Tiga. Helm Pink

8.8K 978 167
                                    

Xalio menginjak rem. Memukul stirnya kesal. Dadanya naik turun dengan cepat. Membenturkan kepala ke sandaran kursi. Mengusap wajahnya kasar kemudian melirik kaca spion. Ini yang Xalio tidak suka dari Kansa. Sifatnya yang begitu keras akan berakhir dengan sebuah pertengkaran. Ini bukan yang pertama, mereka bahkan bertengkar hanya karena hal sepele.

Memejamkan kedua matanya. Xalio menenangkan dirinya sendiri. Jika saja tidak ada status diantara mereka. Jika saja tidak ada janji yang mengikat lehernya membuat Xalio tidak harus menyesalinya karena telah mengucapkan kalimat kasar.

Perempuan itu berjalan setengah berlari. Menerobos orang-orang yang berlawanan arah. Takut akan terjadi masalah yang lebih besar, Xalio mematahkan ego.

Xalio turun dari mobil. Berlari ia menghampiri Kansa yang terus menjauhinya. Panggilannya diabaikan oleh Kansa. Tangannya di hempas bahkan mengusirnya dengan emosi.

"Aku minta maaf. Nggak bermaksud untuk berkata seperti itu." Xalio berdiri dihadapan Kansa. Perempuan itu langsung mengambil satu langkah ke kanan dan kembali berjalan. "Sa? Aku minta maaf,"

"Ngapain kamu minta maaf sama cewek bar-bar?! Sana sama dia yang punya sopan santun. Makan tuh sopan santun. Etika aku nol."

"Iya aku minta maaf, nggak bermaksud tuduh kamu." Kata Xalio menyesal. "Aku minta maaf Kansa,"

"Minggir."

"Aku minta maaf. Aku janji nggak akan mengulangi lagi."

"Minggir." Ulangnya lebih tajam.

"Aku minta maaf," Kata Xalio pelan, menatap Kansa begitu teduh.

Kansa menatap tajam lalu meninggalkan Xalio. "Akh," Langkahnya terhenti seketika. Kansa memejamkan mata. Kedua tangannya mengepal kuat. Menahan sakit yang bersumber dari perutnya.

"Sa, kamu nggak papa?" Tanya Xalio khawatir. Menyentuh bahu Kansa dan membawanya untuk duduk di sebuah bangku. Xalio berjongkok dihadapan perempuan itu dengan wajah khawatir. Menggenggam tangan Kansa yang masih bungkam.

Sungguh Xalio menyesal. Ia tidak bermaksud menyebut Kansa cewek bar-bar. Semua itu karena emosi yang tidak bisa dikontrol. Xalio menyesal.

Mengatur pernafasan dan emosinya yang menyebabkan perutnya keram seketika. Kansa meneguk air mineral yang baru saja Xalio beli di sebuah gerobak yang menjual cemilan makanan dekat dirinya.

"Kita masuk mobil ya," Tanpa banyak bantahan, Kansa membiarkan Xalio membantunya berjalan.

Merasa Kansa tidak terlalu kuat berjalan dan kasihan melihatnya tertatih. Xalio menggendong Kansa tanpa perlawanan dari perempuan itu. 

Melingkarkan tangannya dileher lelaki itu. Kansa menyembunyikan wajahnya di leher Xalio. Perutnya benar-benar sakit. Tubuhnya sampai gemetar, meremas kuat baju belakang Xalio.

Xalio meletakkan Kansa begitu hati-hati. Memastikan Kansa sudah duduk dengan benar, Xalio berputar kedepan dan duduk dibalik kemudi. Menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Sesekali Xalio melirik Kansa yang lebih memilih menatap jendela. Kansa punya kebiasaan buruk, yaitu sulit untuk menggunakan sabuk pengaman. Padahal itu sangat membahayakan. Xalio sering menegurnya, namun Kansa tetap Kansa. Karena hal itu Xalio tidak pernah membawa mobilnya di atas kecepatan enam puluh jika ada Kansa bersamanya.

"Masih sakit?" Kansa diam. "Kita kerumah sakit,"

"Nggak." Ujarnya pelan. Sakitnya sedikit berkurang.

"Belanjanya tunda dulu, kita pulang."

"Gue nggak papa. Udah jalan aja."

Xalio menghembuskan nafasnya pelan. Tidak ada percakapan diantara keduanya sampai tiba di basemant mall. Keduanya turun bersamaan.

A Simple Life [SUDAH ADA VER. CETAK & E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang