Dua. Kaca Spion

9.4K 931 127
                                    

Hari senin kembali datang. Menandadakan sudah berjalan seminggu pernikahannya. Rasanya hambar. Xalio menikah karena desakan keluarga. Meski begitu ia tidak ingin lari dari tanggung jawab. Xalio sendiri sudah berjanji pada diri sendiri, ketika janji suci di ucapkan ia akan meninggalkan semuanya dan menjadi orang yang baru. Meski dalam pernikahan itu tidak ada rasa sama sekali.

Tidak ada pernikahan mewah. Ia hanya menikah di kantor tanpa perayaan. Tamu yang hadir juga hanya keluarganya dan juga Manda. Sekarang Xalio akan berusaha menghidupkan rasa dalam pernikahannya. Menikah tidak sama seperti pacaran.

Keras kepala Kansa dan dirinya. Disini Xalio mengalah.

Jam lima pagi Xalio sudah terbangun. Mandi dan bersiap untuk apel pagi. Setengah tujuh ia sudah harus berangkat takut terkena macet. Karena bahan makanan yang Mama sediakan waktu itu masih ada, Xalio memasak nasi goreng. Memasak adalah hal yang mudah, meski ia tidak yakin dengan rasanya, Xalio sering melakukannya selama pelatihan.

Tidak terlalu pedas karena Kansa benci pedas dan Xalio suka pedas. Mereka selalu bertolak belakang. Seperti halnya Xalio lebih suka berada dirumah dan Kansa yang lebih suka berada diluar. Berkumpul bersama teman-temannya ataupun hanya sekedar duduk di sebuah kafe.

Xalio tidak akan banyak bicara apa yang Kansa lakukan. Seharusnya Kansa mengerti statusnya sekarang. Seperti Xalio yang mengurangi waktunya berada di luar. Kansa selalu pulang larut malam ketika ia mendapatkan jadwal dinas pagi.

Meletakkan telur di atas nasi goreng. Xalio tidak ingin membangunkan Kansa. Karena hari ini perempuan itu dinas malam. Membiarkan nasi itu di meja makan. Xalio makan sendiri.

Sesekali membuka handphone untuk melihat whatsapp yang masuk atau berita terbaru.

"Kenapa nggak bangunin?"

Xalio menoleh, melihat Kansa berjalan mendekatinya. Tangannya sibuk menguncir rambut asalan. Masih menggunakan baju tidur.

"Kamu kecapean," Sudah Xalio katakan. Ia akan merubah semuanya termasuk dari hal-hal kecil seperti panggilan Lo berubah menjadi Kamu. "Jam berapa pulang?"

Usai membasuh wajahnya di wastafel. Kansa menarik kursi duduk berhadapan dengan Xalio. Menatap lelaki itu yang sudah menggunakan baju seragam dinas atau PDU. Begitu ngetat di tubuh Xalio. Kansa sendiri tidak mengerti kenapa penjahit membuatnya seperti itu. Kenapa tidak longgar?

Terdapat tanda di atas bahu Xalio, bisa Kansa ketahui bahwa itu pangkat dari seorang TNI. Kansa tidak paham sama sekali masalah lambang. Namun ia paham pangkat seorang TNI. Lambang di baju Xalio seperti bunga berwarna kuning. Jumlahnya tiga, dan dibawahnya tertulis TNI. 

"Bintara?" Tanya Kansa menelan sesendok nasi. Menunjuk bahu Xalio dengan dagunya.

Xalio melirik bahunya. "Kolonel," Ujarnya kemudian memasukkan suapan terakhir. Kansa tersedak, dengan santai Xalio mendorong gelas yang airnya masih penuh kehadapan Kansa. Dihabiskan perempuan itu hingga setengah.

Kansa mengatur nafasnya terlebih dahulu. Tunggu. Ia tidak salah dengar? "Kolonel?" Ulang Kansa siapa tahu telinganya sedang rusak.

Xalio mengerutkan keningnya. Mengambil gelas di tangan Kansa dan meneguknya hingga habis. Persediaan kopi di dapur habis, mungkin Mama lupa memasukkan ke daftar belanjaan. "Kenapa?"

Xalio yakin Kansa mengerti. Perempuan itu punya jiwa Universal, dan Kansa banyak mendapat teman dalam jajaran militer termasuk semua letingan Xalio mengenal seorang Kansa. Banyak yang mencoba mendekati perempuan itu, Xalio bahkan hapal teman-temannya yang menyukai Kansa. Apa daya saat Kansa malah jatuh ketangan seorang Pilot. Kansa itu seperti bunglon. Ia bisa menempatkan dan beradaptasi disekitarnya dengan cepat.

A Simple Life [SUDAH ADA VER. CETAK & E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang