[SEPULUH] DIA

8.7K 1K 216
                                    

Menghadapi ibu hamil itu sama saja menghadapi musuh dalam medan perang. Harus mengatur strategi, memutar otak untuk memecahkan masalah. Target bidikan Xalio harus jelas, salah sedikit saja menimbulkan peperangan. Lemparan bom Xalio salah tempat, situasi dan kondisi.

Memberikan pengertian, menurunkan emosi Xalio membujuk Kansa. Mengeluarkan kata-kata manis yang pastinya meluluhkan seorang perempuan. Xalio berhasil, Kansa akhirnya membuka pintu.

Kansa meminta makan karena lapar setelah marah-marah. Xalio mengabulkan tanpa adanya bantahan. Kali ini tujuan kuliner cukup jauh dari kawasan rumah. Mencari makanan yang Kansa inginkan.

"Ini yang terakhir ya, aku nggak mau kamu makanan gini lagi," Xalio membawa semangkuk Mie Ayam dan Bakso kehadapan Kansa yang menunggu di dalam mobil.

Kansa mengangguk bahagia. Aksi marahnya berhasil agar dibelikan Bakso. Xalio menghembuskan nafasnya pelan.

"Kamu nggak beli?"

"Nggak, kamu makan aja," Ujar Xalio pelan. Memainkan ponselnya selagi menunggu Kansa selesai makan.

"Kenapa kamu keliatan nggak suka gitu mukanya?" Xalio menoleh. "Marah?"

"Nggak," Kansa cemberut, mengaduk Mie Ayam. "Aku nggak marah, udah jangan mulai,"

"Aku juga nggak mau makan ginian, anak kamu yang bawel." Xalio meletakkan ponselnya, menghadap Kansa. "Udah, males aku," Ujarnya menghapus air mata.

"Jadi aku harus gimana, Kansa? Apa yang kamu mau aku ikutin, aku nggak marah." Kansa membuang wajahnya ke jendela. "Udah lah,"

Kansa masih bungkam.

"Capek aku, Sa." Ucap Xalio pelan. Kansa menoleh. "Sama diri aku sendiri, kayaknya aku belum bisa jadi suami yang baik buat kamu. Hadapin kamu aja aku mengeluh. Lain kali aku nggak akan buat kamu marah," Xalio tersenyum kecil, membungkuk berhadapan dengan perut yang mulai membuncit. "Maaf ya, Papa buat Mama nangis lagi."

Kansa tidak kuasa menahan tangisnya. Ada yang menanamkan bunga dihatinya hingga terasa begitu bahagia mendengarnya. Kansa menghapus air matanya cepat saat Xalio kembali ke posisi awal.

"Mau aku suapin?"

"Nggak, aku bisa makan sendiri," Ujarnya malu. Xalio terkekeh pelan.

Nyatanya Kansa hanya memakan semua itu setengah, Xalio yang selalu menghabiskan. Karena tahu Kansa akan begitu, makanya Xalio tidak memesan makanan. Karena akhirnya Xalio yang kenyang.

Perasaan emosi dan haru berakhir. Semua kembali normal. Mengajak Kansa berjalan mengelilingi kota. Keduanya bercerita banyak hal, membeli makanan yang dijual di pinggir jalan.

Tuk..tuk..tuk..

Xalio menurunkan kaca mobil.

"Roti bakarnya mau rasa apa aja?" Tanya Kansa yang saat ini sedang berada di luar untuk membeli roti bakar.

"Terserah kamu,"

"Belinya berapa Bungkus?"

"Lima cukup nggak? Takutnya rame,"

"Ya udah lima aja, enam ya, satu buat dirumah."

Xalio mengangguk pelan. Kansa segera memesan roti bakar dengan berbagai jenis rasa. Duduk di kursi menunggu antrian sementara Xalio berada di mobil.

"Berapa semuanya, Mas?" Tanya Kansa membuka dompet. Dulu Kansa tidak senang melihat fotonya dan Xalio terpajang dalam dompet lelaki itu. Kini semua itu berubah, Kansa menyukainya.

Memberikan uang seratus ribu. Kansa mengucapkan terima kasih.

"Udah?" Tanya Xalio.

Kansa mengangguk. Membuka roti bakar miliknya. "Besok kamu pulang jam berapa?"

A Simple Life [SUDAH ADA VER. CETAK & E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang