4. Lagi dan Lagi

1K 132 10
                                    

Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, Jisya masih setia duduk di ruang utama dengan tv didepannya yang menyala. Jisya terus mengecek ponselnya berharap ada pesan dari suaminya itu.

"Gimana mau ngabarin, dia punya nomer aku aja nggak kan? bodo banget si!"

Jisya melemparkan smarthpone-nya dengan sebal. Sebenarnya Jin kemana sih sampai malam begini belum pulang?

Saat Jisya sibuk mendumel sendiri, tiba-tiba suara mobil terdengar di halaman rumah. Jisya langsung bangkit dan mengeceknya dari jendela.

Pucuk dicinta, ulan pun tiba. Akhirnya, suaminya itu pulang. Serius, Jisya sudah bosan menunggu lelaki itu pulang.

Dengan cepat Jisya langsung menuju pintu dan membukanya.

"Mas, baru pulang?"

Pertanyaan bodoh, tentu saja dia baru pulang Jisya!

Jin hanya menatap Jisya sekilas, tanpa ada niat menjawab pertanyaan Jisya, Jin langsung masuk begitu saja kedalam rumah.

Jisya yang melihat itu melongo. Sialan! dirinya seperti mahluk tak kasat mata saja.

Jisya mendengus, lalu mengunci pintu. Dia segera menyusul Jin yang berjalan ke kamar.

"Mas, kamu makan belum? aku udah masak tadi mas. Kamu mau nyobain?"

Masih tidak ada respon. Jisya merasa sebal dengan suami—dingin bin kaku nya itu.

"Atau nggak kamu mau mandi Mas? nanti aku siapin air hangat,"

Masih sama. Jin seakan tuli dan mengabaikan semua celotehan Jisya. Tapi Jisya tidak akan menyerah begitu saja, dirinya akan terus bertanya sampai Jin mau berbicara kepadanya.

"Mas kamu—"

"Berhenti berbicara omong kosong Jis!"

Jisya membelalak kaget saat mendengar Jin berbicara dengan sedikit berteriak.

"Mau kamu apasih?" tanya Jin dengan dingin dan angkuh.

"A-aku, cuman mau nawarin kamu Mas,"

"Kamu ngelakuin itu biar apa? biar aku tersentuh sama perhatian-perhatian kamu? apa biar aku cinta sama kamu?" Jin bertanya dengan nada yang seperti sindiran bagi Jisya.

Jisya tercekat, ternggorokannya tiba-tiba kering. Kenapa sih perkataan lelaki itu sangat kasar? sumpah, itu melukai ulu hati Jisya!

"Aku cuman mau jadi istri yang baik buat kamu Mas," Jisya berbicara dengan nada yang sedikit sengit. Dia tidak mau kalah!

"Apa? istri? bahkan aku anggap kamu istri aja nggak,"

Tuh kan, lagi-lagi Jisya dibuat mati kutu oleh perkataannya.

"Mau kamu anggap aku atau nggak, secara agama dan negara aku istri sah kamu Mas!"

"Istri aku cuman Sonya!"

"Sadar Mas! Sonya udah gaada!" Jisya yang tersulut emosi hingga secara tidak sadar dia mengucapkan kata-kata itu.

Jin yang mendengar perkataan Jisya mengepalkan tangannya kuat. Dia benci mendengar kenyataan pahit itu, baginya Sonya selalu hidup di hatinya.

Jin mendekat, dia mencengkram salah satu tangan Jisya dengan erat.

"Apa kamu bilang?"

"M-mas, a-aku nggak—"

"Berani-berani nya kamu bilang kayak gitu!"

Sungguh, Jisya sangat ketakutan melihat Jin yang seperti ini.

"M-mas, a-ku minta maaf," ucapnya dengan bergetar.

"Jangan pernah kamu ngucapin kata-kata itu lagi, atau kamu akan tahu akibatnya."

Jin melepas cengkraman nya pada tangan Jisya. Kulit putih itu terlihat memerah setelah di cengkram kuat oleh Jin.

Air mata Jisya lolos begitu saja, "Mas! aku cuma mau ngejalanin kewajiban aku sebagai seorang istri, apa itu salah?"

"Salah. Karena istri aku cuman Sonya. Dan kamu nggak usah berlagak jadi istri aku!"

Jisya merasa ada benda tajam yang menancap di dadanya. Sakit tapi tidak berdarah. Itu yang dirasakannya kini.

"Aku emang istri kamu Mas ..." suara Jisya melemah, pertahanan nya hancur. Dia menangis.

Jin yang melihat Jisya menangis merasa ada geleyar aneh dalam dirinya. Dirinya seperti ikut merasakan kesakitan itu.

"Mulai sekarang kamu nggak usah ngelakuin apa-apa buat aku, aku nggak suka!"

Setelah mengatakan itu, Jin pergi begitu saja kedalam kamarnya tanpa memperdulikan Jisya.

Lagi-lagi pertemuan mereka berakhir dengan sebuah pertengkaran dan tangisan.

Second MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang