9 : Afraid of being angry

877 178 27
                                    


Jiyeon bahkan tidak tahu harus bagaimana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jiyeon bahkan tidak tahu harus bagaimana. Sedari tadi lututnya sudah sakit karena duduk bersimpuh menenangkan kedua ibu-ibu yang heboh tersedu. Gadis yang sebetulnya tengah kelaparan ini hanya bisa menggaruk tengkuknya. Persis di sebelahnya Ibu dan Mama mertuanya berpelukkan sambil sesengukkan sudah seperti telletubbies saja.

"Begini lho, Bu, Ma." Jiyeon memberanikan diri untuk buka suara. "Seperti yang sudah aku bilang, aku bahkan tidak ha—" Ia terpaksa memotong kalimatnya sendiri karena kedua ibu-ibu heboh itu malah tambah kencang meraung.

Oh astaga Tuhan! Bagaimana ia bisa meluruskan kesalah-pahaman ini kalau kedua sepuh di sampingnya bahkan tak mau mendengar penjelasan dari bibirnya?

Ibu Ju hanya bergeleng sendu dalam diam, sementara Mama Kang menghembuskan napas prihatin. Menurut mereka, melihat gadis kesayangan bersama keguguran seperti ini betul-betul memicu kesedihan mendalam. Sedangkan Jiyeon, ia ingin menjambak rambutnya saja hingga botak rasanya.

Mengusap bekas air mata, Mama Kang yang lebih dulu berbicara.

"Mama tahu, Ji. Kamu tidak perlu menutupinya dengan alasan apa pun. Tidak apa-apa. Justru kami yang merasa bersalah. Kamu dan Daniel hanya butuh waktu, Nak, makanya Mama dan Ibu datang ingin memberi ini," jelas Mama Kang sembari menyodorkan kunci pada Jiyeon. "Mungkin kalian malu dan masih terluka. Obatnya hanya satu, kalian butuh waktu berdua lebih leluasa."

"Ini memang tidak seberapa, tapi Ibu yakin dengan ini kalian bisa menempuh hidup baru kembali." Kini sang Ibu ikut bicara, sambil mengelus perut rata putrinya. "Supaya malaikat kecil kita hadir lagi di sini."

Bunuh saja Jiyeon, Bu! Bunuh!

Jiyeon hanya mampu mengumpat dalam hati. Sepertinya ia butuh batu bata untuk memecahkan pintu hati kedua orang tua ini. Harus berapa kali ia katakan jika dirinya tidak hamil, apalagi keguguran? Bersentuhan fisik secara intim saja tidak pernah.

Pasti karena si tolol Daniel itu tidak menjelaskan perihal pingsannya dengan betul kepada para sepuh. Dasar suami tidak berguna!

Bagaimana kalau berita palsu nan dungu ini sampai tersebar ke kantor? Lalu terdengar oleh Direktur Hwang?

Arghh!! Bisa hancur semua rencana yang Jiyeon susun.

"Jiyeon?" Ibunda terlihat khawatir mengusap peluh di kening Jiyeon. "Lihat 'kan, apa Ibu bilang. Kamu masih terpukul..." Kemudian beliau terisak.

Astaga. Jiyeon menggigit bibirnya. Barusan ia hanya melamun sambil mengumpat si kelinci jadi-jadian itu, bukannya meratapi nasib karena keguguran bayi yang bahkan tidak pernah ada!

"Baiklah kalau begitu, lebih baik kami pergi dulu. Ini kunci rumah hadiah untuk kalian berdua."

"Ehhhhh sebentar dulu, ini tidak perlu. Biar aku tetap tinggal di sini saja, Bu," bantah Jiyeon cepat. Amit-amit kalau dirinya harus tinggal berduaan saja dengan si mesum Daniel.

RING-RingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang