4 : The Beginning

930 83 2
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Jonatan Christie POV

Aku, Jonatan. Sedang duduk di kasur dimana kasur ini telah menemaniku untuk melepaskan rasa lelahku sedari kecil hingga usiaku yang sudah menginjak kepala dua. Sudah mendengar mengenai kekalahanku saat Turnamen Japan Open kemarin? Hal itu lah yang membuatku cukup terpuruk sehingga aku dapat kembali pulang ke Tanah Air. Meskipun Irene tak mengenal lelah untuk memberiku semangat.

Saat ini aku sedang berkutat dengan pena, dan note book yang Irene berikan padaku saat aku mulai disibukkan oleh kegiatan turnamen keliling dunia. Tentang Irene, ia masih berada di Jepang, menemani Kevin dan Koh Sinyo yang berhasil lolos ke babak selanjutnya.

Mengenal Irene, Aku menemukan definisi sesungguhnya dari kata 'bahagia.' darinya.

Ku pastikan Irene sudah bercerita bahwa aku menembaknya dengan cara berhadapan langsung dengan kakaknya, Ihsan. Saat itu waktu menunjukkan pukul 3 dini hari, aku terbangun dan melihat Ihsan sedang melaksanakan sholat. Katanya, ia sedang sholat di sepertiga malam, atau biasa di sebut dengan sholat tahajud.

"Jo, belum tidur lo?" Kata Ihsan setelah menyelesaikan ibadahnya. Lalu ia duduk disebelahku sambil melepaskan peci yang terpakai di kepalanya.

"kebangun Can." Jawabku. Entah mengapa aku suka melihat Ihsan sedang sholat, atau sedang membaca kitabnya. Ku akui, Ihsan Maulana Mustofa yang notabene sahabatku ini adalah seorang muslim yang taat.

"Yaudah, tidur aja lagi Jo. Masih malem, nanti jam setengah enam gue bangunin." Katanya sambil menepuk pundakku. Ia beranjak dari kasurku, dan aku langsung menahan tangannya.

"Can, gue mau ngomong sesuatu sama lo." Kataku mantap, meskipun penampilanku saat ini sangat tidak menyakinkan.

"Lah, tinggal ngomong aja apa susahnya dah Jo. Mau ngomong apaan sih?" Tanya Ihsan. Lalu ia duduk di kasurnya yang berada di sebelah kasurku.

"Sebelumnya gue minta maaf Can." Kataku. Dia pun menyiritkan dahinya.

"Gue mau bilang kalo gue mau pacaran sama Irene. G-gue minta maaf, tapi gue jatuh hati sama Irene." Kataku lancar meskipun ada yang terbata-bata sedikit. Gugup? Tentu.

Tatapan Ihsan berubah, ada sesuatu yang mengganjal dapat terbaca dari tatapannya.

"Jo, gue tau. Kita manusia yang punya rasa nafsu dan akal. Jadi kontrol diri masih ada setengahnya di tangan kita. Wajar kok lo jatuh hati sama Irene. Tapi maaf Jo, gue sebagai kakaknya Irene gak bisa nerima ini. Lo tau sendiri kan kenapa? Karna kalian beda keyakinan Jo." Ucap Ihsan.

Gue pun mengangguk ngerti apa yang dimaksud Ihsan. Dia berhak menolak pernyataan gue karna selain dia kakaknya Irene, gue sama Irene pun berbeda keyakinan.

"Gini ya Jo, pasti lo pernah ber-imagine tentang masa depan. Gue pernah ngerasain hal itu kok. Pengen aja gitu nanti di masa depan bisa tinggal serumah, punya keluarga kecil yang harmonis. Tapi Jo, disitu gue mikir. Kalo rumah ibadah aja berbeda, bagaimana mau serumah?" Ujar Ihsan. Perkataannya itu berhasil membuatku terpaku.

Faith • Jonatan ChristieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang