2 : Jealous

1.1K 103 13
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Renata Irene Mustofa POV

"Ren!" Akupun menoleh saat seseorang memanggilku. Dan ternyata itu Muhammad Rian Ardianto— Atlet bulu tangkis ganda putra.

"Kenapa Mas Rian?" Tanyaku.

Rian memberikanku air mineral. "Nih buat lo." Aku menyiritkan dahi.

"Ya Tuhan diliatin doang. Kasian Jombang udah ngasih tuh diterima dong, Irene." Kata Kevin dengan suara khas medok jawa-nya.

Lalu aku langsung menerima pemberian air mineral dari Rian. "Makasih ya Mas Rian." Balasku.

"Sama-sama, semangat kerjanya ya." Katanya sambil tersenyum.

Baiklah, tak bisa ku pungkiri bahwa senyuman Mas Rian benar-benar bisa menghipnotis para kaum hawa, termasuk aku.

"ICAAAN SI JOMBAAANG NOH DEKETIN ADEK LU!" Teriak Fajar— partner ganda putra Rian.

"SANTE JAR, MASIH GUE LIATIN KOK. NANTI LIAT AE TUH SI JOMBANG GUE CEKOKIN GAGANG RAKET." Balas Aa Ihsan yang sedang bermain sama Jonatan di court sebelah. Aku hanya bisa tertawa melihat kekonyolan mereka.

Jangan pernah berharap bahwa atlet PBSI seperti mereka latihannya sangat amat serius, pasti ada aja yang ngebanyol.

"Irene." Panggil Coach Ar— Coach naga api.

"Kamu nanti di Jepang saya tugaskan jadi official juga ya, sebagai manager tim." Ucap Coach Ar.

"Siap Coach." Kataku mantap.

"Jadi pastiin semua peralatan, perlengkapan, dan kebutuhan 26 atlet lengkap dan terjamin." Katanya. Akupun mengangguk.

"Ren, udah waktunya makan siang nih. Makan yuk?" Rian lagi-lagi menghampiriku disaat Coach Ar baru saja pergi.

Kan, si Jojo daritadi merhatiin terus.

"Duluan aja Mas makan siangnya. Saya nanti nyusul." Kataku.

"Sekarang aja Ren, bareng kita-kita." Kata Aa Fajar.

Kalau aku tolak, gak enak di mereka. Kalo aku terima, gak enak di Jojo. Serba salah diriku ini.

"Ayolah Ren, sekali-kali gitu kek." Kata Koh Sinyo. Aku pun mengangguk dan mengikuti mereka menuju kantin Pelatnas.

Setelah mengambil makanan, aku memilih duduk di sebelah Koh Sinyo. Ini lebih aman di banding duduk di sebelah Mas Rias ataupun Aa Fajar apalagi Mas Kevin. Karena Koh Sinyo udah sold out jadi Jonatan gak akan mungkin marah.

"Ikut nimbrung ya." Jonatan pun dateng dengan nampan berisi makanan dan minuman lalu ia segera duduk disebelahku.

"Gue juga ye." Susul Aa Ihsan yang duduk di sebelah Mas Kevin.

Sembari menghabiskan makan siang, Para atlet yang mengelilingiku bercanda ria satu sama lain. Kecuali aku dan Jojo.

Canggung. Itu yang kita alami saat ini.

Aku telah menghabiskan makananku. Sebenarnya yang lain sudah terlebih dulu menghabiskan makan siang mereka, cuma mereka masih ingin bersenda gurau.

"Saya duluan ya." Kataku, lalu beranjak dari kursi dan membawa nampan berisi piring, mangkuk, dan gelas kotor.

"Gue juga duluan ya." Kata Jojo. Ia pun juga beranjak dari kursi dan mengikutiku menaruh nampan tersebut di meja khusus piring kotor.

Setelah itu aku melanjutkan langkah kakiku menuju Kantor PBSI untuk mengurus kembali hotel, pesawat untuk para atlet yang akan berangkat Ke Jepang esok lusa untuk turnamen Japan Open.

"Aku mau ngomong sama kamu, Ren." Jojo tiba-tiba menggenggam tanganku kasar dan menarikku mengikutinya menuju koridor yang jarang di lewati para atlet.

Aku disandarkan ke dinding lorong yang dingin dan Jojo berada tepat di hadapanku. "Kamu mau ngomong apa? Kok tumben banget kamu kasar gini, Jo?" Tanyaku sabar.

Kan bener firasat gue dari tadi gak enak. Pasti ada yang gak beres.

"Aku gak suka kamu deket-deket sama Rian." Katanya dengan menaikkan satu oktaf suaranya.

"Aku sama Mas Rian kan cuma temen, Jo. Aku gak ada apa-apa sama dia." Tanya gue. Dan lagi-lagi gue harus sabar dengan sikap Jojo yang tiba-tiba berubah gini.

"Emangnya sebelum aku sama kamu pacaran kita apa? Musuhan? Kita dulu juga temenan kan?" Katanya dengan menaikkan satu alisnya.

"Iya aku tau, tapi kan aku sekarang sama kamu. Masa aku temenan sama Mas Owi, Ginting, sama Fajar juga harus pacaran? Beda kali Jo." Kata gue, memberikan pemahaman ke Jojo.

"Aku takut Ren." Suaranya lirih dan ia menundukkan kepalanya.

"Kamu takut kenapa? Aku disini terus kan, aku gak kemana-mana." Kata gue menepuk pelan pundaknya.

"Aku takut kamu berpaling ke Mas Jom. Apalagi Jombang satu keyakinan sama kamu. Dan pasti, Ican lebih setuju kalau adiknya bersanding dengan yang satu iman kan?" Lirihnya.

"Tapi Jo, apa aku salah? Jika dibalik semua perbedaan kita ini, cuma kamu dimana aku bisa menemukan kebahagiaanku dengan penuh?" Jawabku.

"Ren, kenapa harus ada penghalang antara rosario dan arah kiblat? Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral aja bisa berdampingan. Kenapa kita enggak?" Katanya, lalu ia bergegas pergi dari hadapanku.

•••

Hi badminton lovers! I'm back with new chapter!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi badminton lovers! I'm back with new chapter!

Kalian masih kuat gak nih puasanya? Pasti kuat dong ya! Semangat ya puasanya, jangan malas-malasan hihi. 

Ditunggu next chapther-nya, jangan lupa vote dan comment-nya!🥰

Faith • Jonatan ChristieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang