Sekarang, aku tak benar-benar tahu perkara hal yang berkecamuk di dadaku. Perihal apa saja yang menjadi gaduh antara otak dan hatiku. Diantara suara-suara nyaring yang emosi itu, namamu masih menjadi pemicu badai amarah pada kedua organku. Sedangkan aku, aku hanya diam saja. Menikmati setiap kacau yang balau setelah mengakui akhirnya kamu tetap memilihnya selainku.
Pada awalnya, kukira aku tak seluka ini-bahwa merelakan jemarimu menyatu diantara sela tangannya adalah hal yang sungguh ingin kuhapus dari dunia. Barangkali, aku bukanlah aku saat mencintaimu. Arogansi kerap memuncaki daftar sadarku ketika kamu dengannya melintas diingatan. Saat-saat seperti itulah aku kerap membunuh diri, menikam perasaan yang tak seharusnya menjelma indah ketika kamu menganggapnya biasa saja.
Dan sekarang, aku masih menjadi pria pecundang yang tak bisa melakukan apa-apa untuk gadis yang menyandang gelar permaisuri dihatinya. Aku masih menjadi penikmat senyummu tanpa pernah bisa menjadi orang yang mencipta senyum itu. Aku masih menjadi pelancong yang tersesat dalam perjalan panjang melupakanmu. Kelak, ketika akhirnya aku merelakanmu dengannya. Saat itulah aku akhirnya benar-benar mengerti. Bahwa mencintaimu adalah kebahagian melihatmu mencintainya.
Dengan sangat tidak terhormat
Malaqai
KAMU SEDANG MEMBACA
INI TIDAK PENTING
Şiir[JANGAN BACA: INI TIDAK PENTING!!!] #2 in sastra 4/8/18 #2 in aksara 4/8/18 #99 in poetry 4/8/18 #25 in sastra #81 in prosa Buku Ini Tidak Penting akan dibagi menjadi tiga bagian. Dimana...