Teman lama...

7.4K 233 6
                                    


"Assalamu'alaykum Rai." Suara Ummi diujung telpon pagi ini.

"Wa'alaykumussalam  Ummi. Kenapa mi pagi-pagi nelpon? tumben.." jawabku, masih dengan mukena setelah shalat subuh.

"Rai, Hari ini Ummi ada Raker, Kamu bisa stand by di sekolah ga? Kan ada PSB (Penerimaan Siswa Baru). Mulainya jam 8 sih, tutup aja jam 2 siang." Jelas Ummi.

"Ohh, oke mi in sya Allah Rai dateng abis nganterin Fayyadh les robotik ya"

"Iya Rai, makasi ya sayang. Oiya, gimana kamu sehat? Ghazi dan anak-anak?"

"Mm..sehat Alhamdulillah mi." Berusaha kujaga nada bicaraku. Agak sensitif jika ditanya kabar keluarga karna nyatanya keluargaku tidak dalam kondisi baik.

"Rai..kalo ada apa-apa cerita sama Ummi ya. Jangan ngga, oke. Ya udah Ummi mau tilawah dulu ya, Assalamu'alaykum."

"Iya mi, wa'alaykumussalam." Aku menutup telponnya persis saat Mas Ghazi pulang dari Masjid.

"Siapa bun?"
"Ummi. Aku diminta stand by di sekolah buat penerimaan siswa baru Mas. Fayyadh les robotik jam 8-10 hari ini. Kalo aku ke sekolah siapa yang bisa jemput ya?" Suasana kami memang belum sepenuhnya mencair, tapi untuk urusan anak-anak kami cukup dewasa memisahkan masalahnya.

"Biar nanti Mas yang jemput, mau dianter ke sekolah Ummi aja?"

"Iya deh. Soalnya aku sampe jam 2 siang di sekolah, kalo pulang ke rumah kasihan ga ada orang."

Setelah aku berberes dan menyiapkan sarapan, Mas Ghazi bersiap ke kantor.

Kemeja lengan panjang yang digulung sampai siku, celana klimis, membuat hatiku berdesir. Dia tampan sekali dengan baju kerjanya itu.

"Dek, Mas aja yang anter Fayyadh sekalian." Aku mendengus sebal, lagi-lagi dipanggil adek.

"Ohh, ya udah kalo gitu. Aku bawa Farrah ya."

Kami berpisah karna berbeda arah jalan.

***

"Bu Rai, ini data-data calon siswa yang udah daftar, kemarin udah sekalian sama wawancaranya." Bu Yani menjelaskan.

"Oh iya bu."

Satu persatu calon siswa datang. Aku menangani TK Ummi.

Seorang anak dan ayah muda masuk ke dalam kelas. Aku kaget.

"Kang Syahril.."
"Lho Rai lagi? Kamu guru disini Rai?" Tanya Kang Syahril tampak sumringah.

"Ya kadang-kadang kalo lagi ada guru cuti. Ini sekolahan Ummi saya. Akang ke sini mau daftar?"

"Oh sekolahan Ummi ya..Eh iya ni saya mau daftarin Aisha."

"Keponakan?"

"Dia, anak saya Rai." Kang Syahril menjawab tanpa ragu.

Anak? Seingatku di grup teman-teman kampus, ramai dibahas Kang Syahril baru menikah awal tahun ini, kenapa sekarang sudah punya anak seusia Farrah 4 tahunan?

***

"Namanya siapa sayang?" Aku menyapa anak Kang Syahril di sesi wawancara.

"Aisha Humaira" suara mungilnya persis Farrah.

"Aisha umurnya berapa?"
"4" sambil menunjukkan 4 jari.

"Aisha mau sekolah ya? Mama di rumah pernah kenalin Aisha sama warna, nama hewan?" Tanyaku.

Tiba-tiba Aisha terlihat tidak nyaman. Kepalanya menengok kanan kiri seperti mencari sosok yang dia kenal. Lalu menangis sedih.

"Lho Aisha kenapa nangis sayang? Bu guru salah bicara ya? Aisha ga suka warna? Iya deh kalau begitu kita ngobrol yang lain yaa." Aku berusaha menenangkannya. Tapi tak berhasil, tangisnya semakin keras sampai Kang Syahril masuk ke kelas wawancara. Menggendong Aisha.

"Kenapa Rai?"
"Tadi aku lagi nanya sama Aisha, apa mamanya pernah ngenalin warna, nama hewan? Trus Aisha langsung nangis kang."

Raut wajah Kang Syahril nampak faham, agak murung.

"Ohh pantes. Ibunya baru meninggal 2 bulan lalu Rai. Aisha masih dalam fase sedih kehilangan ibunya." Kang Syahril menjelaskan.

Aku kaget. Berarti istri Kang Syahril sudah meninggal?

***

Setelah Aisha mulai tenang, dia bermain di playground TK kami.
Kang Syahril menghampiriku.

"Aisha adalah anak istri Saya Rai. Dia sahabat Saya waktu sama-sama kuliah di Sydney. Dia bercerai dari suaminya yang ga bertanggung jawab dan selalu melakukan KDRT. Pertengahan tahun lalu dokter memvonis dia menderita Leukimia.
Background keluarganya tak bisa dipercaya untuk mengasuh Aisha. Makanya Saya menolong dengan cara menikahinya. Hak asuh Aisha bisa dipegang Saya setidaknya sampai Aisha 17 tahun, karna surat kuasa dari Mira."

Aku Baru faham.

Berarti Kang Syahril berstatus orang tua tunggal saat ini.
Aku mengobrol cukup panjang dengan Kang Syahril sampai suara Fayyadh mengagetkanku.
"Bundaa, door!"

"Eh, Kakak udah pulang?"
Dibelakang Fayyadh muncul Mas Ghazi. Deg.

Mas Ghazi menghampiri kami, buru-buru aku mengenalkannya.
"Mas, kenalin ini Kang Syahril. Anaknya daftar sekolah disini."

Mereka berjabatan tangan. Kulihat Mas Ghazi masih tenang. Entah bagaimana hatinya.
"Ohh ini yang tempo hari ketemu di toko mainan ya? Ghazi."
"Iya betul Mas. Saya Syahril. Hmm, ya udah Rai, Saya pamit dulu ya. Mari Mas, Rai."

"Oh iya silakan Kang." Jawabku.
"Mas, mau balik kantor?" Ku bertanya segera, dan kulihat wajah Mas Ghazi berbeda. Sedikit berharap semoga itu karna cemburu.

Gawai mas Ghazi berbunyi, segera diangkatnya sambil bergerak menjauhiku.

Setelah selesai menelepon, mas Ghazi pamit.

"Mas ga balik kantor dulu Rai, ada janji ketemu temen."
Aku mencium tangan Mas Ghazi saat dia pamit.

"Siapa temanmu mas? Sha?" Gumamku dalam hati.

Membuat raut cemberut tergambar jelas di wajahku.

Berjeda..

RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang