denganku, tapi Ghazi? Anak ini baru 5 tahun. Dia sangat membutuhkan perhatian ayahnya. Aku dengan segala nyeri hatiku harus pula membesarkan hati Ghazi. Berusaha berperan ganda sebagai ayah sekaligus ibu.

Allah sendiri selalu punya cara untuk menghibur hambaNya. Suatu hari Dia mengirimkan bayi mungil yang kunamakan Raihanah. Bayi cantik yang entah tak Bunga diinginkan oleh siapa. Raihanah berarti bunga di musim dingin. Meski dingin dia tetap bisa bertahan hidup. Bayi lemah ini akan menjadi wanita kuat yang melengkapi keluarga kami.

Aku begitu menyayangi mereka sampai tak mau kehilangan satupun dari anak-anakku. Maka sejak jauh hari aku sudah berencana menikahkan mereka.

Niatanku hampir batal setelah suatu hari secara tidak sengaja aku masuk ke kamar Ghazi. Dia sedang di kamar mandi. Aku lihat laptopnya menyala.

Ada aplikasi Chatting yang sedang online. Aku lihat dengan siapa Ghazi bicara. Arman? Laki-laki? Aku scroll percakapannya. Kenapa begini? Kenapa mesra sekali? Bukankah Arman adalah laki-laki?

Hatiku hancur. Apakah anakku penyuka sesama jenis? Buru-buru aku keluar dari kamarnya sebelum dia menyadari aku masuk kesana.

Hari itu apa yang aku khawatirkan terbukti.
Ketakutanku pada kepribadian Ghazi yang bermasalah karna tidak ada sosok ayah yang mendampingi proses pengasuhan, terlihat hasilnya.

Aku percepat rencanaku menikahkan Ghazi dan Rai. Apa aku jahat? Entahlah..Tapi satu-satunya gadis yang bisa aku percaya adalah Rai. Aku tau perasaannya kepada Ghazi, kesabarannya, lemah lembutnya. Semua adalah paket lengkap yang Ghazi butuhkan. Aku berharap dia bisa sembuh dengan menikah.

***

Hari pernikahan mereka tiba. Sejak hari itu do'aku lebih kuat dari hari-hari biasa. Aku tidak punya apa-apa. Tidak punya daya upaya untuk menjaga mereka dari segala fitnah. Aku hanya punya senjata utama yaitu do'a orang tua untuk anaknya. Bukankah lebih didengar Allah?

Ternyata apa yang kuharapkan Allah kabulkan. Rumah tangga mereka bisa harmonis menginjak usia ke 10. Aku mulai merasa ada yang tidak beres setelah Rai kecelakaan tempo hari. Jika Rai bicara jujur tentang apa yang terjadi, aku akan meminta maaf padanya karna menjerumuskan Rai ke dalam pernikahan yang mungkin tidak membahagiakannya.

Aku tau Ghaziku sakit. Aku tau membiarkan Rai dalam pernikahan sama dengan mendzaliminya. Aku harus bicara pada mereka daripada saling menyakiti lebih baik bercerai saja. Aku yang salah sejak awal mereka menikah.

***

"Assalamu'alaykum Ghazi. Nak, Kamu di kantor ? Pulang kantor nanti bisa mampir ke rumah Ummi sebentar ? Sendirian aja ya.." Tak lama ku tutup teleponnya.

Apakah yang akan kulakukan ini benar ?

"Ghazi akan datang sore ini Bi" ucapku pada lelaki itu. Ayahnya Ghazi. Dia mengangguk pelan. Aku tau dia sama gelisahnya denganku. Hanya berbeda sebab saja. Siapkah dia bertemu Ghazi ?

Berjeda..

RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang