LIMA. Mangga Pait

7.9K 1K 123
                                    

Cinta itu datang tanpa kenal usia, waktu, tempat dan siapa. Cinta pertama Kansa adalah seorang lelaki yang berkunjung ke kampung halamannya. Lelaki yang memberi semangat lebih sejak pertemuan pertama hingga Kansa belajar mati-matian mengejar beasiswa ke kota seperti Manda.

Berniat untuk lebih dekat dengan semua angan yang pernah ia khayalkan. Sakit? Tentu saja, ketika lelaki itu bersanding dengan wanita lain dan mengikatnya menjadi istri. Satu-satunya wanita yang sekarang menjadi prioritas utama.

Kansa patah hati. Semua konsentrasi belajarnya terganggu. Semua itu bangkit berkat teman-temannya, memberi dunia baru bagi Kansa yang buta akan pergaulan kota. Rasa penasaran membuat Kansa terbawa arus yang kadang ketika ia pikirkan bahwa itu semua sudah melewati jalur.

Pertemuannya dengan Xalio tidak bisa dikatakan baik. Insiden tabrakan waktu itu membuatnya seperti bermusuhan, terlebih kenapa Xalio harus adik dari seorang Brayn?

Setiap bertemu Xalio hanya ada aura permusuhan. Jika saja Daniel tidak berteman dengan Xalio, mungkin sampai saat ini ia dan Xalio tidak akan pernah bertegur sapa.

Kansa membuka matanya pelan, menghembuskan nafasnya dan tersenyum tipis menatap lelaki yang tidur disebelahnya. Menurut Kansa, mata, alis dan hidung Xalio itu mirip seperti Brayn. Keduanya memiliki mata yang tajam namun begitu manis dibaliknya.

Jika Kansa ingat kembali. Xalio adalah sosok yang dingin dan pendiam. Setelah beberapa minggu ia menjadi lebih dekat, Xalio punya sisi manis yang penuh pengertian. Xalio sungguh menganggap pernikahan hanya satu kali, merawat dirinya, selalu ada, dan sedikit kaku menurut Kansa.

Tubuh kekar yang terbalut baju tidur itu bergerak dan kini menghadapnya. Hembusan nafas teratur dan bulu matanya yang masih menyatu. Kansa mengulum senyum, tangannya terulur menyentuh alis Xalio dengan jari telunjuknya membuat sang pemilik mengulet kecil dan membuka matanya.

"Morning,"

Xalio menahan nafasnya kaget, mengumpulkan semua memory kenapa Kansa bisa ada dihadapannya. "Pagi," Jawabnya serak setelah ingatan itu kembali.

"Ada iler tuh,"

Xalio mengusap bibirnya. Kansa tertawa diikuti Xalio yang sadar Kansa menjailinya.

"Jam berapa sekarang?"

"Delapan,"

Xalio mengangguk, ia duduk dan merenggangkan otot tubuhnya. "Acara Kakak kamu jam berapa?"

"Kita berangkat jam tiga aja ya," Xalio mengangguk. "Lo serius?"

"Apa?"

"Mau bilang sama Ayah?" Kansa duduk, berhadapan dengan Xalio. "Lo sendiri udah liat kalau Ayah udah usir gue, dia nggak mau liat muka gue lagi. Kalau kita hadir, takutnya Ayah marah. Gue nggak mau merusak acara penting seseorang,"

Xalio tersenyum kecil. Menatap kegelisahan dari sorot mata Kansa. Cantik, bangun tidur saja Kansa sudah terlihat begitu cantik meski rambutnya berantakan.

"Aku emang tolol waktu itu. Sa, aku kaget dengan kabar yang kamu kasih tau tiba-tiba. Semuanya terlalu cepat. Maaf udah tuduh kamu yang nggak-nggak bahkan sempat berfikir buat gugurin anak itu. Aku marah, tapi sama diri aku sendiri. Aku pengecut yang nggak mengakui kesalahan yang aku buat dan buat kamu menanggungnya sendiri." Xalio membasahi bibirnya, ia menunduk sebentar dan menatap Kansa kembali. "Yang buat aku berubah fikiran adalah Mama aku. Aku bayangin kalau kamu itu Mama aku yang lagi mengandung aku. Sa, aku nggak mau lahir tanpa Ayah, sama seperti anak itu."

Kansa terdiam lama menatap Xalio sebelum berkata. "Xal?"

"Em?"

"Ada pesan,"

A Simple Life [SUDAH ADA VER. CETAK & E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang