1 - Maylinda Aqila

130 8 6
                                    

MAYLINDA AQILA percaya bahwa, di dunia ini terdapat tiga mahkluk hidup yang selalu berinteraksi walaupun tak bisa saling berkomunikasi maupun tak terlihat mereka. Pertama manusia, terkadang manusia memiliki ahklak baik atau pun buruk, tergantung amal dan ibadahnya masing-masing. Kedua, Malaikat, malaikat identik dibenak manusia sebagai peri bersayap dengan sebuah donat melayang di kepalanya, berbeda dengan diriku, May menggambarkan malaikat bak mesin pembawa kebahagiaan, bagi siapa saja yang berbuat baik bagi dunia.

Yang terakhir adalah jin, May sangat bingung dengan cara pemikiran orang di Indonesia, katanya jin dan setan atau iblis itu adalah mahkluk yang berbeda, tetapi bagi May, ketiga mahkluk itu sama saja dengan jin, hanya saja mereka berubah menjadi bentuk yang semua kita takutkan saat ini.

Sore hari ini aku mendengar sebuah pesan dari nenek di desa agar aku jangan sekalipun meninggalkan ibadah, agar tidak menderita di akhirat kelak. Hari yang sangat melelahkan membuat diriku saat ini tertidur. Aku tak menghiraukan petuah itu, walaupun itu sangat penting bagi masa depan.

Bayangan-bayangan hitam mulai bermain di alam bawah sadarku, menjadikan diriku mengernyitkan dahi walau tanpa sadar—aku melihat seorang anak kecil berkelamin laki-laki yang begitu manis dan mungil tertidur di atas sofa bewarna merah dengan tertutup kain kafan bewarnah putih.

Seketika aku terbangun dengan napas berat—tersenggal-senggal di atas meja makan yang terbuat dari kayu ini, aku sadar bahwa kejadian itu hanyalah sebuah mimpi buruk-hal ini disebabkan mungkin diriku yang kelelahan menunggu sup yang belum mendidih ini.

Kring... kring....

Bunyi telepon mulai berbunyi menandakan adanya sebuah panggilan masuk. Dengan cepat diriku mulai berlari kencang ke arah telepon tersebut—meninggalkan sup yang hampir mendidih di dapur. Aku mulai mengangkat gagang tealepon dengan perlahan sambil mengibas rambut panjangku ke belakang.

"Halo?" tanyaku dengan nada pelan.

"Sayang, kamu sedang apa?" sebuah suara lantang dan besar bergema di dalam gagang telepon yang saat ini sedang ku pegang ini.

"Ini nih, lagi masak sup kesukaan mu," jawabku sambil dengan perlahan mengelus perut ku yang sedikit kelihatan buncit.

"Oke sayang kamu siap-siap ya! Aku jemput kamu sekarang," suruh laki-laki itu. Aku pun menutup telepon ini, dan mengelus perutku dan sambil berbisik, "Semoga kabar ini memang benar ya nak, kalau memang kamu benar ada di perut mama."

Aku langsung pergi ke dapur dan mematikan kompor yang tadi kutinggal sembari melepaskan celemek yang menempel di perut ku.

"Bi... buatkan aku secangkir teh ya bi!" teriak aku dan segera pergi ke kamar untuk bersiap-siap.

~oOo~

Sebuah suara klakson mobil terdengar begitu nyaring, membuat aku menoleh seketika ke arah jendela luar-sebuah mobil terparkir masuk kedalam garasi, aku pun melanjutkan menyisir rambut panjangku di depan meja rias, sambil menunggu suamiku menjemputku di dalam kamar.

Tak lama kemudian sebuah deritan pintu kamar mulai berbunyi, menandakan terdapat seseorang masuk.

Aku pun menoleh ke arah jendela kembali, dan suami ku baru saja keluar dari mobilnya. Aku mulai melirik ke arah pintu itu lewat pantulan dari kaca rias yang ada di depan ku.

'Lantas siapa yang membuka pintu kamar aku?' seutas pertanyaan terus terpikir di benak ku. Pintu itu terus membuka dengan lebar membuat deritan yang begitu pelan dan sangat mengganggu pendengaranku.

Hingga tiba-tiba sebuah suara mengagetkan ku, tepat di belakang ku seseorang perempuan paruh baya berdiri dengan sedikit bungkuk dengan celemek terpasang dibadannya. Ya itu Mbok Narsih pembantu di rumah ini.

"Misi non, ini teh-nya sudah jadi, ditaruh mana ya non?" tanya Mbok Narsih dengan polosnya.

"Haduh Mbok, bisa tidak ketuk dulu pintu sebelum masuk?" tanya aku dengan kesal. "Taruh saja di sini!"

"Maaf non tadi saya sudah bilang misi tapi non-nya tidak dengar, ya sudah saya masuk," jelas Mbok Narsih "Saya misi dulu."

Ini pertama kalinya Mbok Narsih melakukan kesalahan seperti ini, Mbok Narsih memang sudah lama bekerja sebagai pembantu dirumah ini, dia memang sangat telaten dan sopan dalam pekerjaannya.

Hingga tak lama kemudian seorang laki-laki dengan setelan jas hitam lengkap masuk kedalam kamarku memegang kedua pundakku dan berbisik "Sudah siap sayang?"

"Sudah kok, ayuk berangkat!" kata ku sambil bediri---mengambil secangkir teh yang tadi dibuatkan sama Mbok Narsih "Mau?"

"Ini siapa yang buat?" tanya laki-laki itu sambil mengambil cangkir tadi dan meminumnya "Ini manis."

"Aku dong," jawab ku.

Tanpa sepengetahuan aku dan suamiku tiba-tiba Mbok Narsih berhenti tepat di depan pintu-melihat dan mendegarkan percakapan kami, sebelum kami berdua menoleh ke arahnya dia pun segera pergi dengan membawa sapunya.

"Yuk berangkat!" ajak suamiku, dan dengan cepat kita pun berangkat ke rumah sakit.

~oOo~

Hingga setiba aku dan suamiku tiba di rumah sakit, kami langsung masuk kedalam ruangan dokter, untuk memeriksa kandungan ku apakah benar bahwa aku hamil atau tidak.

Dengan cepat dokter memeriksa perutku dengan sebuah alat USG yang langsung ditampilkan ke monitor, bahwa tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana, hanya ada rahim kosong yang terlihat memungkinkan.

"Mohon maaf bu, pak mungkin saat ini bukan saat yang tepat untuk-,"

"Terimakasih dokter atas waktunya," potong suamiku dengan raut muka yang begitu pasrah-ia langsung menarik tangan ku keluar dari ruangan tersebut.

Dengan cepat aku melepaskan genggamannya dan berhenti tepat di tengah lorong. Ia terus berjalan meninggalkan diriku sambil ku menggelus bekas genggamanya yang nampak tak apa-apa.

"Maafkan aku, tidak bisa memberikan kamu keturunan, mungkin ini bukan takdirnya," kata diriku dengan sedikit menunduk ketakutan—air mata mengalir dengan perlahan merembes di pipiku.

Seketika ia mulai berhenti sejenak, "Aku tahu aku tak sempurna, bisa memberikan keturunan seperti wanita lain," kataku dengan semakin deras air mata yang ku keluarkan—lututku pun tak sanggup menahan kesedihan ini, kemudian ku jatuhkan lututku keatas lantai dengan cukup keras. []

TurunanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang