07 : Traktir

637 82 1
                                    

"Duh...iya-iya Pin, iya maAPP."

Ridho mengaduh dramatis saat Pinkan menaboknya berkali-kali.

Sedangkan Pinkan yang melihat Ridho yang menjerit-jerit heboh malah makin memukul laki-laki itu keras.

"HE. Lu tuh bikin gue diledekin ish. Lu tuh ngeselin. Lu tuh nyebelin. Lu tuh bikin gue dicie-cie in!!" oceh Pinkan sambil kini mengejar Ridho yang berhasil melarikan diri dari tabokannya.

"HE RIDHO, SINI LU!!" Pinkan berteriak, membuat kini Ridho makin mempercepat laju larinya.

'Duk'

Ridho yang lupa mengencangkan tali sepatunya sebelum berlari itu nyusruk di tengah lapangan basket yang tadi ia putari.

"MAAF KANJENG MAAF NYONYA MAAF MAAF." Ridho jadi berseru heboh ketika melihat Pinkan yang makin mendekat ke arahnya.

Membuat pak Supri yang merasa terganggu jadi meniupkan peluitnya panjang.

"PINKAN, RIDHO DIEM!" tegur guru berkumis itu galak.

Ridho yang semula berteriak langsung terdiam, sedangkan Pinkan berdecak sambil berusaha menyeret Ridho dengan cara menarik rambutnya. Membuat Ridho sempat memekik kesakitan sesaat sebelum akhirnya menurut untuk mengikuti Pinkan.

"Lu tuh, ish." gerutu Pinkan setelah ia dan Ridho sampai di deretan kursi penonton yang sekarang berfungsi untuk tempat duduk anak-anak kelasnya.

Ridho menghela nafas, jadi menatap Pinkan sambil berujar tulus. "Maaf." katanya.

Pinkan makin cemberut.

"Gua ajarin ngeshoot basket deh." bujuk Ridho, kali ini membuat Pinkan meliriknya sinis sambil berdecak malas.

"Ogah. Nanti gue diangkat lagi. Terus di cie-ciein lagi." balas Pinkan ketus.

Ridho terkekeh pelan, "Enggak gua gendong lagi enggak." katanya mencoba meyakinkan Pinkan.

Pinkan menggeleng dua kali sebagai tanda bahwa ia tak mau.

Sedangkan Ridho, ia tak peduli. Dengan gaya cuek andalannya itu ia menggandeng lengan Pinkan dan menuntunnya ke arah ring basket.

Pinkan yang kini sudah berada di tengah lapangan basket itu mendengus pelan, mencoba untuk kembali ke arah kursi penonton, namun Ridho sudah memegang lengan gadis itu mencengahnya untuk pergi.

"Jangan duduk dulu. Sini, gua ajarin ngeshoot." Dengan tampang memelasnya Ridho membujuk Pinkan.

Membuat Pinkan menghela nafas, namun kemudian hatinya sedikit luluh ketika melihat tatapan memelas Ridho yang mengingatkan Pinkan pada Cimi --kucing anggora kesayangannya yang sudah mati 1 bulan lalu.

"Hm." Pinkan membalas cuek, membuat Ridho kini tersenyum lebar, sebelum akhirnya laki-laki itu mengambil bola basket di ujung ruangan dan membawanya ke arah Pinkan.

"Nah, nah gini Pin." baru sampai dihadapan Pinkan, Ridho langsung berujar riang. Laki-laki itu menekuk sedikit lututnya agar memperpendek postur tubuhnya lalu melemparkan bola basket di tangannya ke arah ring, membuat bola itu sukses masuk ke dalam ring basket.

"Nah kan masuk!" Ridho berseru riang.

Membuat Pinkan yang melihat itu memutar bola matanya malas sambil berdecak. "Kan lu anak basket Bambank." ujarnya masam.

Ridho berhenti bersorak, ia menoleh menatap Pinkan. "Tapi itu sering dipake sama Eji sama Reka. Mereka pendek, tapi jadi penghasil poin di tim." katanya mencoba membela diri dan nencoba meyakinkan Pinkan.

"1,65 m pendek ya. Hm."

Ridho menghela nafas panjang mendengar reaksi Pinkan itu, sebelum akhirnya ia tersenyum riang ketika mendapatkan sebuah ide. "Coba dulu. Kalo gak masuk gua traktir es krim di Wonder Cafe deh." bujuk laki-laki itu menyebutkan sebuah kedai es krim terkenal di kota Jogja ini.

Sedangkan Pinkan yang mendengar itu spontan menoleh cepat, matanya berbinar riang. Lalu langsung menyetujui tanpa berpikir lagi.

"OKE SIP!"

***

Baper -SELESAI-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang