Jodoh Pilihan Ayah
“Li, baru pulang?” tanya sang ayah saat melihat anak bungsunya baru saja memasuki rumahnya. Ali pun tersenyum pada dua sosok paruh baya yang sedang asyik menikmati acara musik yang disiarkan salah satu stasiun TV, kemudian mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian.
“Mandi terus ganti baju. Kita tunggu di ruang makan ya.” perintah sang ibu sebelum berlalu ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
“Iya bu.” jawab Ali seraya melangkah menuju kamar.
Usai membersihkan badan dan berganti baju santai, Ali menyusul anggota keluarganya di ruang makan. Di sana sudah lengkap ada ayah, ibu, kakak, juga kakak iparnya serta keponakan perempuannya yang sudah mulai belajar makan sendiri. Tak ada obrolan yang berarti sampai acara makan malam bersama selesai. Namun, saat Ali hendak bangkit dari kursinya, Ayah Ahmad menahannya.
“Li, ada yang ingin ayah bicarakan.”
Ali memejamkan matanya sesaat lalu menghela napasnya perlahan. Dengan malas, ia pun duduk kembali.
“Belum, Yah,” jawabnya lesu. Ia sudah tahu bahkan mungkin sudah sangat paham dengan apa yang akan ayahnya bicarakan. Perjanjian satu bulan lalu yang telah disepakati, lebih tepatnya secara sepihak oleh sang ayah.
“Kalau begitu, …”
“Iya, Ali nyerah.” Ali memotong ucapan ayahnya dengan cepat. Ayah Ahmad menepuk pundak anak bungsunya beberapa kali. Ia tersenyum puas. Satu langkah lagi keinginannya akan tercapai, yang mungkin akan menjadi keinginan terakhirnya.
“Gitu dong… dari dulu kek, ’kan nggak perlu ribet.” Ali mencebikkan bibirnya kesal mendengar ucapan Kak Azam yang menurutnya itu adalah sebuah ejekan.
“Memang siapa sih, Yah? Ibu penasaran nih.”
Ayah Ahmad tersenyum penuh arti menanggapi rasa penasaran istrinya.
“Seperti keinginan Ibu.” Bu Mia mengernyitkan dahinya, bingung. Karena ucapan suaminya masih menjadi teka-teki. Ia pun tak ingin menerka, takut kecewa karena tidak sesuai dengan harapannya. Lebih baik menunggu Ayah Ahmad menjelaskannya sendiri.
“Apa menantu idaman Ibu masih orang yang sama?” Bu Mia menoleh ke arah suaminya, lalu mengangguk.
“Apa maksud ayah---” tanya Bu Mia menggantungkan pertanyaannya.
Ayah Ahmad tersenyum dan mengangguk dengan mantap. “Iya, Bu. Dia orangnya. Menantu idaman Ibu juga merupakan menantu idaman Ayah.” Ayah Ahmad menjawab pertanyaan istrinya sekaligus memberinya penjelasan, membuat mata Bu Mia berbinar cerah diiringi senyum cerah dibibirnya.
“Alhamdulillah… ternyata kita sehati ya, Yah?”
“Dari dulu kan memang selalu sehati….” Ayah Ahmad tersenyum menggoda.
“Ehem… ehem…,” deheman dari anak sulungnya, membuat keromantisan orang tuanya yang baru saja akan terjalin harus terhenti, membuat Ayah Ahmad sedikit cemberut. Sedangkan Bu Mia terkekeh geli melihat ekspresi suaminya yang seperti anak ABG sedang merajuk.
“Kenapa sih Kak? Biarkan ayah dan ibu juga bermesraan. Memang Kak Azam saja yang boleh bermesraan sama Kak Vina?” protes Ali, sang adik.
“Bukan gitu Li, Kamu ’kan tahu sendiri kalau Ayah dan Ibu pasti lupa daratan jika sudah berduaan,” elaknya yang mendapat senggolan di lengannya dari Vina, istrinya.
“Heleh… kaya kamu sama Vina nggak aja,” protes Ayah Ahmad tak terima. Sedang Azam hanya menyengir saja.
“Eh, tapi sebentar lagi kita punya saingan lho yah…,” kata Azam tersenyum penuh arti sambil menaik-turunkan alisnya, memberi kode pada Ayah Ahmad.
Sedang Ali yang mengerti arah pembicaraan ayah dan kakaknya pun berinisiatif untuk pamit. Namun, baru beberapa langkah, seruan dari Ayah Ahmad membuatnya berhenti.
“Li, siapkan diri. Besok kita silaturahmi ke rumah calon menantu Ayah.” Ali hanya mengangguk tanpa menoleh sedikit pun, lalu melanjutkan langkah menuju kamarnya.
Malam yang terasa begitu lama bagi Ali. Dikarenakan ia tidak bisa memejamkan matanya sampai waktu menjelang subuh. Sejujurnya, dia penasaran siapa calon menantu idaman orang tuanya itu. Mengapa sampai ayahnya membuat kesepakatan sepihak demi gadis itu? Apa istimewanya gadis itu? Banyak hal yang berkecamuk dalam benak Ali tentang sosok calon menantu idaman orang tuanya. Sangat mengganggu ketentraman hatinya yang terasa hampa sejak beberapa tahun lalu setelah putus cinta. Namun, dia gengsi untuk menanyakannya.
###
Ali membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang ia lihat di depannya. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk meyakinkan diri bahwa apa yang dilihatnya ini benar. Sesuai yang diutarakan Ayah Ahmad semalam, mereka kini sudah berada di pelataran rumah seseorang. Di mana salah satu anggota keluarganya merupakan orang yang sangat … sangat … Ali kenal dengan baik. Dan di depannya kini, ada beberapa orang menyambut kedatangan keluarganya dengan ramah. Kemudian mempersilakan mereka untuk masuk. Beraneka macam jajanan sudah tersuguh dengan rapi di ruang tamu. Nampaknya memang acara kunjungan ini sudah direncanakan sebelumnya.
Tak berselang lama, calon menantu yang dimaksud Ayah Ahmad pun menampakkan dirinya membuat semua orang yang berada di ruang tamu menoleh ke arahnya. Tak berbeda dengan ekspresi wajah Ali tadi, sesaat setelah mengetahui orang yang dimaksud ayahnya selama ini. Gadis itu pun cukup tercengang saat pandangan matanya yang indah beradu dengan retina hitam nan tajam milik Ali.
Terkejut dan gugup. Bahkan lebih dari hanya sekedar gerogi yang kini dirasakan oleh Prilly -calon menantu idaman orang tua Ali-. Degup jantungnya berdetak sangat kencang, dengan sedikit gemetar, ia mendekat menyalami calon ayah dan ibu mertuanya yang tersenyum hangat menyambutnya. Dan dengan sedikit rasa tak nyaman, ia pun menuruti perintah orang tuanya untuk duduk di sebelah Ali, calon suaminya.
Acara ramah-tamah sekaligus lamaran yang terbalut dalam kata silaturahmi ini berjalan lancar. Kedua calon mempelai pengantin pun hanya pasrah mengikuti dan menyetujui apa yang sudah diputuskan oleh kedua pihak keluarga tanpa banyak komentar. Tak ada senyuman, apalagi sekedar obrolan ringan di antara keduanya walaupun duduk berdampingan. Tak ada obrolan dari keduanya walaupun hanya sekadar basa-basi. Baik Ali maupun Prilly sama-sama terlihat canggung.
“Ayah yakin dengan pilihan Ayah?” tanya Ali setibanya di rumah.
“Iya, memangnya kenapa?”
“Bukan kah Ayah tidak suka dengan seorang biduan?” tanyanya makin tak mengerti. Ia sangat paham betul bagaimana keluarga besarnya itu. Lalu, mengapa ayah dan ibunya memilihkan gadis itu sebagai calon pendampingnya?
“Jangan dipandang sebelah mata Bang. Lihatlah ketulusannya.” Memang semua anggota keluarganya di rumah memanggil Ali dengang sebutan 'abang'. Itu karena panggilan sayang dari seseorang yang menjadi cinta pertamanya. Seseorang di masa lalunya yang sangat berarti di hati Ali, bahkan hingga kini.
Ali menghela napasnya dengan kasar mendengar penuturan ibunya. “Itu dulu, Bu…,” ucapnya lesu.
Kak Azam menepuk pundak sang adik. “Ayolah Mas bro … jangan sia-siakan dia lagi!” ucapan sang kakak membuat Ali mendengus.
“Ibu tahu anak Ibu ini belum move on dari cinta pertamanya,” ucap Bu Mia, merangkul anak bungsunya.
“Siapa bilang …?” ujar Ali merasa keberatan disebut belum move on.
“Buktinya, Ayah sudah memberimu waktu satu bulan untuk mengenalkan pacarmu pada kami. Nyatanya….” Ayah Ahmad segera memotong perkataan Ali yang menyanggah bahwa dia sudah move on.
“Jangan salah langkah lagi boy!” ucap Ayah Ahmad sebelum berlalu.
###
“Tapi ini sudah disepakati sebelum kita lamaran.” Prilly menunduk takut berusaha memberi penjelasan pada Ali, mengapa ia masih menyanggupi tampil menyanyi dalam beberapa acara. Tadi, saat Prilly memberi tahu bapaknya bahwa ia akan tampil di luar kota, Pak Nono -bapak Prilly- menyuruhnya untuk meminta izin pada calon suaminya. Dan di sinilah dia sekarang. Seperti seorang terdakwa yang akan disidang.
Ali mengusap wajahnya lalu mengembuskan napasnya dengan perlahan. Ia tak habis pikir dengan ucapan Prilly barusan. Seminggu lagi mereka akan menikab, tapi Prilly masih harus menyelesaikan pekerjaan menyanyinya. Seharusnya ia sibuk dengan persiapan pernikahannya. Apalagi mereka berdua sedang dipingit.
“Ya sudah, aku izinkan. Tapi aku tidak bisa mengantar.” Dengan berat hati Ali pun akhirnya mengizinkan. Prilly pun mendongak dan menatapnya dengan mata berbinar.
“Terima kasih … terima kasih,” ucapnya berkali-kali. Kalau saja tidak sedang berada di hadapan Ali, ia ingin berjingkrak-jingkrak untuk meluapkan suasana hatinya yang senang bukan kepalang.
“Minta tampil di awal dan nyanyi beberapa lagu saja. Ingat, jam 11 harus sudah ada di rumah.” Prilly pun mengangguk dengan cepat. Tidak apa-apa yang penting sudah diizinkan, Prill… gumamnya dalam hati.
“Setelah itu semua selesai, tidak boleh menyanyi lagi. Apa kamu sanggup?” ucap Ali lantang.
Senyum di wajah ayunya pun pudar seketika. Dengan berat hati, Prilly mengangguk pasrah. Ia tak ingin berdebat dengan calon suaminya. Sudah ia tebak sebelumnya, jika mungkin setelah menikah nanti, ia tak akan kembali tampil di atas panggung. Bagaimanapun juga, ini merupakan konsekuensi yang harus dijalaninya atas pilihan hidupnya. Teringat beberapa tahun lalu saat masih jadi seorang pelajar, saat Ali dan dirinya masih menjalin kasih. Ali mendiamkannya beberapa hari karena ia tidak minta izin terlebih dahulu saat akan menerima tawaran menyanyi. Dan kali ini, ia tidak ingin hal itu terjadi lagi. Cukup sudah, ia melakukan kesalahan beberapa kali saat masih berpacaran dengan Ali, dulu. Karena sifat egois dan keras kepalanya, ia harus rela Ali mengakhiri hubungan mereka secara sepihak. Hingga mereka berdua tidak saling berkomunikasi lagi sebelum dipertemukan kembali oleh orang tua mereka beberapa waktu lalu.
Prilly makin menundukkan kepalanya saat ia menyadari Ali duduk di sampingnya, memandang dirinya dengan lekat. Ia sedikit terlonjak saat tiba-tiba Ali menggenggam erat tangannya. Membuat Prilly pun mendongakkan kepalanya memandang Ali yang tak berkedip menatapnya. “Kamu yakin bisa melepaskan duniamu saat ini?” tanya Ali meminta kepastian. Ia tahu bahwa calon istrinya ini pasti masih bimbang. Apalagi saat menangkap sorot mata sendu Prilly saat ia memintanya untuk berhenti menjadi biduan, Ali merasa tak tega, namun dia harus tetap bersikap tegas.
“I … iyaa …,” jawabnya terbata. Walaupun sebenarnya Prilly merasa berat, tapi ia tahu betul mana yang harus menjadi prioritasnya sekarang.
“Hanya boleh menerima tawaran menyanyi lagu religi,” ujar Ali dengan senyum manisnya yang tersungging di bibirnya.
“Hah?”
“Aku yang akan menyeleksi semua tawaran menyanyi untukmu.”
“Hah?”
Pletak.. Ali menyentil dahi Prilly dengan pelan.
“Mulai deh lemotnya,” gerutunya kesal melihat calon istrinya hanya ber-hah-heh saja.
“Ish… Abaaaangg… sakit tahu.” rajuk Prilly sambil mengusap-usap dahinya.
“Mana yang sakit?”
“Iniii …,” ucap Prilly manja sambil menunjuk dahinya.
“Uluh … sini ... sini diobatin sama Abang.” Ali mendekatkan kepala Prilly padanya.
Cup…
Mata Prilly mengerjap beberapa kali saat merasakan benda kenyal mengecup keningnya lama. Lalu, Ali merengkuh gadis itu dalam dekapan hangatnya.
“Aku masih mencintaimu,” gumam Ali pelan, namun masih dapat didengar oleh Prilly. Kedua sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman manis di wajah ayunya.
“Aku juga ...,” jawab Prilly malu kemudian menyembunyikan wajah meronanya dalam pelukan hangat calon suaminya.
Keduanya saling memeluk menyalurkan rasa rindu dan sayang yang tertahan setelah hampir lima tahun berpisah.
Terima kasih Ayah.. Doaku selalu menyertaimu. Semoga bahagia di sisi-Nya. Ucap Ali dalam hati seraya mendoakan mendiang sang ayah yang belum lama pergi untuk selama-lamanya.
“Abaaanggg ….”
“Hm?”
“Jadi, adik masih boleh nyanyi 'kan nanti setelah menikah?”
“Pikir saja sendiri ….”
“Iiiihhh … Abaaaanggg ….” Buru-buru Prilly melepaskan diri dari pelukan Ali. Ia pun menggeser duduknya memberi jarak dengan Ali. Wajahnya ditekuk dengan bibir manyun membuat Ali terbahak melihat wajah Prilly yang menurutnya, menggemaskan itu.
“Ha ha ha ….” Ali pun tak tinggal diam, ia merengkuh kembali tubuh mungil itu, meskipun sang empu berusaha untuk memberontak.
-tamat-Jateng, 191118
Cerita ini pernah aku ikutan event tapi hanya lolos 35 besar 😄
Tidak lolos ke tahap 20 besar 😥
Aslinya aku tulis tidak memakai nama tokoh Ali Prilly, semalam aku revisi 😃
KAMU SEDANG MEMBACA
The One
Short StoryKamulah satu-satunya. Satu-satunya yang aku sayang, aku rindu, aku cinta. Hanya kamu satu cintaku. Kumpulan cerpen yang suatu saat akan dibuat versi panjangnya) 😁