Prologue: The Last Time We Were Here

8K 130 1
                                    

Ryan

Saat projector menampilkan perjalanan kami ke hutan di Kalimantan, kami berdua tidak bisa menahan tawa mengingat perjalanan tergila yang pernah kami lakukan. Kondisi Naya, istriku, saat itu masih belum pulih total, tapi dia ngotot untuk pergi kesana. Alhasil, kami benar-benar seperti pindah kampung, banyak sekali barang yang kami bawa.

"Kamu ingat dulu kita pernah bermimpi untuk jalan-jalan ke perbatasan? Aku seneng banget akhirnya kita bisa kesana tahun kemarin! Ingat ya, kalau nanti anak kita lahir, kamu harus bawa dia kesana!"

"Sure," sambil membelai rambut istriku, kami memutar kembali foto-foto perjalanan yang kami lakukan sejak menikah. Tersenyum, kami terbuai oleh kenangan penuh warna dan cerita. Hutan Kalimantan, sungai yang meliuk-liuk, dan senyum bahagia di wajah istriku begitu hidup dalam gambar-gambar itu.

"Yang, thanks for giving me the best year of my life! When I leave, jangan lupa jaga anak kita dan ibunya, you have a big heart." Aku mencium dahinya, sambil mengusap punggung bagian belakangnya. Meskipun berat hatiku, aku berusaha tersenyum untuknya.

"I don't know, but I promise you." Aku bisa merasakan kedua tangan istriku memelukku lebih erat, seolah-olah dia ingin meresapi kehangatan terakhir kali. Kami terdiam sejenak, membiarkan kenangan dan kata-kata terakhir kami bersatu.

"I'm sorry, I refused to go for therapy, it's selfish."

"I understand now, it's fine, don't beat yourself."

"I love you, Yang."

Saat kepalanya mulai lunglai dan pelukannya terlepas, aku tahu bahwa dia telah pergi. Pandanganku mulai kabur, tangisku pecah, aku sudah menyiapkan diri untuk hari ini, tapi tetap saja sangat menyakitkan.

"I love you, Hon."

Dalam kepedihan yang mendalam, aku mengucapkan kata-kata terakhir untuk wanita yang menciptakan kebahagiaan sejati dalam hidupku.

Let Me Love You OnceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang