Welcome To The World of Jealousy

2K 74 4
                                    

Aku memandang handphoneku, setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Domi's going to meet her ex-boyfriend. Yeah, you heard me correctly. She's on her way to meet her ex. Aku terus mengulangi kalimat itu di dalam kepalaku.

Did you just tell me you're going to meet your ex? I hit send. I was tapping my finger on my desk, tidak sabar untuk menunggu balasannya.

Yes. Singkat, padat, dan jelas. Aku menarik nafasku dalam-dalam, berusaha untuk meredam rasa cemburuku. Yes, I was jealous! There, you got it! Jariku bergerak cepat di atas screen layar handphoneku.

Where?

Plaza Indonesia. I'd be damned if I wasn't going, kataku dalam hati. Pandanganku mengarah ke jam tangan di pergelangan tanganku. 11.00.

Tanpa berpikir panjang aku memakai jasku, lalu menekan nomor telepon kantor Dimas. "Dimas, I've got to go. Emergency." tanpa menunggu jawabannya, aku memutuskan sambunganku. Tanpa berpikir panjang lagi aku keluar dari kantorku, berhenti sebentar di meja sekretarisku untuk memberitahunya bahwa aku tidak akan kembali hari ini. Bu Nanik, sekretarisku, tampak sangat kaget. Selama beberapa tahun sebagai sekretarisku, beliau bisa menghitung berapa kali aku meminta ijin. Tapi, meminta ijin dengan alasan yang tidak jelas, ini baru pertama kalinya. Aku bahkan tidak bisa merangkai kata untuk menjelaskan alasanku.

Apa yang aku lakukan? Pergi begitu saja dari kantor sesaat setelah mendengar Domi akan bertemu mantannya. It's silly, I knew. I've got to think about my age. Seperti yang selalu aku katakan, berhubungan dengan Domi membuatku melakukan hal-hal impulsif yang bahkan tidak akan pernah terpikirkan olehku. Hubunganku dan Naya sejak kami berusia muda membuat kami berinteraksi dengan orang yang sudah lama mengenal kami, sehingga semua orang tahu bahwa kami berhubungan. Berbeda dengan Domi, aku tidak pernah mengenal orang-orang di sekitarnya. Bukan berarti aku tidak mau mengenal mereka, tetapi Domi sepertinya hanya menjaga hubungan dengan beberapa orang temannya saja. I was territorial with Domi. Kemanapun aku pergi dengannya, aku merasa aku harus menunjukkan bahwa Domi bersamaku, entah dengan melingkarkan tanganku di pinggangnya atau sesekali mencium keningnya. Dengan kehamilan yang seharusnya bisa mengurangi tatapan appresiasi para lelaki, tapi malah sebaliknya, aku bisa merasakan tatapan banyak orang melirik ke arahnya kemanapun kami pergi. Bahkan, pernah ada seorang lelaki yang terang-terangan menatapnya padahal aku duduk di sampingnya. Sekarang kamu bisa tahu kenapa aku sangat territorial.

Apa yang akan aku lakukan begitu aku sampai di PI? Aku hanya akan duduk dari kejauhan dan mengamatinya dari jauh, kataku dalam hati, berusaha meyakinkan diriku untuk mengontrol rasa cemburuku.

Ketemuan dimana, Dom? Aku langsung mengirimkan pesan kepada Domi begitu aku selesai memakirkan mobilku. Domi belum juga membalas pesanku. Aku mencoba menghubunginya, tapi tidak diangkat. Aku berjalan mengelilingi mall ini, sesekali pandanganku mengarah ke beberapa toko di samping kiri kanan. Biasanya, Naya akan membeli tas atau sepatu di beberapa toko yang menurutku sangat overpriced ini. It's not that I couldn't buy it, it's just not me. Bagi wanita, baju, tas, dan sepatu adalah hal yang membuat mereka bahagia. Sedangkan bagi para lelaki, mobil, expensive toolboxes, and boat. And then it hit me. Aku tidak pernah membelikan sesuatu yang berhubungan dengan wanita kepada Domi. Dia memang tidak pernah meminta, tapi aku seharusnya membelikannya sesuatu, paling tidak saat kami merayakan Tingkeban. Aku melihat sekelilingku, berusaha mencari sesuatu yang bisa aku belikan untuknya. Bahkan aku juga tidak tahu apa yang disukainya, gumamku lirih. Tiba-tiba aku merasakan handphoneku bergetar di dalam kantongku.

"Halo."

"Hi, Yan. Sorry, aku ga sadar ada telpon dari kamu."

"Udah sampai?"

"Udah, baru aja. Ini baru masuk. Why? Are you here?" Aku tidak sempat menjawabnya karena dari tempatku berdiri aku bisa mengenalinya.

"On your right." Dia menoleh, sedikit terkejut melihatku. Ada senyum simpul di bibirnya. Aku memutuskan sambungan dan mengantongi handphoneku sambil berjalan ke arahnya. Ketika aku sampai di depannya aku melingkarkan tanganku di pinggangnya, lalu memeluknya sejenak.

"Why are you here?" tanyanya sambil menatapku. Aku hanya mengangkat bahu dan berdiri di sebelahnya. Kami berjalan ke arah Sushi Tei untuk makan siang dan bertemu dengan mantannya. Saat kami duduk, aku bisa melihat Domi memainkan sumpitnya. Ada yang mengganjal di pikirannya dan aku berharap itu bukan karena mantannya. Aku memegang tangannya, menghentikan gerakan jemarinya dalam memainkan sumpit.

"What's wrong?" Aku mengangkat dagunya ketika dia tidak juga menatapku.

"It's a confession time," jawabnya tersenyum sambil menggenggam tanganku. Aku memandangnya dengan penuh tanda tanya. Apa maksudnya?

Let Me Love You OnceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang