03 : Ridho Sakit?

1.1K 102 4
                                    

Ridho yang semula tersenyum miring setelah mendapatkan ide dari Yogi, langsung terkejut tatkala suara salam ceria --ah, menggelegar maksudnya-- terdengar.

"ASSALAMUALAIKUM, SEMUAA."

Ridho tersentak, kakinya yang panjang membentur meja karena ia bergerak secara mendadak hingga membuat laki-laki itu mengaduh lirih kemudian menatap oknum salam-teriak dengan garang.

"INGGIT!! SUARA LU TOA YA. TOLONG DIKONDISIKAN." Ridho balas berseru jengkel karena oknum peneriakan alias gadis bernama Inggit --yang kini berdiri di depan pintu kelas sambil cemberut itu-- membuatnya kaget.

"RIDHO PAGI-PAGI GABOLEH TERIAK-TERIAK!." Inggit justru berseru lagi, kali ini berhasil membuat Ridho memutar bola matanya sambil membatin jengkel.

Siapa yang teriak dah sekarang, kan dia yang teriak.

"Inggit, udah si. Kamu juga teriak kok." suara gadis yang berasal dari belakang Inggit membuat Ridho tersentak. Spontan, laki-laki itu langsung tersenyum riang mendengar suara itu.

Yap, itu suara Pinkan.

"Ish. Pinkan mah, ngebelain Ridho mulu. Jadian ya?!" Inggit menceletuk asal karena kesal, membuat Pinkan otomatis menaboknya.

"Heh, gak lah. Ngomongnya loh, gak enak ada Ridhonya." ucap Pinkan sambil melotot garang ke arah Inggit yang jadi menciut takut.

Pinkan jadi menoleh menatap Ridho dengan tak enak hati. "Sorry ya Dho. Tau sendiri kan si Inggit itu asal jeplak." katanya meringis.

Ridho mengangguk tipis, membuat Pinkan yang melihatnya jadi ikut menyusul Inggit yang sudah terlebih dahulu duduk manis di bangkunya.

"Pin, mau tanya. Rumus yang ini gimana?"

Pinkan yang baru duduk dibangkunya berdecak kesal. Gadis itu yang semula ingin membuka buku jadi menoleh kebelakang --menatap Inggit yang memang duduk dibelakangnya.

Namun setelah melihat contoh soal yang ditunjukkan Inggit, mata Pinkan berbinar riang. "Ah, inimah gampang njir." katanya antusias.

"Ini tinggal kali ini, di kurangin ini terus dicari akarnya." ujar Pinkan menjelaskan.

"Ngerti?" kata Pinkan setelah ia selesai menerangkan.

Inggit mengangguk semangat. "Wo ya iya. Makasih Pinkan baique." jawab Inggit lebay membuat Pinkan memutar bola matanya.

Pinkan baru hendak membalas kata-kata Inggit ketika dering telepon terdengar dari saku Inggit. Spontan Inggit merogoh sakunya, dan mengangkat telepon itu.

"Hah? Oh iya iya Inggit otw! Iyaa iya Cendol." ujar Inggit setelah menempelkan ponselnya ditelinga.

Lalu setelah mengatakan itu, Inggit bangkit dari duduknya.

"Pin, Inggit mau nemuin Cendol rempong ya." kata Inggit sambil menyebutkan panggilan untuk salah satu sahabatnya, lalu Inggit berdiri dan meninggalkan Pinkan yang kini bengong ditempatnya.

Loh, ini...Pinkan ditinggal sendirian gitu?, tanya Pinkan dalam hati.

Gadis itu sempat mencibir beberapa saat, namun jadi fokus kembali pada buku rumus dihadapannya.

Sedangkan Ridho yang menyaksikan kepergian Inggit itu jadi tersenyum riang ditempatnya.

Ini saat yang tepat buat baperin Pinkan, batin Ridho.

Ridho langsung berdiri dan menghampiri Pinkan yang tengah fokus itu, membuat Pinkan sempat mendongak menatapnya namun kemudian kembali fokus pada buku dihadapannya.

Melihat reaksi Pinkan itu Ridho menghela nafas, sempat merasa bahwa usahanya akan sia-sia namun pikirannya langsung membayangkan Yogi, Fauzan, dan Geanno yang sedang tertawa meremehkan karena ia menyerah.

Ridho menggeleng tegas.

Gak. Gua gak boleh nyerah, batin Ridho.

Namun, Ridho tak menyadari bahwa Pinkan memperhatikan tingkahnya yang menggeleng tiba-tiba, membuat Pinkan spontan memekik kaget.

"Loh, loh Ridho kenapa geleng-geleng? Sakit?!" pekik Pinkan lalu otomatis menempelkan tangannya ke dahi Ridho.

Membuat Ridho kini mematung ditempat karena terkejut.

***

Baper -SELESAI-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang