Hatimu, memang tidak dicipta untuk pria selain dia. Tanganmu, tidak dijadikan untuk menggenggam yang bukan tangan pria itu. Wajahmu, adalah ukiran sempurna yang hanya diperuntukkan Tuhan untuknya. Lalu apalah daya ku, yang hanya datang untuk sekedar mengenalmu bukan menghalalmu.
Tapi, merelakanmu pun sekarang adalah perjuangan menyela rasa sendiri. Dan aku sudah terbiasa dengan ini, dengan jalan buntu satu arah, dengan gelap pekat yang membuta pasrah, terus... terus... tergerus... mencintai tak pernah melukai ku separah ini.
Maka disinilah aku, hati, dan otakku sedang berkompromi. Sedang duduk bersila di titik temu untuk menyudahi pesakitan ini. Untuk mendengar sajak-sajak yang hati ini ingin kami segera beranjak. Untuk mengerti peluang-peluang yang otak ingin kami segera pulang. Kali ini, mungkin sudah saatnya... aku mengalah pada lelah dan berdamai pada kalah.
Hingga nanti semua luka yang menganga tertutup, pulih bersama waktu yang membawa ku membuka lembaran baru. Di ujung sana, tepat disudut kota itu, kamu akan melihat ku tertawa, bahagia, dengan sosok baru yang mengenggam tanganku, yang melihatku seperti mataku melihatmu dahulu.
Dengan sangat tidak terhormat
Malaqai
KAMU SEDANG MEMBACA
INI TIDAK PENTING
Poesía[JANGAN BACA: INI TIDAK PENTING!!!] #2 in sastra 4/8/18 #2 in aksara 4/8/18 #99 in poetry 4/8/18 #25 in sastra #81 in prosa Buku Ini Tidak Penting akan dibagi menjadi tiga bagian. Dimana...