TUJUH. Ungkapan

9.6K 1K 293
                                    

Bubuk kopi yang baru saja di tuang dengan air hangat aromanya memenuhi ruangan. Bersatu bersama oksigen, menyapu saat angin bertiup membuat siapa saja yang mencium aromanya akan terbangun untuk menyicipi biji kopi yang berwarna hitam pekat tersebut.

Sembilan dari sepuluh pria pasti mengaku pecinta kopi. Entah itu rasanya, aromanya, sajiannya atau pambuatnya membuat sesuatu ketertarikan. Bubuk hitam pekat dalam gelas, diseduh dengan air panas hingga penuh, kental, mempunyai aroma yang kuat.

Meletakkan telur mata sapi diatas roti. Xalio melepas apron, membawa dua piring kemeja makan.

"Gugup?" Tanya Xalio menarik kursi dihadapan Kansa. Satu piring roti ia dorong kehadapan Kansa setelah menyingkirkan buku yang sedang dibaca oleh perempuan itu. "Makan dulu, percuma kalau perut laper, pasti nggak kosen,"

Kansa menggeleng. "Nggak sih, biasa aja," Kenyataannya Kansa masih membaca buku dimeja makan dengan tangan yang menyantap roti buatan Xalio.

Pagi ini, Kansa akan mengahadapi berbagai macam ujian. Jika lulus, Kansa resmi mendapat gelar dr. Setelah itu Kansa bisa melanjutkan sebagai dokter internship selama satu tahun.

Xalio meletakkan roti di tangannya, mendesah pelan. "Makan dulu Kansa," Ucapnya pelan.

Gerakan mulut Kansa terhenti, matanya terangkat menatap Xalio, kemudian menutup bukunya dengan gerakan pelan. Fokus sarapan. Kansa tahu, Xalio itu paling benci jika seseorang makan bersamanya sibuk dengan yang lain. Apalagi bermain handphone.

"Nurut gini kan manis jadinya," Xalio melanjutkan sarapan.

"Kayaknya hari ini sampai sore,"

"Kasih tau aja nanti aku jemput."

"Komandan jadi supir gini, nih," Kansa tertawa.

"Supir dokter cantik Abang rela,"

"Dih abang," Kansa menendang kaki Xalio, tiba-tiba wajahnya menjadi panas.

"Tua aku daripada kamu,"

"Beda dua bulan aja," Kansa mendengus. "Tapi lucu juga Abang, biasanya kan Tentara panggilannya Abang semua,"

"Buat kamu B nya ganti jadi Y. Jadinya?"

"Kamu jangan ngelawak pagi-pagi,"

Xalio tertawa geli. "Oh ya, USG kapan?"

"Hari ini,"

"Sore?"

"Iya, aku udah buat janji kok sama Mama," Xalio mengangguk. "Xal, ambilin minum dong,"

Tanpa banyak berkata, Xalio berdiri mengambil gelas dan menuangakan air mineral. "Aku doain kamu lancar ujiannya,"

"Tenang aja, aku pintar,"

Xalio menepuk kening Kansa yang memuji dirinya sendiri. Kansa tertawa pelan. Menghabiskan minuman sebelum berlari ke kamar mengambil tas miliknya. Xalio membereskan piring makan.

Meski Kansa mengatakan tidak gugup dan berusaha untuk terlihat biasa saja. Xalio menangkap wajah kekhawatiran dan kegelisahan. Berulang kali Kansa menghembuskan nafasnya. Rambutnya dikuncir satu, dengan balutan baju kaos putih yang di masukan kedalam celana jins hitam. Sepatu putih yang bagian belakangnya sengaja dipijak. Sesimple itu saja Kansa masih terlihat cantik.

"Eh, foto dulu Xal," Kansa menahan lengan Xalio. Meletakkan handphone miliknya di atas lemari yang tingginya satu setengah meter, menyandarkannya didinding. Mengatur timer dan mengambil posisi.

Kansa merapikan penampilannya dan mengecek penampilan Xalio. Terlihat gagah dan tampan dengan baju dinasnya. Kansa berdiri bersebelahan, tangannya melingkar di lengan kiri Xalio. Keduanya tersenyum, satu foto untuk pertama kalinya berhasil diabadikan.

A Simple Life [SUDAH ADA VER. CETAK & E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang